Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Berita

Pertama kali di bulan Ramadhan, sebuah negara Afrika melarang azan Subuh melalui menara masjid

Avatar photo
11
×

Pertama kali di bulan Ramadhan, sebuah negara Afrika melarang azan Subuh melalui menara masjid

Share this article

Pada bulan Ramadhan tahun ini umat ​​Muslim di Rwanda tidak lagi mendengar azan Subuh melalui menara masjid dan mungkin tidak akan mendengarnya lagi.

Bulan lalu otoritas pemerintah Rwanda melarang penggunaan pengeras suara masjid pada dini hari. Pihak berwenang mengatakan keberadaan pengeras suara telah melanggar undang-undang pengurangan polusi suara.

UU Rwanda untuk pengurangan polusi suara mengizinkan intensitas suara maksimum 55 desibel melarang pada siang hari dan 45 desibel pada malam hari di kawasan perumahan.

“Keputusan itu melanggar hak kami untuk melakukan ritual dasar agama kami,” kata Zina Mukamapano, yang tinggal di ibu kota, Kigali dilansir BBC.

Zeina mencatat bahwa ini adalah Ramadhan pertama yang dia jalani tanpa azan yang dikumandangkan untuk shalat Subuh.

Kebiasaan memasang pengeras suara di menara masjid telah dimulai pada dekade tiga puluhan abad 20 lalu di Asia sebelum menyebar ke seluruh dunia.

Pihak berwenang Rwanda mengatakan bahwa warga mengeluhkan larangan suara azan subuh, yang umumnya hanya memakan waktu sekitar dua atau tiga menit saja pada pukul 04:30 pagi.

“Kami tidak bahagia. Di bulan Ramadhan, azan subuh memberi tahu kami waktu untuk mulai berpuasa, dan tidak semua Muslim di Rwanda memiliki alarm untuk mengatur waktu,” kata Nohu Bihibende yang tinggal di Kigali.

Zina Mucamapano menyarankan agar pemerintah memerintahkan para pengurus masjid agar mengurangi volume suara, seperti halnya dengan pemilik bar, yang diperintahkan untuk menurunkan volume musik.

“Azan adalah bagian dari budaya kita, ritual agama kita, dan jika dilarang akan membuat marah umat Islam, terutama selama Ramadhan, karena sangat menyakitkan,” ujar Zina.

Beberapa orang dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk menuntut pemerintah atas larangan azan subuh.

Syekh Suleiman Mbarushimana, penasihat Mufti Rwanda, menegaskan bahwa tokoh-tokoh Islam di negara itu telah membahas masalah ini dengan pemerintah sebelum menyetujui keputusan tersebut.

Sheikh Suleiman mengatakan, “Orang-orang muslim mengatakan hak mereka untuk beribadah telah dilanggar sementara pemerintah mengatakan bahwa azan Subuh telah dilarang demi kepentingan umum. Kami setuju dan harus dijalankan karena agama kami memerintahkan untuk menghormati keputusan otoritas yang berwenang.”

Mayoritas penduduk Rwanda adalah orang Kristen. Sedangkan Muslim membentuk sekitar lima persen dari populasi di sana.

Kontributor

  • Redaksi Sanad Media

    Sanad Media adalah sebuah media Islam yang berusaha menghubungkan antara literasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Mengampanyekan gerakan pencerahan melalui slogan "membaca sebelum bicara". Kami hadir di website, youtube dan platform media sosial.