Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Berita

Penjelasan Syekh Ali Jum’ah Soal Polemik Jatah Waris dalam Islam

Avatar photo
34
×

Penjelasan Syekh Ali Jum’ah Soal Polemik Jatah Waris dalam Islam

Share this article

Pada sesi tanya jawab dalam acara televisi bertajuk “Wallahu A’lam” di canel CBC, Mesir ada seorang yang bertanya mengenai sistem waris yang dianggap merugikan pihak perempuan. Pertanyaan itu diajukan kepada Syekh Ali Jum’ah melalui sambungan telepon.

“Alasan mengapa Islam melipatgandakan jatah waris laki-laki karena ia dianggap tulang punggung keluarga yang harus menafkahi. Namun kini perempuan yang juga menafkahi keluarga,” kata orang itu.

Syekh Ali Jum’ah, mantan mufti Mesir sekaligus anggota Dewan Ulama Senior Al-Azhar menjawab bahwa kaidah “Ar-rojulu mislu khadzil unsayain” tidak lumrah diterapkan di dalam warisan antara laki-laki dan perempuan.

“Sebab, di sana terdapat 36 gambaran yang mana perempuan dapat mengambil lebih banyak daripada laki-laki. Perkara itu berhubungan dengan penafkahan dan tanggungjawab,” kata Syekh Ali Jum’ah sambil menjelaskan bahwa laki-laki memiliki tanggungan untuk membayar mahar.

“Sampai sebagaian imam memiliki pendapat bahwa mahar itu merupakan salah satu dari rukun pernikahan,” lanjutnya.

Adapun fenomena perempuan yang mencari nafkah, menurut Syekh Ali Jum’ah hal itu memiliki dua kemungkinan; pertama bahwa lelakinya itu merupakan Baltoji (preman) dan istrinya  salah dalam memilihnya maka hakim memutuskan nafkah/tunjangan kepada lelaki itu dalam kasus ini.

Kedua, pada keadaan darurat seperti terlukanya suami, wafat dan sakitnya. Kemudian Ali Jum’ah mencontohkan beberapa kasus yang mana perempuan mengambil lebih banyak daripada laki-laki atau mewarisi sedangkan laki-laki tidak mendaptkan warisan.

Ali Jum’ah mengatakan jika seorang lelaki mati dan meninggalkan sepuluh anak dan istrinya, maka perempuan tersebut mengambil seperdelaman dan setiap anak itu mengambil sepersepuluh. Inilah kasus ketika perempuan mengambil lebih banyak daripada laki-laki.

Terkadang perempuan mendapatkan warisan dan laki-laki tidak mendapatkannya sama sekali, kasusnya jika seorang lelaki mati dan meninggalkan istri, anak perempuan, saudara perempuan, ibu dan paman.

Adapun paman biasanya mewarisi akan tetapi dalam kasus ini tidak mewarisi, maka untuk saudara perempuan malah menjadi asobah bersama anak perempuan dan mencegah paman dari warisan.

Adapun “lidzakari mislu hadzil untsayain” lelaki mendapatkan jatahnya dua perempuan tidak akan terjadi kecuali pada satu kasus saja, yaitu hanya ada saudara laki-laki bersama dengan saudara perempuannya.

Syekh Ali Jum’ah menegaskan bahwa pembagian warisan adalah sistem dan jaringan yang teratur sehingga tidak ada keberpihakan berdasarkan jenis kelamin.

Kontributor