Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

TGB Muhammad Zainul Majdi jelaskan etika dan adab berdakwah “jangan menakut-nakuti!”

Avatar photo
21
×

TGB Muhammad Zainul Majdi jelaskan etika dan adab berdakwah “jangan menakut-nakuti!”

Share this article

Tak elok seorang dai berceramah secara asal-asalan dan tanpa aturan. Etika dan adab berdakwah mesti lah dipegang kuat bagi siapa saja yang dipercaya sebagai juru khotbah keagamaan.

Seyogianya mereka selalu mengedepankan sikap rahmah (kasih sayang) dengan sesuatu yang menggembirakan sehingga umat merasa aman, tenang, dan ternaungi.

Dr. TGB. Muhammad Zainul Majdi, Lc., M.A atau yang karib disapa Tuan Guru Bajang mengatakan bahwa kitab suci Al-Quran ketika berbicara tentang Rasulullah Saw selalu menampilkan beliau sebagai pembawa kabar gembira (Basyiron) dibandingkan pembawa peringatan (Nadziron).

Menurut para ulama hal ini menunjukan adab dalam berislam dan berdakawah, agar senantiasa mengutamakan nilai kebahagiaan daripada memperingatkan ancaman-ancaman.

Baca juga: Pelajaran dakwah untuk dai dan ustadz, di balik maksiat pun ada hikmah

“Jangan lah ketika ceramah, bicara tentang neraka sebanyak seratus kali tetapi saat bicara surga cuma dua kali saja.” terang ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia dilansir dari Channel Hubbul Wathan TV

Seyogianya juga seorang ulama memperkaya pembicaraan tentang tema-tema surga dan mengajak umat dengan ganjaran-ganjaran kebaikan, supaya hati mereka tentram dan teduh.

Jangan sampai membikin umat lari dan menjauhi agama lantaran kegemaran pendakwah mengusung tema-tema ancaman dan siksaan. Yang semula menghadiri pengajian dengan harapan baik, malah berakibat sebaliknya, bukan bertambah tingkat keimananya justru semakin tambah putus asa.

Baca juga: TGB Muhammad Zainul Majdi: agamamu tercermin dari akhlakmu

Karena banyak ayat-ayat di Al-Quran yang menunjukan bahwa dosa apa saja—kecuali menyekutukan Allah Swt—masih terbuka lebar untuk diampuni. Sebesar apa pun dosa seorang hamba masih akan tetap kalah dengan ampunan Allah Swt yang maha luas, dengan syarat ia mau bertobat.

Para ulama juga menjelaskan, dalam kaidah berfatwa sebaiknya umat dicarikan jalan keluar yang mudah. Jangan disodori dengan pendapat-pendapat yang berat apalagi menyulitkan.

Menurut TGB asas mendahulukan kegembiraan dan optimisme ini tidak berlaku hanya untuk pendakwah saja. Siapa saja bisa menerapkannya mulai dari lingkup keluarga, sirkel persahabatan, dan sosial masyarakat yang lebih luas.

Tentang fatwa kemudahan ini, TGB mengambil satu contoh perihal zakat fitrah. Dalam mazhab Syafi’i syarat dan ketentuannya berlaku aturan menggunak bahan pokok—seperti beras, gandum, dan semacamnya—dan tidak diperbolehkan menggunakan uang. Tetapi melihat kondisi masyarakat yang berbeda, boleh jadi persediaan bahan pokok masih cukup sehingga masyarakat lebih membutuhkan uang dibandingkan beras, maka zakat fitrah bisa mengikuti ketentuan mazhab Maliki, yaitu zakat fitrah dengan rupiah.

Kewajiban agama sama-sama terlaksana, hanya dalam perinciannya saja yang berbeda.

Baca juga: Dakwah Salah Bisa Sebabkan Orang Atheis

Sikap Inilah yang mesti dikedepankan dan ada di diri para pendakwah, tidak mempersulit umat apalagi memberatkan. Sehingga setiap daripada kita beragama dengan bahagia juga gembira.

Kontributor