Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Catatan Kecil Seputar Islamisasi Pengetahuan

Avatar photo
23
×

Catatan Kecil Seputar Islamisasi Pengetahuan

Share this article

Jika
benar yang dimaksud oleh Syed Naquib al-Attas dari Islamisasi
Pengetahuan
adalah apa yang selama ini dipahami kebanyakan orang di sini,
bahwa ilmu-ilmu “sekuler” perlu diislamkan, di mana cara praksisnya adalah
ditambahkan Islamic Worldview, kemudian dicangkokkan label Islam di
belakangnya seperti ekonomis Islam, kedokteran Islam, akuntansi Islam, dan
seterusnya, maka saya pribadi tidak yakin maksud beliau demikian, melihat rekam
jejak kealiman beliau.

Namun
jika benar maksudnya seperti di atas, maka saya ingin mengatakan, bahwa hal ini
salah kaprah secara metodologis. Pandangan seperti ini tak berangkat dari
kedalaman epistemologi
ilmu
yang kuat.

Apa
sebabnya? Karena sebuah kaedah yang disepakati semua ilmuwan Islam di semua
kitab-kitab muktamad menyatakan bahwa:

تختلف العلوم باختلاف الموضوعات

“Ilmu
menjadi berbeda karena perbedaan topiknya.”

الموضوع هو ما يبحث في العلم عن أحواله
الذاتية

“Topik
adalah keadaan-keadaan esensial yang dibahas dalam suatu ilmu.”

Simpelnya,
hal yang membedakan satu ilmu dari ilmu-ilmu lainnya adalah karena topik yang
dibicarakan kedua ilmu itu berbeda. Jika topiknya sama, dua hal itu bukan dua
ilmu yang berbeda. Bisa jadi berbeda beberapa pembahasannya, tapi perbedaannya bukan
hal esensial sehingga tak mencapai level menjadi ilmu mandiri.

Saya
pribadi sedikit memahami, bahwa yang digadang-gadang orang sebagai Islamisasi
Pengetahuan, kemudian menyodorkan ilmu-ilmu semacam Ekonomi
Islam
, Kedokteran Islam dan seterusnya, itu hanya marketing saja. Agar
orang-orang tertarik mempelajarinya, maka
disematkanlah label yang berbeda. Masalahnya,
beberapa kalangan akademis meyakini betul bahwa Ekonomi dan Ekonomi Islam,
misalnya, itu dua ilmu berbeda yang saling mandiri.
Dan ini kecelakaan metodologis bagi saya.

Beberapa
tahun yang lalu, Darul Ifta’ al-Mishriyyah menyelenggarakan seminar seputar
perbankan. Di sana, para alim
ulama dari
Lembaga Fatwa Mesir itu
menyebut dengan jelas, bahwa tidak ada yang namanya
Ekonomi Islam. Yang ada
adalah ilmu ekonomi dan fikih. Namun tak ada
Ekonomi Islam. Alasannya seperti yang saya sebutkan di atas.

Jika
beberapa kawan tak sepakat dengan keterangan saya ini, coba sekarang sodorkan
kepada saya kurikulum ekonomi Islam yang diajarkan di
kampus dan universitas. Kita bandingkan, sejauh mana
pembahasan itu berbeda dibanding ekonomi konvensional pada umumnya. Saya yakin
tak ada perbedaan esensial. Hanya penambahan satu dua bab, perubahan beberapa
nama istilah dengan maksud dan mekanisme yang sama.

Suatu
ketika saya menghadiri seminar Komisaris Bank Panin
yang diselenggarakan di KBRI Kairo Mesir. Beliau juga penasehat BMT Sidogiri.
Beliau yang pakar ilmu ekonomi itu dengan jelas mengatakan, bahwa ekonomi Islam
yang diajarkan di kampus-kampus adalah ekonomi itu sendiri. L
etak perbedaan, kebanyakan ada di nama istilah saja. Tapi mekanisme, core
idea
dan prakteknya sama.

Ini
salah satu contoh saja, tentang ilmu yang dianggap sebagai ilmu baru bercorak
islamisasi pengetahuan.

Intinya,
jika itu hanya strategi marketing agar orang mempelajari beberapa hukum syariah
terkait ekonomi, saya setuju. Tapi menganggap bahwa ada dua ilmu yang berbeda
secara epistemologis hanya dengan salah satunya berlabel Islam, maka jelas saya
keberatan.

“Dan
ilmu itu sebenarnya tak berkelamin agama.”

Kontributor

  • Muhammad Nora Burhanuddin

    Nama lengkapnya Muhammad Nora Burhanuddin, Lc. MA. Seorang cendekiawan muda muslim lulusan Universitas Al-Azhar Mesir. Selain disibukkan mengajar dan mengisi seminar, juga menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah PCINU Mesir.