Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Fatwa

Bolehkah Seorang Muslim Merayakan Hari Ulang Tahun?

Avatar photo
32
×

Bolehkah Seorang Muslim Merayakan Hari Ulang Tahun?

Share this article

Hari ulang tahun merupakan momen membahagiakan setiap orang. Aneka perayaan dilakukan untuk mengenang peristiwa personal tahunan ini. Tetapi bagaimana hukum merayakan hari ulang tahun menurut Islam?

Darul Ifta Mesir menjelaskan bahwa tidak ada larangan dalam syariat terhadap perayaan hari ulang tahun. Bahkan seseorang bisa semakin mengingat nikmat Allah SWT dengan adanya acara tersebut.

Perayaan hari ulang tahun juga boleh dilakukan asalkan hari tersebut tidak dijadikan sebagai hari raya atau semacamnya. Juga jangan sampai saat merayakannya, ada hal-hal yang diharamkan syariat, seperti bercampurnya perempuan dan lelaki yang bukan mahram sampai tersingkap aurat dan yang semacamnya.

Kebolehan merayakah ultah berdasarkan kisah Nabi Isa AS dalam surat Maryam ayat ke 33,

وَٱلسَّلَٰمُ عَلَىَّ يَوْمَ وُلِدتُّ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku dan pada hari aku dibangkitkan kembali.”

Baca juga: Fatwa Mufti Makkah Tentang Berdiri Ketika Pembacaan Maulid

Demikian juga berdasarkan riwayat Muslim dalam Shahih-nya, dari Abu Qatadah Al-Anshari, Rasulullah SAW ditanya perihal puasa di hari Senin. Beliau menjawab,

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ، وَيَوْمٌ بُعِثْتُ- أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ

“Itu adalah hari ketika aku dilahirkan, hari aku diutus, dan hari ketika wahyu diturunkan kepadaku.”

Dilansir dari Youm7.com pada Selasa (24/11), Lembaga Fatwa Mesir itu menerangkan bahwa dua dalil di atas menjelaskan bahwa hari kelahiran seseorang adalah hari penuh kenikmatan dan kita wajib bersyukur di hari itu.

Hadits dari Abu Qatadah mengisyaratkan kebolehan memperingati hari-hari lain sebagaimana hari kelahiran, seperti hari diutusnya Rasul SAW sekaligus hari turunnya wahyu.

Berbahagia atas segala nikmat yang diturunkan Allah SWT adalah wujud rasa syukur yang juga tertuang dalam ayat,

قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا

 “Katakanlah (Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka berbahagia.” (QS. Yunus [10]: 58)

Lebih lanjut, Darul Ifta menerangkan, kita boleh mengundang sanak saudara atau kerabat untuk datang dan ikut merayakan hari ulang tahun. Dengan alasan, membuat senang orang lain adalah perbuatan yang disunnahkan dalam syari’at.

Ibnu Syahain dalam At-Targhib menyebutkan hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang amalan apa yang paling utama. Beliau menjawab,

تُدْخِلُ عَلَى أَخِيكَ الْمُؤْمِنِ سُرُورًا، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا، أَوْ تُطْعِمُهُ خُبْزًا

“Membuat saudaramu senang, membebaskan hutangnya, atau memberinya roti (makanan).”

Baca juga: Dapatkah Doa dan Pahala Ibadah Orang Hidup Sampai Kepada Mayit?

Dalam riwayat lain, Ath-Thabrani dalam kitabnya Al-Ausath mengutip sebuah hadits dari Umar Ibn Khattab. Saat Rasulullah SAW ditanya tentang amalan yang paling utama, beliau menjawab,

إِدْخَالُكَ السُّرُورَ عَلَى مُؤْمِنٍ أَشْبَعْتَ جَوْعَتَهُ، أَوْ كَسَوْتَ عُرْيَهُ، أَوْ قَضَيْتَ لَهُ حَاجَةً

“Membuat sesama saudara mukmin senang dengan menghilangkan rasa laparnya, memberinya pakaian, atau memenuhi keinginannya.”

Ibn Wahab dalam Jami’ah meriwayatkan hadits dari Muhammad bin Muslim bahwa Rasulullah SAW bersabda,

مِنْ أَفْضَلِ الْأَعْمَالِ بَعْدَ الْفَرَائِضِ إِدْخَالُ السُّرُورِ عَلَى الْمُؤْمِنِ

“Di antara jenis sebaik-baik amal sesudah ibadah fardhu adalah membahagiakan orang mukmin.”

Ada juga hadits dari Ibnu Munkadir yang diriwayatkan oleh Abi Syaibah dan Ibn Al-Ju’di dengan sanad dhaif. Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya perihal amalan yang paling dicintai olehnya. Beliau menjawab, “Membahagiakan orang mukmin.”

Beliau ditanya lagi, “Jika sudah, apalagi yang bisa kita lakukan?”

Rasulullah SAW menjawab,

الْإِفْضَالُ عَلَى الْإِخْوَانِ

“Berbuat baik kepada saudara-saudara.”

Baca juga: Cara Memahami Konsep Bid’ah Imam Asy-Syafi’i dengan Tepat

Menurut Darul Ifta, dari penjelasan tersebut, ditarik kesimpulan bahwa merayakan hari ulang tahun sebagai wujud rasa syukur dan membahagiakan hati orang lain adalah suatu perbuatan terpuji, bahkan sangat dianjurkan oleh syari’at.

Perayaan hari ulang tahun bukan termasuk dalam pengertian bid’ah tercela sebagaimana telah ditetapkan oleh ulama fikih dan ushul fikih.” tandas Darul Ifta Mesir.

Kontributor

  • Umar Abdulloh

    Santri Al-Azhar alumni Fakultas Hukum yang senang menertawakan dunia dan seisinya.