Beberapa ulama mendefinisikan nadzar sebagai janji
melakukan suatu ibadah tertentu yang semula tidak wajib, tetapi menjadi wajib
karena dia telah berjanji kepada Allah SWT. Janji adalah hutang dan sebuah
hutang wajib dilunasi. Terlebih, hutang kepada Allah SWT harus lebih
diprioritaskan dibandingkan dengan hutang sesama manusia.
Menurut Imam Nawawi ra dalam al-Majmu’ ‘ala Syarh
al-Muhadzab juga dijelaskan, salah satu syarat bernadzar adalah harus diucapkan
dan tidak cukup sebatas niat dalam hati.
فيه الخلاف
الذي ذكره المصنف (الصحيح) باتفاق الاصحاب انه لا يصح الا بالقول ولا تنفع النية
وحدها
“Nazar
tidak sah kecuali dengan ucapan, dan niat dalam hati saja tidak bermanfaat
(tidak cukup) untuk digunakan nazar.” (Al-Majmu’, juz 8, hal. 451, cet. Darul Ihya lit Turats)
Karena nadzar adalah hutang maka dia harus dilunasi.
Komisi Fatwa dari Darul Ifta Mesir menjelaskan bagaimana hukumnya jika seorang
muslim bernadzar dan karena suatu hal tidak sanggup melaksanakan nadzar
tersebut.
Seperti dilansir juga dari Masrawy, bila nadzar
yang telah terucap tidak sanggup dilaksanakan, maka wajib bagi pengucap nadzar
untuk menebusnya dengan membayar kafarat yamin.
Komisi Fatwa mengutip sebuah hadits nabi SAW,
مَنْ
نَذَرَ نَذْرًا لَمْ يُسَمِّهِ فَكَفَّارَتُهُ كَفَّارَةُ يَمِينٍ، وَمَنْ نَذَرَ
نَذْرًا فِي مَعْصِيَةِ اللهِ فَكَفَّارَتُهُ كَفَّارَةُ يَمِينٍ، وَمَنْ نَذَرَ
نَذْرًا لَا يُطِيقُهُ فَكَفَّارَتُهُ كَفَّارَةُ يَمِينٍ، وَمَنْ نَذَرَ نَذْرًا
يُطِيقُهُ فَلْيَفِ
“Barangsiapa
yang bernadzar tanpa menyebut namaNya maka baginya untuk membayar kafarat
yamin. Barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah SWT, baginya
kafarat yamin. Barangsiapa yang bernadzar dan tidak sanggup melaksanakannya
maka baginya untuk membayar kafarat yamin juga, sedangkan bagi yang bernadzar
dan dia sanggup dan telah melaksanakannya maka terlunasilah hutangnya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Mengutip dari Syarh al-Yaqut an-Nafis (hal.
874), kafarat yamin dibagi menjadi tiga. Seorang Muslim boleh memilih
salah satu di antara: memerdekakan
budak, memberi makan sepuluh orang miskin dengan ketentuan setiap orang
miskin diberi satu mud makanan pokok (0,6 kilogram atau ¾ liter beras), atau memberikan
pakaian pada sepuluh orang miskin.
Jika tidak mampu
melakukan satu pun dari ketiga hal di atas, maka wajib untuk berpuasa selama
tiga hari.
Komisi Fatwa juga
menjelaskan, karena budak telah dihapuskan dari peradaban dan juga dalam Islam,
maka dalam membayar kafarat yamin, seorang Muslim cukup memilih di antara dua,
yaitu: memberi makan atau pakaian kepada sepuluh orang fakir miskin atau jika
tidak sanggup, berpuasa selama tiga hari.
Lebih lanjut,
Komisi Fatwa menjawab sebuah pertanyaan dari seorang koresponden tentang hukum
memenuhi nadzar dengan mencicilnya dalam dua kali atau lebih.
Dalam tanggapannya, Komite Fatwa utama
dewan menegaskan bahwa sangat memalukan bagi nadzir (seseorang yang
bernadzar, red.) untuk memenuhi sumpahnya dengan mencicil dua kali karena yang
dituntut dalam memenuhi nadzar adalah dia melaksanakannya ketika sudah mampu.
Contoh dalam hal ini, seseorang bernadzar untuk memberi makan tiga puluh orang fakir miskin jika dia telah menggenapkan hafalan al-Qur’an 30 juz. Di satu sisi, penghasilannya sebulan hanya cukup untuk memberi makan sebanyak sepuluh orang saja.
Untuk kasus di atas, maka lebih baik dia menabung terlebih dahulu sampai uang yang dia miliki cukup untuk memberi makan tiga puluh fakir miskin sekaligus.
Maka lebih baik seorang nadzir
menunggu waktu dan kondisi yang tepat dalam melakukan nadzarnya, itu lebih terpuji
dan terhormat daripada mencicilnya.
Komisi Fatwa mengutip salah satu
firman Allah SWT,
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ
مُسْتَطِيرًا
“Mereka
memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al-Insan: 7)
Rasulullah SAW juga
bersabda,
من نذر أن يطع الله فليطعه ومن نذر أن يعصيه فلا يعصيه
“Barangsiapa
yang bernadzar dalam mena’ati Allah SWT untuk mena’atinya, dan barangsiapa
bernadzar untuk bermaksiat kepadaNya untuk tidak melakukannya.” (HR. Aisyah)
Komisi juga
menjelaskan bahwa sepantasnya dalam bernadzar kita juga harus mempertimbangkan bahwa
sesuatu yang dinadzarkan harus sesuai dengan kondisi dan kemampuan kita.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda,
إذا أمرتكم بأمر فأتوا
منه ما استطعتم
“Jika
kalian diperintahkan untuk melakukan sesuatu, maka lakukanlah sesuai yang
kalian bisa.”
(HR. Muslim)