Ilmu agama
sangatlah beragam dan jenjang tingkatannya sangatlah luas, akan tetapi apa yang
harus dipelajari oleh semua orang? Sampai kadar apa seorang muslim secara umum
dianggap cukup mempelajarinya sehingga boleh berpindah untuk mempelajari
beragam ilmu lainnya yang dibutuhkan sesuai tuntutan zaman masing-masing?
Jawaban
para ahli atas pertanyaan seputar ilmu
agama di atas mungkin beragam, akan tetapi saya tertarik untuk menukil pendapat seorang
Ulama Nusantara dari tanah Madura yang kharismatik, yakni KH. Abdul Hamid Bin
Itsbat, pendiri Pesantren Banyuanyar, salah satu pesantren sepuh di Pamekasan
yang berdiri pada tahun 1700-an. Dalam kitabnya yang berjudul Tarjuman,
beliau berkata dalam bahasa Madura yang artinya:
“Ketika
si anak sudah bisa membaca al-Qur’an dengan benar, maka suruhlah ia mengaji
kitab-kitab akidah, yaitu ilmu untuk meyakini berbagai sifat yang wajib,
mustahil dan jaiz atas Allah Ta’ala dan para Nabi utusan Allah. Kemudian
suruhlah mengaji tata cara berbakti kepada Allah lalu suruhlah mengaji ragam perbuatan maksiat
anggota badan, sebagaimana disebutkan dalam kitab Safinatun Najah, Bafadhal,
Sullamut Taufiq, Bidayatul Hidayah dan kitab sejenisnya. Apabila terbuka
akalnya (cerdas), maka suruhlah mengaji ilmu sharaf, nahwu, fikih, tafsir dan
tasawuf agar menjadi wakil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang
sempurna, insya Allah.”
Dari
uraian tersebut ada beberapa hal yang bisa disimpulkan:
Pertama: Ilmu pertama yang wajib diajarkan
adalah ilmu membaca al-Qur’an. Dengan kata lain, mengenalkan huruf Arab dan tajwid untuk dapat membaca al-Qur’an adalah hal pertama yang harus
diberikan pada seorang anak.
Kedua: Setelah dapat membaca al-Qur’an,
barulah belajar ilmu akidah. KH. Abdul Hamid merekomendasikan kitab Ummul Barahin
karya Imam as-Sanusi dan kitab Kifayatul Awam karya Syaikh Muhammad Fudhali al-Azhari.
Kedua
kitab tersebut adalah kitab dasar yang dengan baik menjelaskan bagaimana akidah
islam Ahlussunnah wal Jama’ah dalam manhaj Asy’ariyah. Imam Sanusi merupakan
salah satu mujaddid ilmu kalam yang mampu menyederhanakan bahasan ilmu kalam
yang sebelumnya dibahas dengan rumit di era Imamul Haramain dan jauh lebih
rumit lagi di era Imam ar-Razi.
Ajaran
ala Imam Sanusi (madrasah sanusiyah) inilah yang kemudian menjadi madrasah
standar ilmu akidah islamiyah di berbagai penjuru dunia Islam. Syaikh Muhammad
Fudhali al-Azhari adalah salah satu ulama besar yang mengikuti jejak imam
Sanusi ini. Beliau adalah guru dari Imam al-Bajuri, seorang Imam manhaj
Asy’ariyah yang hidup dua abad lalu. Pemilihan dua kitab tersebut merupakan
pilihan tepat dan teliti.
Ketiga:
Melanjutkan pengetahuan dasar yang wajib dipelajari semua orang, yakni ilmu
peribadatan (fikih ibadah), pengetahuan tentang hal-hal yang haram agar
dijauhi, ilmu akhlak dan amalan-amalan dasar seperti bacaan doa dan dan
amaliyah sunnah sehari-hari.
Kyai
Abdul Hamid mencontohkan kitab-kitab di mana semua kebutuhan dasar dapat
dipenuhi, yakni kitab Safinatun Najah karya Syaikh Habib Salim bin
Sumair, Bafadhal (al-Muqaddimah al-Hadhramiyyah) karya Syaikh Habib
Abdullah Bafadhal, Sullamut Taufiq karya Syaikh Habib Abdullah Ba‟alawi dan Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali.
Semua
kitab tersebut adalah kitab dasar yang dipilih dengan cermat sesuai kebutuhan
kaum muslimin. Kebanyakan isinya membahas fikih dasar seperti perkara najis,
bersuci dari hadas, shalat, puasa zakat dan haji. Selebihnya adalah sedikit
tentang akidah dan penyucian jiwa serta amalan sunnah. Ini adalah kadar yang
wajib diketahui bagi muslim secara umum.
Ada
kadar pembahasan yang saya kira perlu ditambahkan sesuai penjelasan Imam
Ghazali dalam Ihya’, namun ini hanya wajib bagi yang berkutat di
dalamnya, misalnya seorang muslim wajib belajar tentang hukum jual beli, sewa,
gadai, bagi hasil dan seterusnya apabila dia hendak melakukan bisnis tersebut.
Bila tidak terlibat dengan hal itu tentu tidak wajib.
Keempat: Tahapan tingkat lanjut bagi mereka yang
berniat menjadi wakil Rasul alias ulama.
Tahapan ini hanya untuk mereka yang dianugerahi kecerdasan akal sehingga mampu
mencapai kualifikasi yang dibutuhkan.
Kualifikasi
tersebut adalah ilmu alat seperti ilmu nahwu dan sharaf, lalu ilmu inti semisal
ilmu fikih tingkat lanjut, ilmu tafsir, ilmu hadis dan ilmu tasawuf tingkat
lanjut. Bagian ini adalah fardhu kifayah dalam arti tidak wajib dipelajari
semua orang, namun dalam satu kelompok wajib ada yang mempelajari sehingga bisa
mengajari orang lain.
Demikian
paparan ilmu
agama yang
bisa kita pahami dari nasehat KH. Abdul Hamid Banyuanyar yang dari keturunan
dan para santrinya telah tersebar banyak sekali pondok pesantren di
wilayah Madura dan Jawa Timur secara umum.