Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Hati-hati dalam Mengambil Ilmu Agama

Avatar photo
22
×

Hati-hati dalam Mengambil Ilmu Agama

Share this article

Menuntut ilmu agama merupakan sebuah keharusan bagi kita sebagai umat muslim.

Kita harus terus berusaha untuk menambah keilmuan kita. Khususnya dalam bidang agama agar ibadah yang kita lakukan setiap saat memiliki dasar dan bukan hanya sekedar ikut-ikutan saja.

Lalu kepada siapakah kita harus belajar ilmu agama? Apakah kita bisa mempelajarinya sendiri, menggali sendiri isi kandungan Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber utama agama Islam?

Jawabannya tentu saja, kita harus belajar kepada orang-orang yang sudah memiliki kemampuan di bidangnya. Yaitu, para ulama yang jelas silsilah keilmuannya, dan jelas telah teruji kealimannya.

Bukankah Allah ta’ala telah berfirman:

فاسألوا أهلَ الذكرِ ان كنتم لا تعلمون

“Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan (ulama) jika kamu tidak mengetahui.” (QS. an-Nahl: 43)

Menurut para ulama ahli tafsir, maksud kata “Ahludz zikri” dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang Nabi-nabi dan Kitab-kitab. Mereka adalah para ulama yang kompeten dan kredibel.

Sebagai orang awam, kita tidak bisa belajar tentang Islam secara langsung dari al-Qur’an dan hadits.

Untuk mempelajarinya secara langsung, dibutuhkan berbagai macam disiplin ilmu yang sangat dalam, guna memahami apa yang dimaksudkan dalam al-Qur’an dan hadits.

Di antara macam disiplin ilmu tersebut adalah Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits, ilmu Asbabunnuzul, Asbabul wurud, ilmu bahasa dan sastra yang meliputi ilmu nahwu, shorof dan balaghah, dan masih banyak lagi cabang-cabang ilmu lainnya.

Ilmu agama adalah senjata yang dapat digunakan oleh orang mukmin untuk melawan hawa nafsunya sendiri, untuk membedakan antara hal-hal yang bermanfaat, dan hal-hal yang berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Ilmu agama juga dapat digunakan untuk membedakan antara perbuatan yang diridhai dan yang dibenci oleh Allah.

Dengan ilmu agama, kita bisa membedakan antara kufur dan iman, antara tauhid dan syirik.

Dengan ilmu agama, kita tahu bahwa Allah tidak menyerupai sesuatu pun dari makhluk-Nya, dan tidak ada satupun makhluk yang menyerupai Allah.

Dengan ilmu agama, kita bisa mengetahui apa yang boleh kita katakan dan mengapa kita mengatakannya, kita juga tahu kapan kita sebaiknya diam dan kenapa kita diam.

Kita semua tahu bahwa manusia tidak terlahir sebagai orang yang berilmu. Maka dari itu, menuntut ilmu adalah sebuah keharusan.

Hal ini sebagaimana ditegaskan Baginda Nabi Muhammad SAW dalam hadits shahih riwayat Ath-Thabarani:

يَا أَيّهَا النَّاس تَعَلَّمُوا إنما العلم بالتعلم

“Wahai manusia, pelajarilah ilmu, sesungguhnya ilmu hanya diperoleh dengan proses belajar.” (HR. Ath-Thabarani)

Dengan kemajuan teknologi sekarang ini, kita bisa dengan santai duduk di rumah sambil menyimak sekian banyak pengajian yang disampaikan oleh para kiai, ulama, intelektual muslim, santri, dan kalangan lainnya.

Namun kemudahan ini tentu saja bisa menjadi bumerang dan musibah bagi kita, jika kita tidak pandai dalam memilih pengajian agama.

Banyak sekali orang-orang yang menyampaikan materi agama, justru kemampuan pemahaman agama mereka masih minim atau bahkan tidak sesuai dengan pemahaman para ulama Ahlussunnah wal Jamaah.

Kita harus meneliti betul apakah yang menyampaikan materi tersebut adalah orang yang layak dalam keilmuan agama atau tidak, memiliki sanad atau tidak, aqidahnya lurus atau tidak.

Jangan sampai kita menyimak pengajian dari sembarang orang yang tidak jelas keilmuannya.

Ada sebuah Maqalah dalam muqaddimah Shahih Muslim:

إن هذا العلمَ دينٌ فانظروا عمن تأخذون دينَكم

“Sesungguhnya ilmu agama ini adalah agama itu sendiri, maka cermatilah dari siapa kalian mengambilnya.”

اللهم انفعنا بما علّمتنا وعلّمنا ما ينفعنا

آمين يا رب العالمين

Kontributor

  • Arif Khoiruddin

    Lulusan Universitas Al-Azhar Mesir. Tinggal di Pati. Pecinta kopi. Penggila Real Madrid.