Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Bersama Rasulullah Saw.

Avatar photo
26
×

Bersama Rasulullah Saw.

Share this article

Sebagai umat Rasulullah Muhammad Saw. kita sangat berharap bisa bertemu dengan beliau. Terlebih, kelak nanti di Sorga-Nya. Saya kira kebahagiaan tertinggi setelah bertemu dengan Allah SWT. adalah kesempatan bersua dengan beliau. Dia adalah sosok sempurna yang amat dirindukan setiap muslim.

Senang sekali membaca kisah-kisah yang selalu menerbitkan asa untuk tetap bisa bertemu dengan beliau, meski banyak di antara kita merasa tidak pantas mendapatkan anugerah ini karena derajat yang terlalu jauh memisahkan diri dari beliau. Apalah kita ini, yang banyak ternodai oleh kesalahan-kesalahan yang tak kunjung dapat kita kalahkan, sehingga kita kelak bisa bertemu dengan Sang Kekasih? Namun kisah-kisah berikut ini membikin asa itu rasanya tak pernah padam.

Tsauban adalah seorang budak yang telah dimerdekakan oleh Rasulullah. Referensi-referensi tafsir menyebutkan, bahwa ia begitu mencintai Rasul. Ia tak tahan lama berpisah dari beliau. Suatu hari ia datang kepada beliau, mukanya pucat dan badannya kurus. Ia tampak sedih. Rasulullah berkata kepadanya:

“Apa gerangan yang mengubah dirimu?”

“Wahai Rasulallah,” jawab Tsauban, “saya tidak sedang sakit, juga tidak sedang mengalami nyeri. Saya hanya sangat merindukanmu sehingga saya merasa kesepian sampai saya dapat bertemu dengan engkau. Kemudian, saya ingat akhirat. Saya khawatir kelak tidak bisa bertemu denganmu di sana. Saya menyadari, engkau akan diangkat bersama para nabi, sementara saya jika masuk sorga akan berada di tempat yang lebih rendah dari tempatmu, dan jika tidak masuk sorga itu berarti saya tak akan melihatmu selamanya.”

Berkenaan dengan peristiwa ini, turunlah Ayat 69—70 Surat An-Nisā`:

ومن يطع الله والرسول فأولئك مع الذين أنعم الله عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا. ذلك الفضل من الله وكفى بالله عليما

Siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (akan dikumpulkan) bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Itulah karunia dari Allah. Cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui.[1]

Tampaknya, keresahan ini bukan saja dirasakan oleh Tsauban, akan tetapi juga dialami oleh sejumlah sahabat lainnya. Qatadah menyebut “ba’dh aṣḥāb an-Nabiyy”, sebagain sahabat Nabi, dalam peristiwa yang mirip. Dalam riwayat ini, mereka menyebut dirinya dengan “kami” saat menyempaikan keresahannya.[2] Sementara Muqātil menyebut “rajul min al-anṣār”, lelaki dari Ansar[3], dan Aisyhah menyebut “rajul” seorang lelaki, tanpa ada imbuhan “dari Ansar”[4].

Abdullah bin Mas’ud menceritakan, “Kami bersama Rasulullah Saw. dalam suatu bepergian. Tiba-tiba, Seorang badui (datang dan) menyeru dengan suara lantang:

“Wahai Muhammad!”

“Apa yang engaku inginkan?” Nabi Muhammad Saw. membalasnya,

“Seseorang mencintai kaum, akan tetapi ia tidak beramal seperti mereka?”

“Al-Mar`u ma’a man aḥabba, Seseorang (kelak) bersama orang yang ia cintai,” jawab Rasul Saw.[5]

Anas bin Malik menceritakan, “Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw.:

“Kapan hari kiamat?”

“Apa yang telah engkau persiapkan untuknya? Jawab Baginda Rasul.

“Saya tidak menyiapkan untuk (kiamat) itu, banyak salat, tidak juga banyak puasa, dan tidak pula banyak sedekah. Akan tetapi, saya mencintai Allah dan Rasul-Nya,” kata lelaki itu.

“Engkau bersama orang yang engkau cintai!” tegas Rasul.”[6]

Anas memberi catatan atas persitiwa ini, “Tak ada kebahagiaan kami, setelah kebahagiaan Islam, yang melebihi kebahagiaan kami atas pernyataan Nabi Muhammad Saw., “Engkau bersama orang yang engkau cintai.” Kata Anas, “Saya mencintai Allah, Rasulnya, Abu Bakar dan Umar. Saya berharap (kelak) bersama mereka meski saya tidak beramal seperti mereka.”[7]

Umat Islam dewasa ini—sekarang sudah 1442 H.—mengenal Rasulnya melalui berbagai sumber dan pemahaman. Lima belas abad adalah rentang waktu yang amat panjang, sangat cukup untuk membuat persepsinya berbeda-beda tentang Rasul Saw. Namun, atas semua perbedaan itu mereka tetaplah umat Rasulullah Saw. Atas nama cinta kepada baginda Rasul, semoga tetap bisa saling mendekat. Saya kira, tak ada satu kelompok pun yang utuh dalam kebenaran.

Ya Allah, berilah kami anugerah mencintaimu, mencintai Rasulmu, dan mencintai sesama umatnya. Jangan tancapkan dalam hati kami kebencian kepada sesama muslim.

[1] Lihat, misalnya, Tafsīr al-Baghāwi 1/659

[2] idem.

[3] Al-Lubāb fī ‘Ulūm al-Kitāb 6/476

[4] Al-Mu’jam al-Awsāṭ 1/152

[5] Sunan At-Tirmiżī 4/174; Ṣaḥīḥ Al-Bukhārī 8/39

[6] Ṣaḥīḥ Al-Bukhārī 8/40.

[7] Ṣaḥīḥ Muslim 4/2032.

Kontributor

  • Abdul Ghofur Maimoen

    Nama lengkapnya Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen, Lc., MA. Setelah menyelesaikan studi doktoral di Universitas Al-Azhar Mesir, kini beliau menjadi pengasuh PP. Al-Anwar 3 Sarang-Rembang, Rektor Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al Anwar, Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dan Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor.