Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Berita

Pertemuan Filolog Pesantren di Bangkalan Sepakat Bentuk Forum Nahdlatut Turats

Avatar photo
52
×

Pertemuan Filolog Pesantren di Bangkalan Sepakat Bentuk Forum Nahdlatut Turats

Share this article

Makam Syaikhona Muhammad Kholil bin Abdul Lathif di Martajasah Bangkalan menjadi saksi acara Pertemuan Filolog Pesantren Nusantara 2021 yang digelar pada Kamis 25 November lalu.

Pertemuan Filolog Pesantren Nusantara ini dihadiri oleh para pegiat dan pengkaji serta komunitas pecinta naskah dan manuskrip ulama Nusantara. Tidak aneh bila forum pertama yang mendudukan mereka dilaksanakan di Bangkalan. Salah satu alasannya adalah keberadaan Syaikhona Kholil Bangkalan, sosok ulama besar yang menjadi mahaguru ulama di Indonesia.

Acara dibuka oleh Kiai Muhammad Makki Nasir, Ketua PCNU Bangkalan sekaligus sesepuh dzurriyah Syaikhona Kholil Bangkalan. Kemudian dilanjutkan dengan pembukaan diskusi yang disampaikan oleh Lora Kholili Kholil dari Pesantren Cangaan Pasuruan.

Kholili Kholil menyampaikan bahwa jumlah manuskrip pesantren di dunia sangat banyak. Di Leiden Belanda, ada sekitar 14.000 manuskrip Jawa dan 60 persen berkaitan dengan pesantren. Bahkan dalam satu manuskrip, terdapat beberapa judul.

“Tugas pesantren adalah mengkaji, meneliti dan mentahkik manuskrip-manuskrip itu, karena pesantren adalah orang tua kandung dari manuskrip tersebut,” ujar Kholili Kholil.

Menurut dia, dunia pesantren saat ini memiliki kewajiban untuk melestarikan manuskrip yang telah ada, mencari manuskrip yang belum ditemukan, mentahkik sesuai metode ilmiah lalu mencetak dan menyebarluaskannya.

Selanjutnya, diskusi dimoderatori oleh Ahmad Karomi, sekretaris LTNU Jawa Timur. Hadir sebagai pembicara, Prof. Dr. H.M. Mujab Mashudi, M.Th, Ph.D, Direktur Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Ahmad Ginanjar Sya’ban, MA., filolog santri dari Islam Nusantara Center dan Dr. Ibnu Fikri, dosen dan peneliti sosial di UIN Walisongo Semarang.

Dalam permulaan diskusi, Dr. H.M Mujab memaparkan definisi turats, makhthuthat dan filologi. Beliau menjelaskan bahwa turats adalah sebentuk kreatifitas yang pernah dihasilkan oleh ulama sepanjang sejarahnya dalam bidan keilmuan yang termanifestasikan dalam bentuk karya-karya tulis. Sedang makhthuthat atau manuskrip adalah naskah karya ulama masa lalu yang berbentuk tulisan tangan dari pengarang atau para penyalin naskah yang sampai pada kita. Adapun filologi adalah disiplin kajian terhdap teks-teks manuskrip dengan tujuan menemukan bentuknya yang asli untuk maksud pengaran.

Dijelaskan oleh beliau, kajian filologi atau tahqiq menyisihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam teks atau melakukan komparasi atas satu teks (naskah) dengan teks (naskah) lainnya. “Tahqiq turat di dunia pesantren sangat urgen sebagai upaya untuk melanjutkan tradisi para ulama terdahulu,” ujar alumni Aligarh Muslim University, AMU, India itu.

Pembicara kedua A. Ginanjar Sya’ban mengawali presentasi dengan mengutip pernyataan dari Imam Besar Al-Azhar bahwa turats adalah adalah ruh peradaban Islam. Turat mewakili pemikiran, kebudayaan dan keilmuan para ulama dari generasi ke generasi.

“Para ulama terdahulu telah mewariskan karya terbik untuk kita. Giliran generasi kita sekarang untuk menyambungkan, melestarikan dan memberikan peninggln terbaik bagi generasi mendatang,” ujar penulis buku Mahakarya Islam Nusantara itu.

Beliau melihat narasi kebudayaan dan peradaban Islam di mata dunia selalu tertuju pada Arab, Persia, Turki dan Urdu. Nusantara dipandang pinggiran dan termarjinalkan sehingga tak tercatat dalam buku-buku sejarah Arab. Buku-buku yang menulis tentang turats Islam semisal Tarikh al-Adab al-‘Arabi tak menyinggung dunia Islam di Nusantara. “Padahal banyak sekali karya-karya ulama Nusantara,” imbuhnya.

Momentum pertemuan filolog santri ini, lanjut beliau, seyogianya dimanfaatkan sebagai penyulut gerakan kebangkitan turats ulama Nusantara.

Selanjutnya, Dr. Ibnu Fikri mengetengahkan data penting bahwa museum nusantara yang ada di Delft Belanda tengah mengalami masalah keuangan kritis. Ada banyak manuskrip dari Indonesia di sana. “Saya tanyakan ke petugas di san, tidak tahu jumlahnya berapa, tapi jika dijejer panjangnya bisa 3 km,” ujarnya.

Alumni Vrije Universiteit Amsterdam itu mengatakan bahwa manuskrip-manuskrip itu akan dikembalikan ke negara asalnya masing-masing. Yang penting dipikirkan sekarang adalah sejauh mana kesiapan kita bila nanti naskah manuskrip itu sudah ada di Tanah air.

Acara ini kemudian dilanjutkan dengan diskusi terkait rencana tindak lanjut. Di antara hasil kesepakatannya adalah terbentuknya Nahdlatut Turats yang menaungi seluruh pegiat naskah dan manuskrip ulama Nusantara. Ketua Lajnah Turots Syaikhona Kholil Bangkalan Lora Utsman Hasan al-Akhyari ditunjuk sebagai koordinator.

Turut hadir dalam pertemuan itu antara lain Nanal Ainul Fawaz dari Turats Ulama Nusantara, Gus Varis Muhammad Mirza dari Lajnah Turats Tebuireng, Gus Muhammad Ichwan dari Komunitas Pecinta Kiai Sholeh Darat (KOPISODA), Gus Ayung Notonegoro dari Komunitas Pegon Banyuwangi, Lora Habibullah dari Padepokan Raden Umroh Pamekasan dan rombongan dari Pesantren Qomarudin Gresik.

Kontributor

  • Redaksi Sanad Media

    Sanad Media adalah sebuah media Islam yang berusaha menghubungkan antara literasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Mengampanyekan gerakan pencerahan melalui slogan "membaca sebelum bicara". Kami hadir di website, youtube dan platform media sosial.