Masjid Agung Aljazair Djamaa el Djazair resmi dibuka pada Rabu malam (28/10), dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad. Fasilitas masjid yang lain baru akan dibuka bila pandemi usai.
Perdana Menteri Aljazair, Abdelaziz Jarad, turut serta bersama pemerintah daerah dan tokoh agama, serta duta besar negara Islam, menunaikan shalat Isya berjamaah di masjid. Presiden Abdelmadjid Tebboune absen karena tengah berada di Jerman usai terinfeksi virus Covid-19.
Pembangunan Masjid Agung ini dimulai pada tahun 2012, tulis Alkhaleej Today Kamis (29/10),pada era Presiden Abdelaziz Bouteflika yang mengundurkan diri, dan selesai satu setengah tahun yang lalu.
Tempat ibadah yang sangat besar itu membentang di atas area seluas lebih dari 27 ribu hektar, membuatnya menjadi masjid terbesar di Afrika, dan ketiga di dunia setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Arab Saudi.
Baca juga: Masjid Malika Safiya, Mimpi Abadi Sang Harem Sultan
Masjid Agung Aljazair dapat dilihat dari seluruh bagian ibu kota Aljazair. Kapasitas masjid dapat menampung sekitar 120.000 jamaah, dan menaranya setinggi 267 meter terdiri dari 43 lantai, dan dapat diakses dengan lift.
Interior masjid didesain bercorak khas Andalusia, didekorasi dengan kayu, batu marmer dan pualam. Membentang sepanjang enam kilometer menampilkan kaligrafi ayat-ayat Al-Quran, beserta sajadah pirus.
Masjid Agung Aljazair mencakup 12 bangunan, termasuk perpustakaan yang berisi satu juta buku, ruang kuliah, museum seni dan sejarah Islam, pusat penelitian tentang sejarah Aljazair, serta taman dan air mancur.
Selain memperlihatkan seni arsitektur geometris, masjid ini juga menawarkan sebuah menara tinggi pencakar langit—267 meter—yang dilengkapi lift dan platform pemandangan yang langsung tertuju ke ibu kota dan Teluk Algeria.
Sebelumnya rekor bangunan tertinggi itu dipegang oleh menara setinggi 210 meter di kota Casablanca, Maroko.
Proyek pembangunan digarap selama tujuh tahun dan selesai pada April 2019, terlambat tiga tahun dari jadwal sebelumnya. Pembangunan ini digarap oleh China State Construction Engineering (CSCEC), dengan mendatangkan pekerjanya dari China.
Baca juga: Menziarahi Masjid Tua Mapane, “Titik Nol” Islam di Tanah Poso
Kamal Shakat anggota Asosiasi Cendekiawan Muslim mengatakan bahwa misi pembangunan masjid ini adalah “untuk mengatur fatwa dan mengoordinasikannya dengan realitas kehidupan masyarakat di Aljazair dan agar masjid ini menjadi tempat untuk melawan semua bentuk ekstremisme.”
Hamad Al-Otaibi, direktur penerbitan di Sufi Philosophical Library mengatakan bahwa Masjid Agung Aljazair “melambangkan kegagalan proyek Kristenisasi dan ketabahan masyarakat menjaga agama mereka.”
Pembangunan masjid ini memicu kontroversi di Aljazair, karena pembangunannya memakan waktu lebih dari tujuh tahun, di samping biayanya yang mencapai lebih dari USD 1,5 miliar dan didanai dari dana publik.
Pihak pendukung proyek pemerintah percaya bahwa kontroversi mengenai biaya adalah kampanye media Perancis yang dipimpin oleh partai sekuler di Aljazair.
Presiden saat ini, Abdelmadjid Tebboune, ketika menjadi Menteri Perumahan di bawah Bouteflika pada tahun 2016, berkata, “Perusahaan Perancis menghasut beberapa media Perancis untuk melawan Aljazair setelah gagal mengambil proyek tersebut.”
Dikritik Tidak Perhatikan Masyarakat
“Ada masjid di hampir setiap lingkungan,” kata Said Benmehdi, warga Aljazair yang kedua anaknya menganggur kepada AFP. Dia mengatakan dengan getir bahwa dia lebih suka negara “membangun pabrik dan membiarkan anak-anak muda bekerja.”
Sosiolog Belakhdar Mezouar mengatakan masjid itu “tidak dibangun untuk orang-orang.”
Baca juga: Menelusuri Arsitektur Turki Utsmani lewat Masjid yang Diubah Jadi Gereja
Itu adalah “karya seorang pria (Abdelaziz Bouteflika) yang ingin bersaing dengan tetangganya Maroko, membuat namanya abadi dan meletakkan konstruksi ini di biodata dirinya, sehingga dia bisa masuk surga pada hari kiamat kelak,” katanya.
Nadir Djermoune, yang mengajar ilmu tata kota, mengkritik “pilihan yang mencolok” dari proyek-proyek besar seperti itu pada saat dia mengatakan bahwa Aljazair membutuhkan fasilitas kesehatan, pendidikan, olah raga dan rekreasi baru.
“Masjid ini terisolasi dari kebutuhan riil kota dalam hal infrastruktur,” katanya. Hal yang paling positif, katanya, adalah konsep modernisnya, yang “akan menjadi model untuk proyek arsitektur masa depan.”