Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Melawan Pemerintah ala Rakyat Dinasti Abbasiyah

Avatar photo
33
×

Melawan Pemerintah ala Rakyat Dinasti Abbasiyah

Share this article

Alkisah, di awal masa pemerintahan Abu Jakfar Al-Manshur, Khalifah kedua Dinasti Abbasiyah, terdapat seorang laki-laki yang dikabarkan menyimpan senjata dan sisa-sisa harta Bani Umayyah. Laki-laki ini seorang buruh.

Khalifah Al-Manshur bertitah kepada prajurit untuk segera menangkap buruh tersebut. Dengan mudah, si buruh ditemukan dan dihadapkan kepada khalifah yang terkenal galak itu.

Di depan Al-Manshur, si buruh sama sekali tidak merasa gentar. Dia merasa mendapatkan momen yang tepat untuk berjihad melawan kesewenang-wenangan.

Khalifah Al-Manshur dianggap telah berbuat zalim karena menangkapnya tanpa bukti yang kuat. Sebuah hadits Nabi mengatakan, “Jihad yang paling utama adalah mengucapkan kebenaran kepada penguasa yang zalim.”

Di ruang interogasi, Al-Manshur berkata kepada si buruh, “Kami sudah tahu bahwa kamu menyimpan senjata dan sisa-sisa harta Bani Umayyah. Serahkan kepada kami secepatnya untuk dimasukkan ke baitul mal!”

Baca juga: Khalifah Al-Manshur dan Firasat Minyak Wangi

Tidak menjawab, si buruh malah bertanya, “Wahai Khalifah, apakah Anda ahli waris dari Bani Umayyah?”

“Bukan,” jawab Al-Manshur.

“Lalu kenapa Anda menanyakan harta Bani Umayyah?” si buruh bertanya lagi.

Al-Manshur terdiam cukup lama. Dia berpikir betapa cerdas buruh itu. Dan memang benar, tidak ada yang berhak untuk menanyakan harta orang yang sudah mati kecuali ahli warisnya.

“Begini…” Al-Manshur mencari alasan lain.

“Bani Umayyah telah berbuat zalim. Mereka merampas harta umat Islam. Tugas saya sebagai khalifah adalah mengambil harta mereka untuk dikembalikan kepada umat.” kata Al-Manshur tegas.

Si buruh menjawab ucapan Al-Manshur dengan cerdas.

Dia berkata, “Supaya hal ini bisa diterima, Anda harus melakukan dua hal. Pertama, Anda harus mendatangkan saksi yang menguatkan bahwa harta yang ada pada saya adalah harta Bani Umayah. Kedua, wahai Khalifah, harta Bani Umayyah sangat banyak. Anda harus bisa memilahnya dengan teliti, yang mana harta mereka yang halal, dan yang mana harta mereka yang haram.”

Mendengar itu, Al-Manshur terdiam dan menundukkan kepala. Dia mengerti, bahwa dalam hukum Islam seseorang yang menuduh orang lain harus mendatangkan saksi untuk membenarkan tuduhannya. Al-Manshur tidak mampu untuk melakukan itu.

Lalu dia berkata kepada menterinya yang bernama Rabi’, “Hai Rabi’, buruh ini sungguh berkata benar.”

Setelah itu Al-Manshur berkata kepada si buruh, “Sekarang apa yang kamu inginkan?”

Baca juga: Ketika Khalifah Al-Makmun Dibuat Ketawa oleh Nabi Palsu

Si buruh menjawab, “Mohon pertemukan saya dengan orang yang memberi kabar kepada Anda bahwa saya menyimpan harta Bani Umayah. Demi Allah wahai Khalifah, saya sama sekali tidak seperti yang Anda tuduhkan.”

Al-Manshur sangat kaget mendengar ucapan si buruh. “Kenapa kamu tidak bilang dari tadi bahwa kamu tidak menyimpan harta Bani Umayyah. Kenapa kamu malah sibuk berdebat dengan saya?”

Dengan tenang si buruh menjawab, “Saya tahu bahwa Khalifah adalah seorang yang mengikuti kebenaran dan menjauhi kebatilan. Sebab itulah saya melakukan ini semua untuk mengungkap kebenaran.”

Selanjutnya Al-Manshur bertitah untuk menangkap orang yang memberi kabar bohong tersebut. Ternyata pelakunya adalah pembantu Khalifah sendiri yang telah mencuri lima ratus dinar dari istana. Dia kabur dan membuat berita palsu untuk mengalihkan perhatian Khalifah beserta prajuritnya.

Demikianlah, rakyat Bani Abbasiyah tidak segan-segan ‘melawan’ Khalifah Al-Manshur demi sebuah kebenaran. Mereka melakukan itu dengan kata-kata yang bijak dan argumentasi yang kuat, bukan dengan berita hoaks dan anarkisme yang merusak.

Baca juga: Kewiraian Imam Abu Hanifah dan Pilihan Politik Kontroversial

Sebagai pemimpin, Al-Manshur sangat terbuka menerima masukan dari siapapun, termasuk dari seorang buruh sekalipun.

Khalifah Al-Manshur benar-benar mengamalkan sebuah nasihat, “Lihatlah apa yang diucapkan, jangan lihat orang yang mengucapkannya.”

Kontributor

  • Ahmad Hujaj Nurrohim

    Asal Cilacap, pernah nyantri di Pesantren Leler dan Al Azhar Kairo. Sekarang tinggal di Yogyakarta dan mengajar di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta. Punya hobi nonton film action.