Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Fatwa Penurunan Sultan Salim I

Avatar photo
24
×

Fatwa Penurunan Sultan Salim I

Share this article

Selain orang Islam, orang Kristen dan Yahudi juga tinggal di Istanbul pada masa Dinasti Turki Utsmani. Umumnya mereka berasal dari Armenia dan Romawi. Meski menjadi minoritas, mereka kadang membuat masalah. Sultan Salim I menyadari jika dibiarkan, mereka akan menimbulkan kekacauan bagi kerajaannya. 

Suatu kali Sultan Salim I marah besar. Untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh mereka, akhirnya Sultan mengeluarkan keputusan bahwa kaum minoritas diwajibkan keluar dari agamanya dan berpindah ke Islam. Barangsiapa yang menolak, akan dipenggal kepalanya.

Kabar tersebut tersiar ke sentaro Istanbul dan sampai ke telinga Syekhul Islam, Zenbili Ali Efendi. Beliau merupakan di antara ulama besar pada masa itu. Syekh Zenbili menilai tindakan yang diambil Sultan salah besar dan mengkritik keputusan itu. Memaksa orang non-muslim memeluk Islam sangat bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Al-Quran sudah menggarisbawahi tidak adanya paksaan dalam beragama. Tidak diperbolehkan bagi siapapun melanggar aturan itu. Bahkan bagi seorang sultan sekalipun.

Namun siapa yang berani menemui Sultan Salim I dan memberitahu bahwa keputusan yang diambilnya itu melanggar syariat Islam? Hanya Zenbili Ali Efendi yang pada waktu itu menduduki jabatan Syekhul Islam, yang berani melakukannya. Sudah menjadi tugas, yakin beliau, untuk melawan ketidakadilan yang hampir terjadi itu.

Beliau pakai jubah kebesarannya lalu berangkat menemui Sultan.

“Wahai Paduka Sultan,” Syekh Zenbili menghadap, “saya mendengar engkau hendak memaksa semua kaum minoritas di sini untuk memeluk Islam.”

Baca juga: Masjid Malika Safiya: Mimpi Abadi Sang Harem Sultan

Sultan masih tampak wajar mendengarkan ucapan beliau, “Benar. Apa yang engkau dengar memang betul. Ada masalah?”

Syekh Zenbili tidak gentar sedikit pun untuk menyampaikan apa yang diyakininya benar.

“Paduka Sultan, keputusan itu sudah bertentangan dengan syariat Islam karena tidak boleh ada pemaksaan dalam beragama. Kakek Sultan sendiri, Muhammad Al-Fatih usai menaklukkan Istanbul, masih tetap berpegang teguh pada ajaran Islam dan tidak memaksa penduduk kota yang ditaklukkannya itu agar pindah agama. Bahkan lebih dari itu, beliau memberikan kebebasan kepada mereka untuk memeluk agama masing-masing.”

Tidak terdengar keraguan dalam suara yang keluar dari mulut Syekh Zenbili. “Sultan pun harus melakukan hal yang sama. Wajib bagi Sultan menjalankan apa yang diperintahkan oleh syariat Islam. Sultan harus meneladani kakek Sultan sendiri.”

Sultan Salim I emosi mendengar ucapan itu.

“Syekh Ali Efendi, engkau sudah mulai turut campur urusan negara.” Kata Sultan, “maukah engkau memberitahuku, kapan campur tanganmu ini akan berhenti?”

“Aku hanya menjalankan tugas, Sultanku. Mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jika Allah belum mentakdirkanku mati, tidak ada seorang pun yang sanggup mencabut nyawaku.”

“Cukup, Syekh. Biarkan urusan ini kutangani sendiri.”

“Tidak, Sultanku. Sudah menjadi kewajibanku menyelamatkan urusan akhirat Sultan kelak dan menjauhkan Sultan dari kesalahan yang akan Sultan pertanggungjawabkan di hadapan Allah pada hari kiamat nanti. Jika tidak, terpaksa saya akan menempuh jalan lain.”

Baca juga: Tiga Serangkai Arsitektur Muslim Awal Futuhat Islamiyah

“Apa maksudmu?” Tanya Sultan.

“Terpaksa saya akan mengeluarkan fatwa pencopotan Sultan karena telah melanggar syariat Islam jika menurunkan perintah memaksa agar mereka masuk Islam.” Akhirnya Sultan Salim I terbuka hati bersedia menerima nasehat Syekh Zenbili Ali Efendi. Hal itu karena Sultan sangat menghormati dan memuliakan para ulama.

Sultan Salim I mencabut keputusannya. Sejak saat itu, masyarakat non-muslim diberikan kebebasan beragama dan beribadah sesuai keyakinan mereka masing-masing. Tidak ada seorang pun yang diperbolehkan mengacungkan jari ke arah mereka.

Kontributor

  • Abdul Majid

    Guru ngaji, menerjemah kitab-kitab Arab Islam, penikmat musik klasik dan lantunan sholawat, tinggal di Majalengka. Penulis dapat dihubungi di IG: @amajid13.