Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Fatwa

Mufti Darul Ifta Mesir Bantah Fatwa ISIS tentang Nikah Badal

Avatar photo
42
×

Mufti Darul Ifta Mesir Bantah Fatwa ISIS tentang Nikah Badal

Share this article

Mufti Agung Darul Ifta Mesir Syekh Syauqi Allam menjelaskan hukum syar’i dari salah satu bentuk pernikahan yang dikenal sebagai ‘nikah badal’.

Penjelasan kepala Lembaga Fatwa Mesir itu sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima lembaga fatwa yang dipimpinnya, Darul Ifta yang berbunyi, “Saya pernah menerima fatwa dari salah satu lembaga yang berafiliasi ke ISIS tentang haramnya nikah badal, padahal praktik nikah tersebut ada di beberapa negara Arab.”

Gambaran nikah badal adalah seperti seorang pria menikahkan putrinya ke seorang lelaki asalkan lelaki itu mau menikahkan anaknya ke pria pertama, atau seorang lelaki menikahkan saudarinya ke orang lain, asalkan orang lain itu mau menikahkan saudarinya kepada dia, dan tidak ada mahar di antara mereka. “Apakah fatwa ini benar?” tanya orang itu.

Baca juga: Tata Cara Peminjaman Emas dalam Islam

Dilansir dari laman resmi Darul Ifta, Syeikh Syauqi Allam menerangkan bahwa jika kedua laki-laki bersepakat untuk menikahkan saudari atau anak perempuannya dengan lelaki lain, asalkan lelaki tersebut akan menikahkan saudari atau anak perempuannya kepada lelaki pertama, tidak termasuk dalam bentuk nikah syighar seperti yang dilarang dalam hadits.

Namun yang perlu diketahui, dalam akad seperti ini mereka tidak boleh sekadar menjadikan hubungan badan sebagai mahar. Dalam kasus di atas, masing-masing wanita harus memperoleh mahar Mitsli (yang sepadan).

“Fatwa yang dikeluarkan lembaga yang berafiliasi ISIS tentang mengharamkan nikah badal itu kurang tepat, seolah-olah mereka tidak bertanggung jawab atas fatwa yang mereka keluarkan.” Terangnya seperti dikutip Masrawy Kamis (12/11).

Seorang ahli fikih adalah orang yang bisa mengkaji dan mengoreksi suatu hukum dari pelbagai aspek, dan ISIS itu bukan ahli hukum atau ulama. “Mereka tidak berhak untuk berfatwa atau menghukumi sesuatu, jangan sampai kita mengambil hukum dari mereka,” lanjutnya.

Dalam perincian fatwa Darul Ifta di atas, Mufti Agung juga menjelaskan bahwa di masa Jahiliyah dulu ada beberapa bentuk pernikahan yang dilarang oleh Islam.

Salah satunya adalah nikah syighar. Penyebab diharamkannya nikah tersebut diambil dari hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim:

عن نافع عن ابن عمر رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم نهى عن الشغار، فقيل لنافع: ما الشغار؟ قال: ينكح ابنة الرجل وينكحه ابنته بغير صداق، وينكح أخت الرجل وينكحه أخته غير صداق

Diriwayatkan dari Nafi’ dari Ibnu Umar, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang asy-Syighar.”

Lantas seseorang bertanya kepada Nafi’, “Apa itu asy-Syighar?”

Nafi’ menjawab, “Asy-Syighar adalah seseorang menikahkan putrinya dengan lelaki lain dan lelaki tersebut menikahkan putrinya dengan lelaki pertama tanpa mahar (alias dengan pertukaran Budhu’).”

Baca juga: Hukum Bunga Bank untuk Keperluan Konsumsi

Syeikh Syauqi juga mengutip hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Umar bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW mengharamkan nikah syighar. Yaitu seorang pria menikahkan putrinya kepada lelaki lain dengan syarat putri lelaki tersebut menjadi istri pria pertama dan tidak ada mas kawin di antara mereka, namun mas kawinnya berupa pertukaran Budhu’.

Hadits lain yang diriwatkan oleh Muslim. dari Ibn Umar juga menyatakan, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

لا شغار في الاسلام

“Tidak ada nikah syighar dalam Islam.”

Secara etimologis, arti asy-Syighar sendiri adalah mengangkat. Alasan mengapa kata asy-Syighar disematkan ke salah satu bentuk nikah, karena mahar atau beberapa syarat lain dalam nikah syighar itu ‘terangkat’ alias raib atau hilang.

Dalam fatwanya, Mufti Agung juga mengutip pendapat para ulama fikih dari empat madzhab.

Dalam mazhab Syafi’i, penyebab tidak sahnya akad dalam nikah syighar adalah karena adanya pertukaran mahar di situ, dan menurut mereka mahar yang dimaksud adalah al-Budhu’ atau kelamin wanita, dalam artian persetubuhan.

Ulama Syafi’iyah menjelaskan, jika pihak pertama berkata, “Kamu boleh menikahi anakku atau saudariku jika aku boleh menikahi anakmu atau saudarimu,” maka otomatis perkataan tersebut menjadi syarat.

Jika pihak kedua setuju atas syarat tersebut, maka akan terjadi pertukaran syarat karena pihak kedua juga pasti akan mengatakan hal yang serupa, dan pertukaran syarat seperti inilah yang menjadi alasan tidak sahnya akad nikah tersebut.

Mazhab Malik dan Hanafi juga mengakui hal yang sama. Menurut mereka, nikah syighar itu sudah tidak sah secara akad.

Sedangkan menurut suatu riwayat dari mazhab Hanafi dan Hanbali, akad nikah syighar bisa terbilang sah, tetapi syaratnya rusak atau tidak betul, sedangkan akad yang disertai syarat rusak itu bisa menyebabkannya menjadi tidak sah.

Lebih lanjut, Mufti Darul Ifta Mesir itu menjelaskan, apabila dua lelaki bersepakat bahwa salah satu dari mereka akan menikahkan saudari atau anak perempuannya dengan yang lain jikalau pihak satunya melakukan hal yang sama, hal tersebut tidak dilarang, asalkan masing-masing mempelai wanita memperoleh mahar yang sepadan.

“Jika ada orang yang berfatwa bahwa nikah badal itu haram tanpa penjelasan yang pantas,” kata beliau, “sama halnya seperti lari dari tanggung jawab.”

Seorang ahli fikih yang baik seharusnya mampu mengoreksi tingkah laku orang sejauh yang ia mampu. Sedangkan ISIS, mereka bukan ahli hukum atau ulama. “Mereka tidak berwenang untuk memberi fatwa, maka jangan sampai kita mengikuti atau bahkan menuruti mereka.” tutup kepala Darul Ifta Mesir. Wallahu a’lam bis shawab.

Kontributor

  • Umar Abdulloh

    Santri Al-Azhar alumni Fakultas Hukum yang senang menertawakan dunia dan seisinya.