Setiap
dari kita pasti bersedih dengan adanya wabah
dan bencana yang berturut-turut. Banyak yang peduli, banyak yang
mati-matian membantu para korban, ada juga yang acuh dengan para korban, bahkan
kemudian menyalahkan mereka dengan alasan bencana itu adalah azab dari
kemaksiatan yang mereka lakukan.
Dengan
lisan syariat, sekilas bahwa segala bentuk bencana memang benar adanya, ia
adalah cobaan
dari Allah SWT untuk memperingatkan hamba-Nya yang lalai. Al-Quran melukiskan
hal itu dalam surat Ar Rum: 41 yang artinya, “Kerusakan yang terjadi di
daratan dan lautan adalah akibat perbuatan manusia sendiri, agar mereka
merasakan sebagian hukuman dari apa yang telah mereka perbuat, agar mereka
kembali kepadaku.”
ظهر الفساد في البر والبحر بما كسبت أيدي
الناس ليذيقهم بعض الذي عملوا لعلهم يرجعون
Dalam
ayat lain, Allah SWT juga mengisahkan kepada kekasih-Nya Rasulullaah Saw
tentang apa yang terjadi pada umat-umat terdahulu, “Sungguh kami Allah telah
mengutus para utusan kepada umat-umat terdahulu, namun kami adzab mereka dengan
ba’saa (kekeringan dan kelaparan) dan dharra’ (wabah dan penyakit), agar mereka
sepenuhnya tulus kembali kepadaku.” (QS. al-An’am [6]: 42)
ولقد أرسلنا إلى أمم من قبلك فأخذناهم
بالبأساء والضراء لعلهم يتضرعون
Rasulullah
Saw juga menguatkan makna dari pada dua ayat di atas dalam sebuah hadis panjang
riwayat Ibnu Majah dan Al-Hakim dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhuma;
خمس إذا ابتليتم بهن وأعوذ بالله أن تدركوهن,
ما ظهرت الفاحشة في قوم قط حتى يعلنوا بها إلا فشا فيهم الطاعون والأوجاع التي لم
تكن مضت في أسلافهم الذين مضوا, ولم ينقصوا المكيال والميزان إلا أخذوا بالسنين
وشدة المؤنة
“Lima
musibah
yang mungkin akan menimpa kalian, dan aku berlindung kepadaNya agar kalian
tidak menjumpainya; jika zina sudah merajalela maka akan datang wabah dan
kelaparan, jika banyak yang berbuat curang pada timbangan saat bertransaksi
maka akan datang masa paceklik panjang dan pemerintah yang dzalim, jika umat
Islam tidak lagi menunaikan zakat maka akan datang kekeringan, jika komitmen
beragama sudah rusak maka musuh akan mudah sekali mengahancurkan agama, dan
jika hukum Allah tidak lagi diperhatikan maka akan datang penyakit dan bencana
lainnya.”
Namun,
yang perlu digarisbawahi ketika sudah terjadi bencana adalah solusi syariat
dari bencana yang ada, bukan sebab-sebab dari bencana itu. Lisan syariat pun
sudah memberikan solusi immaterial (selain solusi material berupa usaha-usaha
lahir), persis di akhir kedua ayat di atas, yaitu kembali kepada-Nya, kembali
hanya kepadaNya dengan tulus dan penuh kepasrahan, itulah yang dimaksud dengan
‘tadharru’.
Pun
solusi syariat semakin jelas pada lanjutan surat Al-An’am di atas ketika Allah
SWT menceritakan umat terdahulu, “Seharusnya setelah mereka kami timpa dengan
bencana, mereka kembali kepadaku, akan tetapi hati mereka membatu dan mereka
berada dalam genggaman setan.”
Kampanye
sebab-sebab bencana selayaknya disampaikan sebelum bencana terjadi, agar tidak
malah menyalahkan para korban sehingga menyakiti mereka, pun di antara korban
bencana banyak dari kalangan anak-anak kecil yang tidak berdosa, banyak
orang-orang shaleh juga yang menjaga Islam di sana. Sungguh jika Allah sudah
berkehendak, maka tidak ada satupun yang bisa menghalanginya, karena Dia adalah
Dzat yang maha absolut lagi sempurna.
Imam
Bajuri pernah menceritakan ketika mensyarah matan Jauharah Tauhid kisah
Syekh Afifuddin bin Yusuf (666 H).
Syekh
Afifuddin berkata: Ketika aku di Mesir, aku mendengar kabar apa yang terjadi di
Baghad, pembantaian yang mengerikan oleh tentara Mongol. Hatiku tidak terima
dengan itu semua dan aku berseru, “Wahai Tuhan, bagaimana ini bisa terjadi
sedangkan banyak korban pembantaian adalah anak-anak kecil dan orang-orang yang
tidak berdosa.” Kemudian aku mimpi di malam hari melihat seorang laki-laki
membawa buku catatan, aku mengambilnya dan ternyata isinya adalah beberapa bait
yang membantah keresahan hatiku;
“Janganlah
kamu mencoba membantah dan mengingkari apa yang terjadi, segala yang terjadi di
muka bumi ini bukanlah urusanmu. Janganlah kamu menanyakan apa yang Allah
lakukan kepada hamba-Nya.”
دع الاعتراض فما الأمر لك * ولا الحكم في
حركات الفلك
ولا تسأل الله عن فعله * فمن خاض حجة بحر هلك
إليه تصير أمور العباد * دع الاعتراض فما
أجهلك
~Disari
dari khutbah jumat Syekh Umar Hasyim di Masjid Azhar dengan penambahan dan
pengurangan.