Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Adab dan niat bershalawat agar semua hajat tercapai

Avatar photo
50
×

Adab dan niat bershalawat agar semua hajat tercapai

Share this article

Allah menganugerahkan amalan shalawat Nabi Saw untuk umat muslim sebagai wasilah yang agung untuk semua hajat, bukan hanya urusan dunia namun juga syafaat mulai dari sakaratul maut, di alam kubur, juga kelak saat hari kiamat.

Bahkan para ulama salihin sepakat bahwa shalawat menjadi satu-satunya perantara yang dapat mengantarkan seorang hamba yang tidak memiliki guru pembimbing rohani (mursyid) untuk dapat mendekat kepada Allah. Dan jika murid sudah memiliki mursyid, shalawat akan memperkuat hubungan rohaninya kepada gurunya, sehingga pintu kepada Allah bisa terbuka lebih cepat.

Lalu bagaimana adab bershalawat yang paling baik? KH Mahrus Aly sebagaimana disampaikan KH Abdullah As’ad, pernah mengajarkan bahwa seseorang ketika mengamalkan shalawat harus dalam keadaan hadir hatinya seraya membaca niat sebagaimana yang telah diajarkan orang-orang saleh terdahulu.

Hal itu sebagaimana juga pernah diajarkan oleh Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad, niat tersebut ialah:

اللّٰهُمَّ اِنِّيْ نَوَيْتُ بِصَلَاةِ هَذِهِ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, اِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ, وَتَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ, وَاتِّبَاعًا لِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, اِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ, وَتَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ, وَاتِّبَاعًا لِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وَمَحَبَّةً فِيْهِ, وَشَوْقًا اِلَيْهِ, وَتَعْظِيْمًا لِحَقِّهِ, وَتَشْرِيْفًا لَهُ, وَلِكَوْنِهِ اَهْلًا لِذٰلِكَ, فَتَقَبَّلْهَا اللّٰهُمَّ بِفَضْلِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ وَاِحْسَانِكَ, وَأَزِلْ حِجَابَ الْغَفْلَةِ عَنْ قَلْبِيْ, وَاجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ

Artinya: “Duhai Allah, sesungguhnya aku berniat untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW ini demi melaksanakan perintah-Mu, membenarkan kitab-Mu, mengikuti Nabi-Mu Muhammad SAW, karena aku mencintai, merindukan, mengagungkan, dan memuliakan Beliau SAW serta karena Beliau SAW memang sangat pantas untuk mendapatkan shalawat tersebut. Oleh karena itu, duhai Allah dengan kemurahan, karunia, kedermawanan, dan kebaikan-Mu, terimalah shalawat yang akan kubaca ini, singkirkanlah hijab kelalaian yang meliputi hatiku dan jadikanlah aku sebagai salah seorang hamba-Mu yang shaleh.”

Sementara dari KH Mahrus Aly, yaitu pertama, niat untuk mengamalkan perintah Allah yang termaktub dalam QS. al-Ahzab ayat 56. Sembari melafalkan ayat tersebut kemudian melantunkan dan menghadirkan dalam hati, “Ya Allah, saya niat membaca shalawat ini untuk mengamalkan perintah Engkau.”

Kedua, “Saya niat membaca shalawat kepada Rasulullah untuk diniatkan membayar hak Rasulullah.” Bahwa Nabi Saw adalah makhluk terbaik yang paling layak mendapat shalawat terbaik dari Allah.

Ketiga, “Saya membaca shalawat diniatkan untuk meminta syafaat Rasulullah.”

Keempat, diniatkan hajatnya (permintaan kepada Allah Swt).

Kyai As’ad mengatakan bahwa tidak salah, apabila seseorang yang mempunyai masalah dan membaca shalawat dengan harapan supaya diberi jalan keluar oleh Allah Swt. Sebab shalawat memang perantara untuk setiap hajat dan menjadi solusi bagi permasalahan hidup kita. Namun ketika lisan telah melafalkan shalawat, dirinya jangan membayangkan hajat ataupun juga masalah yang sedang dihadapi.

“Ketika lisan sudah mulai mengucap, ‘Shallallahu ala Muhammad’ kamu harus menghayati makna dari kalimat yang sedang dibaca. Seraya dalam hati menuturkan, semoga Allah memberikan rahmat takzimnya kepada Nabi Muhammad Saw.” Kata Kyai As’ad.

Lanjut beliau, “Selain itu niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan membesarkan harapan hanya kepada Allah Swt, bahwa kamu sedang memintakan rahmat untuk kekasih Allah.”

Kyai Mahrus sebagaimana penuturan Kyai As’ad, juga menganjurkan seorang mushalli untuk berangan-angan bahwa Allah pernah berfirman kepada Nabi, “Barang siapa yang bershalawat kepadamu, maka aku bershalawat kepadanya.”

Ketika bershalawat kepada Nabi juga membayangkan, bahwa Nabi pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam membalas sesuatu.”

Kyai As’ad dari pesan yang telah disampaikan gurunya juga menganjurkan, “Kemudian seolah-olah kalian bayangkan Nabi tersenyum, sebab kalian termasuk umat yang mau berterima kasih kepadanya.”

Beliau juga menambahkan bahwa ketika membaca shalawat kepada Nabi, seharusnya seseorang menghadirkan kesadaran bahwa shalawat ini adalah satu-satunya cara untuk berterima kasih kepada beliau Saw yang sudah menuntun kehidupan kita dan dengan shalawat tersebut berharap akan keluar dari kegelapan menuju cahaya.

Dengan demikian, kesimpulannya bahwa hendaknya ketika seseorang bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw, melakukannya dalam keadaan hadir hatinya dengan perasaan mahabbah (cinta) yang dalam, syauq (kerinduan), raja’ (pengharapan) dan takzim (penghormatan) kepada Allah dan Rasulullah.

Sehingga dengan wasilah shalawat akan membawa manfaat tak terbatas dan membuahkan amalan yang tidak bisa dibandingkan dengan amalan apapun dan menjadi sarana memperkuat tali hubungan dengan Allah dan Rasul-Nya, serta dengan sebab berkahnya Nabi Muhammad  kita menjadi manusia yang diberuntungkan oleh Allah baik di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam.

Adab dan niat bershalawat agar semua hajat tercapai

Allah menganugerahkan amalan shalawat Nabi Saw untuk umat muslim sebagai wasilah yang agung untuk semua hajat, bukan hanya urusan dunia namun juga syafaat mulai dari sakaratul maut, di alam kubur, juga kelak saat hari kiamat.

Bahkan para ulama salihin sepakat bahwa shalawat menjadi satu-satunya perantara yang dapat mengantarkan seorang hamba yang tidak memiliki guru pembimbing rohani (mursyid) untuk dapat mendekat kepada Allah. Dan jika murid sudah memiliki mursyid, shalawat akan memperkuat hubungan rohaninya kepada gurunya, sehingga pintu kepada Allah bisa terbuka lebih cepat.

Lalu bagaimana adab bershalawat yang paling baik? KH Mahrus Aly sebagaimana disampaikan KH Abdullah As’ad, pernah mengajarkan bahwa seseorang ketika mengamalkan shalawat harus dalam keadaan hadir hatinya seraya membaca niat sebagaimana yang telah diajarkan orang-orang saleh terdahulu.

Hal itu sebagaimana juga pernah diajarkan oleh Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad, niat tersebut ialah:

اللّٰهُمَّ اِنِّيْ نَوَيْتُ بِصَلَاةِ هَذِهِ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, اِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ, وَتَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ, وَاتِّبَاعًا لِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, اِمْتِثَالًا لِأَمْرِكَ, وَتَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ, وَاتِّبَاعًا لِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وَمَحَبَّةً فِيْهِ, وَشَوْقًا اِلَيْهِ, وَتَعْظِيْمًا لِحَقِّهِ, وَتَشْرِيْفًا لَهُ, وَلِكَوْنِهِ اَهْلًا لِذٰلِكَ, فَتَقَبَّلْهَا اللّٰهُمَّ بِفَضْلِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ وَاِحْسَانِكَ, وَأَزِلْ حِجَابَ الْغَفْلَةِ عَنْ قَلْبِيْ, وَاجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ

Artinya: “Duhai Allah, sesungguhnya aku berniat untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW ini demi melaksanakan perintah-Mu, membenarkan kitab-Mu, mengikuti Nabi-Mu Muhammad SAW, karena aku mencintai, merindukan, mengagungkan, dan memuliakan Beliau SAW serta karena Beliau SAW memang sangat pantas untuk mendapatkan shalawat tersebut. Oleh karena itu, duhai Allah dengan kemurahan, karunia, kedermawanan, dan kebaikan-Mu, terimalah shalawat yang akan kubaca ini, singkirkanlah hijab kelalaian yang meliputi hatiku dan jadikanlah aku sebagai salah seorang hamba-Mu yang shaleh.”

Sementara dari KH Mahrus Aly, yaitu pertama, niat untuk mengamalkan perintah Allah yang termaktub dalam QS. al-Ahzab ayat 56. Sembari melafalkan ayat tersebut kemudian melantunkan dan menghadirkan dalam hati, “Ya Allah, saya niat membaca shalawat ini untuk mengamalkan perintah Engkau.”

Kedua, “Saya niat membaca shalawat kepada Rasulullah untuk diniatkan membayar hak Rasulullah.” Bahwa Nabi Saw adalah makhluk terbaik yang paling layak mendapat shalawat terbaik dari Allah.

Ketiga, “Saya membaca shalawat diniatkan untuk meminta syafaat Rasulullah.”

Keempat, diniatkan hajatnya (permintaan kepada Allah Swt).

Kyai As’ad mengatakan bahwa tidak salah, apabila seseorang yang mempunyai masalah dan membaca shalawat dengan harapan supaya diberi jalan keluar oleh Allah Swt. Sebab shalawat memang perantara untuk setiap hajat dan menjadi solusi bagi permasalahan hidup kita. Namun ketika lisan telah melafalkan shalawat, dirinya jangan membayangkan hajat ataupun juga masalah yang sedang dihadapi.

“Ketika lisan sudah mulai mengucap, ‘Shallallahu ala Muhammad’ kamu harus menghayati makna dari kalimat yang sedang dibaca. Seraya dalam hati menuturkan, semoga Allah memberikan rahmat takzimnya kepada Nabi Muhammad Saw.” Kata Kyai As’ad.

Lanjut beliau, “Selain itu niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan membesarkan harapan hanya kepada Allah Swt, bahwa kamu sedang memintakan rahmat untuk kekasih Allah.”

Kyai Mahrus sebagaimana penuturan Kyai As’ad, juga menganjurkan seorang mushalli untuk berangan-angan bahwa Allah pernah berfirman kepada Nabi, “Barang siapa yang bershalawat kepadamu, maka aku bershalawat kepadanya.”

Ketika bershalawat kepada Nabi juga membayangkan, bahwa Nabi pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam membalas sesuatu.”

Kyai As’ad dari pesan yang telah disampaikan gurunya juga menganjurkan, “Kemudian seolah-olah kalian bayangkan Nabi tersenyum, sebab kalian termasuk umat yang mau berterima kasih kepadanya.”

Beliau juga menambahkan bahwa ketika membaca shalawat kepada Nabi, seharusnya seseorang menghadirkan kesadaran bahwa shalawat ini adalah satu-satunya cara untuk berterima kasih kepada beliau Saw yang sudah menuntun kehidupan kita dan dengan shalawat tersebut berharap akan keluar dari kegelapan menuju cahaya.

Dengan demikian, kesimpulannya bahwa hendaknya ketika seseorang bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw, melakukannya dalam keadaan hadir hatinya dengan perasaan mahabbah (cinta) yang dalam, syauq (kerinduan), raja’ (pengharapan) dan takzim (penghormatan) kepada Allah dan Rasulullah.

Sehingga dengan wasilah shalawat akan membawa manfaat tak terbatas dan membuahkan amalan yang tidak bisa dibandingkan dengan amalan apapun dan menjadi sarana memperkuat tali hubungan dengan Allah dan Rasul-Nya, serta dengan sebab berkahnya Nabi Muhammad  kita menjadi manusia yang diberuntungkan oleh Allah baik di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam.

Kontributor