Tidak kalah dari Ramadlan, Sya’ban
juga menyimpan banyak pelajaran dan keutamaan. Pemindahan arah kiblat terjadi
pada pertengahan bulan Sya’ban, dan itu baru salah satunya.
Pergantian kiblat ini juga meyakinkan
adanya koneksi kuat antara Ka’bah yang terletak di Masjid Al-Haram dengan Masjid
Al-Aqsha.
Selain itu, pergantian arah
qiblat ini juga menjadi titik balik dalam perjalanan umat muslim, tak terhitung
faidah, pelajaran dan teladan yang tersirat maupun tersurat dari kejadian ini.
Seperti dilansir dari Youm7,
Pusat Fatwa Elektronik Internasional Al Azhar menyatakan, pergantian arah
kiblat menegaskan akan moderasi umat islam.
Al-Azhar juga menyingkap beberapa
pelajaran untuk ditadabburi bersama terkait fenomena pemindahan arah kiblat shalat
umat muslim ini.
Berikut enam hikmah dalam pergantian kiblat yang terjadi pada bulan Sya’ban:
1. Meneguhkan keagungan Allah SWT
sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an,
وَلِلَّهِ
الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ الله إِنَّ الله
وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan milik Allah timur dan barat. Ke manapun
kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Maha Luas, Maha
Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 115)
2. Memotivasi manusia untuk mengubah
keadaannya, semata demi mencari ridla Allah SWT.
Memperbaiki hubungan antara hamba
dengan Tuhannya adalah alasan utama untuk memperbaiki seluruh urusan dan
keadaan kita.
3. Pemindahan arah kiblat adalah
sebuah ujian bagi mereka yang beriman, ketika menerima perintah dari Allah SWT.
Dalam pergantian arah kiblat dari
masjid Al-Aqsha ke masjid Al-haram, sepatutnya kaum Mu’min bersegera untuk
menunaikan perintah tersebut seraya berkata,
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا
وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
“Kami dengar dan kami taat.” (QS. Al-Baqarah: 285)
Sedangkan orang-orang musyrik, kekufuran
dan ketidaksukaan mereka kepada Islam bakal semakin bertambah. Mereka juga,
lantas berkata, “Nanti juga Muhammad bakal kembali ke agama kita seperti yang
ia lakukan kepada kiblat kita.”
Orang-orang Yahudi turut menimpali,
“Jika benar Muhammad adalah seorang nabi, maka ia tak akan berpaling dari
kiblat kita (masjid Al-Aqsha). Keberpalingannya telah menunjukan bahwa ia
bukanlah nabi.”
Tidak ingin kalah, para munafik
ikut berpastisipasi dalam barisan orang musyrik dan yahudi. Mereka membuat
orang-orang bingung dengan berusaha membuat orang-orang ragu.
Mereka berkata, “Jika kiblat yang
pertama itu yang benar, maka kita telah meninggalkan kebenaran. Jika memang kiblat
kedua yang benar, maka kala kita beribadah menghadap kiblat pertama, kita dalam
kebathilan.”
Keraguan ini menyebar ke setiap
sisi kota.
Hal ini seperti perumpamaan orang
bodoh yang berkata sesuai dengan hawa nafsu mereka.
Allah SWT berfirman,
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا
وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Orang-orang yang kurang akal di antara manusia akan
berkata, “Apakah yang memalingkan mereka (Muslim) dari kiblat yang dahulu
mereka (berkiblat) kepadanya?” Katakanlah (Muhammad), “Milik Allah-lah timur
dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang
lurus.” (QS. Al-Baqarah: 142)
4. Membuktikan kebesaran nabi Muhammad SAW dan keagungan kedudukannya
di sisi Allah SWT.
Rasululllah SAW suka mengarahkan doanya ke Bait Al-Haram
sekaligus mengingat kakek moyangnya, Ibrahim AS.
Maka Allah SWT. akhirnya mengkabulkan keinginan Rasulullah
SAW dan memerintahkannya untuk memindahkan arah kiblat dari Masjid Al-Aqsha ke
Ka’bah.
Imam Al-Wahidi berkata pada kitab Asbab An-Nuzul
bahwa Rasulullah SAW pernah berkata kepada Jibril AS.
“Aku berharap Allah SWT memberikanku kiblat yang berbeda
dengan kiblat orang Yahudi, Rasulullah SAW menginginkan Ka’bah, karena itu
adalah kiblat Nabi Ibrahim AS.”
Jibril AS menjawab, “Maafkan aku, wahai Muhammad. Aku adalah hamba
Allah sepertimu. Mintalah langsung kepada Tuhanmu agar mengubahnya ke
kiblat Nabi Ibrahim AS.”
Jibril AS
segera beranjak dan Rasulullah SAW memandang langit seraya bermunajat agar
Jibril datang dengan apa yang Nabi SAW minta. Allah SWT lantas menurunkan ayat
tentang pemindahan Kiblat.
Hal ini
direkam oleh Al-Qur’an dalam bahasa yang apik,
قَدْ نَرَى
تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا
وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Kami
melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami
palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke
arah Masjidil Haram. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke
arah itu.” (QS. Al-Baqarah: 144)
5. Meneguhkan hubungan yang kuat
antara Masjid Al-Haram selaku rumah peribadatan pertama di dunia dengan masjid Al-Aqsha,
rumah peribadatan teragung kedua di dunia.
Hal tersebut sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori ra,
Suatu hari, Abu Dzar
bertanya kepada Rasulullah SAW. tentang masjid mana yang dibangun pertama kali?
Rasulullah SAW menjawab bahwa masjid pertama adalah Masjid Al-Haram lalu Masjid
Al-Aqsha.
6. Mempertegas sifat moderat umat
Nabi Muhammad SAW dalam nalar dan cara penerapannya.
Syariat Islam mengajarkan untuk tidak
menyulitkan sesuatu juga tidak menyepelekannya. Imam Mawardi dalam kitab
Tafsirnya berkata, “Moderasi adalah mengambil jalan tengah dalam perkara. Umat
Muslim bermoderat dalam beragama, maka ia bukan tempat bagi mereka yang ghuluw
ataupun yang abai.”