Tadi malam, saya dapat kesempatan untuk ikut diskusi dalam acara khataman kitab ‘Fushul Muntaza’ah’ yang diadakan oleh PP. Ar-Risalah li al-Dirasat al-Islamiyyah, Tundan, Jogjakarta, secara daring. Tema yang saya angkat adalah ‘Metafisika Kesempurnaan dalam Filsafat Politik Al-Farabi’.
Sebagai satu pengantar, kajian saya di atas barangkali adalah lanjutan dari proyek ‘Being and Perfection’, ‘Knowledge and Perfection’, ‘Ethic and Perfection’, dan ‘Aesthetic and Perfection’. Boleh jadi, kajian di atas akan menjadi satu tema tersendiri dalam buku ‘Politics and Perfection’.
Tapi saya sadar, proyek filsafat ini amat sangat panjang dan mungkin membutuhkan waktu seumur hidup. Al-Farabi sendiri menghabiskan waktu delapan tahun untuk mempelajari semua silabus filsafat, setelah mendalami logika dari gurunya Yuhanna ibn Hailan. Dalam catatan sejarah, Al-Farabi mempelajari semua silabus filsafat itu di kota Konstantinopel.
Setelah itu, karya filsafat Al-Farabi lahir dari pikiran cemerlangnya. Tentu, kita bisa menyebut kitab-kitab terkenalnya itu: ‘Ara Ahl al-Madinah al-Fadhilah’, ‘as-Siyasah al-Madaniyyah’, ‘Tahshil al-Sa’adah’.
Di antara kitab-kitab terkenalnya itu, ada satu kitab yang berisi aforisme-aforisme, tertuang dalam judul ‘Fushul Muntaza’ah’ (judul dalam tahkikan Fauzi M. Najjar) atau ‘Fusuhul al-Madani’ (dalam tahkikan D.M. Dunlop).
Dalam catatan Ibn Abi Ushaibi’ah, Al-Farabi menulis ‘al-Madinah al-Fadhilah’ di Baghdad, kemudian membawa naskah itu ke Syam pada tahun 330 H., diteruskan ke Damaskus pada 331 H. Setelah itu, saat membaca ulang naskahnya, Al-Farabi meletakkan bab-bab dalam bukunya tersebut. Tetapi orang-orang (mungkin kawan Al-Farabi) meminta Al-Farabi menuliskan pasal-pasal untuk buku yang telah diberinya babakan tersebut. Pasal-pasal inilah yang kemudian disebut ‘Fushul Muntaza’ah’ atau ‘Fushul al-Madani’.
Apa isi dari kitab itu? Berikut saya terjemahkan beberapa aforismenya:
“Orang yang menyembuhkan badan namanya dokter, sedangkan orang yang menyembuhkan jiwa adalah insan negarawan (madani) atau dinamamakan juga ‘raja’.”
“Manusia memiliki dua kesempurnaan: awal dan akhir. Kesempurnaan akhir kita dapat bukan di dunia ini melainkan di kehidupan akhirat nanti, jikalau sebelumnya didahului oleh kesempurnaan awal dalam kehidupan kita ini. Sementara kesempurnaan yang awal adalah ketika manusia melakukan semua keutamaan. Bukan dalam arti bahwa manusia memiliki keutamaan saja tanpa melakukan tindakan keutamaan tersebut. Lantaran kesempurnaan adalah bertindaknya manusia bukan untuk memeroleh keahlian yang dengannya timbul tindakan.”
“Syarat yang tak bisa diganggu gugat dari seorang pemimpin Kota Utama adalah orang yang paling sempurna kebahagiaannya, lantaran ia menjadis sebab bagi kebahagian penduduk kota tersebut.”
“Ilmu tentang yang hakiki adalah ilmu yang benar dan meyakinkan di tiap masa, bukan benar dan meyakinkan di satu masa dan tidak di masa yang lain.”
“Keburukan sama sekali tidak ada, dan tidak ada pula dalam sesuatu di alam-alam raya. Intinya, keburukan tidak ada di dalam sesuatu yang eksistensinya sama sekali bukan akibat kehendak manusia.”
“Manusia senantiasa harus meneliti tujuan akhir dari terciptanya manusia, ialah kesempurnaan yang mesti dicapai oleh manusia itu sendiri, juga meneliti segala sesuatu yang dapat mengantarkan manusia menuju ke kesempurnaan tersebut.”
“Tubuh ada lantaran adanya jiwa, jiwa ada karena adanya kesempurnaan terakhir, yaitu kebahagiaan.”