Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Sisa-sisa cerita dari peringatan 1 Abad NU: Bagian 1

Avatar photo
45
×

Sisa-sisa cerita dari peringatan 1 Abad NU: Bagian 1

Share this article

Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H. (31 Januari 1926 M.) telah merayakan usia satu abadnya. Perayaan ini diisi dengan rangkaian beragam acara dan ditutup dengan Muktamar Internasional Fikih Peradaban I di Surabaya pada tanggal 6 Februari 2023 serta Resepsi Puncak 1 Abad NU di Sidoarjo pada tanggal 7 Februari 2023 M. yang bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1444 H.

Saya adalah orang yang beruntung, menjadi salah satu warga NU (nahdliyin) yang mendapat amanah untuk terlibat dalam acara tersebut. Keterlibatan saya adalah sebagai salah satu anggota tim pendamping tamu luar negeri yang hadir untuk mengikuti kegiatan muktamar maupun resepsi puncak. Dalam tugasnya, anggota tim ini dikenal dengan istilah Liaison Officer atau disingkat LO.

Tim LO terdiri dari beberapa kategori. Ada LO yang spesifik ditugaskan yang untuk mendampingi tamu yang sudah ditentukan namanya. Kami sebut LO jenis ini sebagai LO melekat; bisa mendampingi tamu di Surabaya saja, bisa mendampingi dari Jakarta, bahkan bisa juga mendampingi sejak dari negara asal. Kategori selanjutnya adalah LO umum yang tugasnya tidak mendampingi tamu by name secara spesifik, namun melakukan pendampingan secara umum. Kemudian ada juga LO yang bertugas mendampingi tamu selama di bandara (bandar udara), baik Bandara Soekarno-Hatta maupun Bandara Juanda. Saya termasuk LO yang bertugas di Bandara Juanda.

***

Awal mula saya tahu soal tugas LO ini adalah pada sekitar tengah bulang Januari lalu, dari seorang teman di sebuah grup Whatsapp yang isinya adalah para alumni PCINU (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama) Mesir area Yogyakarta. Informasinya adalah dibutuhkan sekitar 10 sukarelawan pendampingan untuk tamu-tamu luar negeri, khususnya Timur Tengah. Tapi ternyata tidak ada yang menanggapi informasi tersebut, termasuk saya. Kalau saya sendiri, tidak menanggapi informasi tersebut karena terpikir di sana pasti sibuk berhari-hari, sementara tanggungan kesibukan di Yogyakarta juga terus ada.

Tapi di akhir Januari, tiba-tiba telepon berbunyi dan saya angkat. Di ujung sana ada KH. Aunullah A. Habib atau Gus Aun, pengurus jajaran syuriah PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) yang merupakan bagian dari panitia Muktamar Internasional Fikih Peradaban I. Ia bicara sangat cepat, memberi instruksi kepada saya untuk menjadi pendamping tamu luar negeri. Kalau orang ini yang bicara, saya tidak menjawab banyak-banyak, cukup bilang ‘siap’. Secara spesifik ia menyebut satu nama seorang tamu yang harus saya dampingi yang belakangan saya ketahui berasal dari India.  Soal koordinasi, nanti akan ada rapat online, katanya.

Selanjutnya, bukan lagi Gus Aun yang menghubungi saya, tapi koordinator lapangan (korlap) LO, yaitu M. Tabrani Basya atau Mas Tob. Kata Mas Tob, ada pergeseran tugas di mana saya diberi instruksi untuk mendampingi tamu dari Russia. Sama saja, saya tidak menjawab banyak-banyak, cukup bilang ‘siap’. Setelah itu masih ada perubahan lagi. Mas Tob menelepon dan bilang kalau saya digeser, tidak menjadi LO melekat tamu, namun menjadi petugas LO di Bandara Juanda. “Nanti di bandara sama saya”, kata Mas Tob. Dan seperti sebelumnya, saya tidak banyak bicara, intinya siap.

***

Tiket kereta Yogyakarta – Surabaya yang dibelikan panitia sudah saya dapat, terjadwal hari Sabtu 4 Februari, berangkat siang sampai tujuan petang. Tapi tiba-tiba hari Kamis 2 Februari, Mas Tob menghubungi saya. Katanya, ada tamu dari Inggris yang datang terlalu dini di hari itu. Saya diberi nomor kontaknya dan disuruh meneleponnya, memastikan soal transportasi dari Jakarta ke Surabaya serta akomodasinya. “Siap” kata saya. Tapi di waktu bersamaan, Mas Tob juga menghubungi seseorang untuk menemui di Bandara Soekarno-Hatta dan menemani di penerbangan sampai Surabaya. Urusan beres. Clear

Petang hari, Sabtu 4 Februari, saya sampai di Surabaya. Malam harinya seluruh LO, kecuali yang menemani di penerbangan, telah hadir dan dikumpulkan di lokasi muktamar yaitu Hotel Shangri-La untuk mengikuti briefing atau pengarahan yang dipimpin oleh panitia muktamar serta rekanan Event Organizer (EO) acara. Dalam kegiatan briefing, para LO sempat bercanda bersama dan sepakat bahwa kita semua ini adalah sekedar butiran debu, sekedar warga NU biasa yang siap diberi tugas apa saja. Saya pun teringat istilah yang digunakan para ulama, termasuk yang saya ingat adalah KH Arwani Amin Kudus, yang menyebut diri dalam karya-karyanya sebagai turābul aqdām atau debu di kaki-kaki. Kalau ulama besar saja mengaku sebagai debu, lalu harus mengaku sebagai apa kami ini?

Lalu pada tengah malam briefing pun selesai dan para LO Bandara Juanda berinisiatif untuk melakukan rapat internal di penginapan LO, yang letakknya tepat di seberang arena muktamar. Tanggal 5 Februari, esoknya, adalah puncak kedatangan tamu luar negeri di Bandara Juanda. Sebelumnya, di tanggal 2 dan 3, juga 4 Februari, sebagian tamu luar negeri sudah datang dan disambut oleh sebagian LO yang sudah hadir di Surabaya di bawah koordinasi Mas Tob.

Melalui rapat internal, para LO Bandara Juanda sepakat membagi tugas. Bagian handling di dalam airport adalah Faizal Zulkarnain atau Cak Faisal sementara yang di luar pintu adalah Fuad Ngainul Yaqin atau Cak Fuad yang bertugas mengecek jadwal kedatangan, melakukan koordinasi dengan LO pendamping melekat tiap tamu serta pengemudi mobil jemputan.

LO bandara yang lain, termasuk saya, siap menjadi pembantu umum, mulai dari membuat daftar penerbangan tamu, menyambut tamu, mengambil foto, mengarahkan, membawakan barang, mengantar sampai kendaraan, sampai membuat laporan. Dua orang doktor pengajar perguruan tinggi, Dr. Muslihun dan Dr. Mufarrihul Hazin, juga tak canggung bersama-sama saya di bagian ‘grudag-grudug’.

Dalam pekerjaan ini, ada gurauan di antara kami kalau ada kemiripan antara kami dengan petugas haji Indonesia di tanah suci yang salah satu bagiannya adalah petugas bandara. Di sini kami menyebut diri kami sebagai petugas Daker (daerah kerja) Bandara atau Daker Juanda. Dalam kegiatan petugas haji, istilah daker ini memang familiar, karena memang ada Daker Makkah, Daker Madinah juga Daker Bandara.

***

Suasana pagi tangggal 5 Februari awalnya cukup bikin kelabakan Daker Juanda. Pasalnya, kami baru mengantongi data yang masih berserakan. Nama tamu, negara, tiket, nama LO, nama pengemudi jemputan serta nomor polisi kendaraan masih ada dalam data yang terpisah. Ternyata mencocokkan data menjadi agak ribet. Sementara itu, komputer laptop saya tinggal di penginapan, karena saya pikir telepon genggam saja sudah cukup. Untung saya membawa pulpen dan kertas catatan yang saya ambil dari ruangan hotel saat briefing semalam. Maka kami buatlah coret-coretan data yang dibutuhkan secara komplit dan urusan jadi lebih mudah. Hari-hari berikutnya, data-data ini kami ketik secara rapi.

Mas Tob yang juga mengawal di bandara ternyata mendadak mendapat mandat urusan lain. Nampak dia begitu kalang-kabut non-stop menelepon dan mengetik pesan. Ia duduk di satu restoran bandara dan memesan semangkuk bakmi. Tapi dari pagi sampai siang, ia tidak sempat menyentuh bakmi itu sama sekali, sampai akhirnya mangkuk bakmi diambil kembali oleh pelayan restoran. Sudah benar-benar lupa makan ini orang.

Malam hari, kedatangan tamu tanggal 5 Februari telah tuntas sudah dan pada pukul 22.00 kami beranjak dari bandara. Esoknya, hari Senin tanggal 6 februari adalah waktu diadakannya muktamar. Tugas Daker Juanda di hari itu tidak terlalu berat karena tidak ada kedatangan tamu lagi di bandara. Kami hanya mendapat instuksi dari Mas Tob untuk stand by di arena muktamar dan bersiap jika bantuan kami dibutuhkan. Muktamar sudah dikelola panitia dan EO, tamu-tamu sudah dikawal oleh LO melekat.

Malam harinya, panitia, EO dan LO semua merapat, membahas kegiatan esok hari, yaitu resepsi puncak peringatan 1 abad NU di stadion Gelora Delta Sidoarjo. Rencananya, tamu luar negeri bersama dengan tamu dalam negeri, yang semuanya telah mengikuti muktamar, akan berangkat menuju stadion Gelora Delta Sidoarjo pada dini hari, Selasa 7 Februari. Tantangan bagi LO melekat adalah membangunkan para tamu pada dini hari.

Panitia, EO dan LO umum akan mengatur penyiapan para tamu menuju ke mobil dan bus yang disiapkan. Pada rapat malam hari sebelum acara itu, dijelaskan bahwa LO umum dan LO melekat memiliki kemungkinan ikut ke stadion, tapi belum pasti. LO Daker Juanda sendiri sudah pasti tidak bisa ikut, karena ada penerbangan pulang tamu luar negeri di pukul 11.00 WIB, sehingga paling tidak harus siap bertugas pada pukul 09.00 WIB.

Ada rasa sedih ketika tahu bahwa kami tidak bisa ikut ke stadion. Puncak peringatan 1 Abad NU tentu saja momen luar biasa di mana semua nahdliyin berharap menjadi bagiannya. Tapi kesedihan itu segera hilang ditimpa kesibukan. Lalu, dari grup Whatsapp LO kami menyadari bahwa kondisi perjalanan tamu dari Hotel Shangri-La menuju stadion benar-benar di luar dugaan. Rombongan terkena macet di jalan tol menuju bandara karena banyak kendaraan nahdliyin yang diparkir di badan jalan tol. Tamu luar negeri, para tokoh NU dalam negeri, semua tercegat oleh warga NU.

Dari percakapan di grup, para LO yang ikut bersama rombomngan tamu nampak begitu kalut. LO Daker Juanda malah kemudian merasa bersyukur tidak ikut rombongan, karena menyadari betapa repotnya harus menenangkan para tamu luar negeri yang terjebak macet. Bahkan saya pribadi sudah tidak mau lagi melihat percakapan grup, karena tidak tega dengan para LO yang ikut rombongan. Di media sosial maupun media mainstream, nampak ramai juga berita soal kemacetan di jalan tol menuju stadion.    

Di sela-sela tugas hari itu, soal kemacetan menjadi tema utama obrolan para LO Daker Juanda. Kami dapat kabar kalau Mas Tob yang ikut bersama rombongan sampai menangis menghadapi keruwetan hari itu. Satu LO melekat, Erik Erfinanto, yang mengantar tamunya ke bandara untuk pulang hari itu bercerita. Kata sang tamu yang mantan duta besar Arab Saudi untuk Indonesia itu, kemacetan tol hari itu persis kemacetan di jalan-jalan menuju Arafah sewaktu dulu kendaraan pribadi masih boleh masuk area wukuf.  

Saya sempat juga mengobrol dengan Faizin Zuhri, LO umum yang akhirnya diperbantukan di Daker Bandara. Kami berdua membicarakan bagaimana kemungkinan acara NU dengan massa sebanyak ini tapi tidak menimbulkan kemacetan. Mungkin saja, setelah peringatan 1 Abad Hijriyah ini, NU mau bikin peringatan 1 Abad Masehi di tahun 2026. Saya terpikir, lebih baik warga NU bikin acara di daerah sendiri-sendiri saja, tapi bikin rantai manusia yang panjang. Pikiran itu muncul setelah saya teringat Baltic Way 1989, di mana rantai maunisa bisa sambung menyambung sepanjang 690 kilometer melintasi 3 negara. Kami ngobrol asyik sambil sesekali ketawa-ketawa.

Kontributor

  • Muhyidin Basroni

    Muhyidin Basroni, Lc., MA., peminat kajian sejarah, budaya dan seni dalam Islam, pernah belajar di Universitas Al-Azhar Kairo, kini mengajar di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta.