Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Fatwa

Darul Ifta Jelaskan Daging Impor Terutama Jika Disembelih Nonmuslim

Avatar photo
40
×

Darul Ifta Jelaskan Daging Impor Terutama Jika Disembelih Nonmuslim

Share this article

Darul Ifta Mesir menjawab pertanyaan dari seseorang yang bertanya bagaimana hukum memakan daging impor. Terutama bila hewan disembelih oleh nonmuslim.

Darul Ifta menerangkan bahwa daging impor yang berasal dari hewan yang haram dikonsumsi menurut syariat, maka tidak boleh dimakan. Kemudian hewan yang halal dikonsumsi, jika disembelih oleh selain orang Islam, Yahudi atau Nashrani seperti penganut paganisme dan atheisme, maka daging hewan itu haram dimakan.

“Begitu juga jika hewan yang halal dikonsumsi itu disembelih dengan cara-cara yang tidak dibenarkan syariat seperti disetrum atau dicekik, maka haram pula dikonsumsi,” papar lembaga fatwa Mesir itu seperti dikutip Youm7.com pada Jumat (21/8).

Darul Ifta menyebut ayat,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al-Maidah [5]: 3)

Menurut ketentuan hukum asal, tidak diperbolehkan memakan daging hewan yang halal dikonsumsi kecuali jika betul-betul disembelih dengan cara-cara syar’i, karena firman Allah, “Kecuali yang sempat kamu menyembelihnya.”

Penyembelihan secara syar’i adalah hilangnya nyawa hewan yang halal dimakan dengan cara disembelih oleh muslim atau ahli Kitab.

Baca juga: Batalkah Kurban bila Mencukur Rambut dan Kuku Sebelum Hewan Disembelih?

Lebih lanjut, Darul Ifta menyatakan bahwa untuk menjadi halal dalam penyembelihan, harus memenuhi tiga persyaratan berikut:

Pertama: Hewan yang disembelih termasuk jenis hewan yang halal dikonsumsi. Jika tidak, maka hukumnya menjadi haram.

Kedua: Menyembelih pada leher (halq) atau pada bawah lehernya jika mampu dikendalikan. Jika tidak, maka di lokasi tubuh manapun yang bisa dijangkau (‘aqr) seperti dalam kasus hewan buruan.

Hewan yang disembelih itu harus melalui salah satu dari tiga cara:

Dzabh: menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas (ujung leher).

Nahr: menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat kalung alias pangkal leher (pada hewan unta).

‘Aqr: menyembelih hewan dengan cara melukai salah satu bagian tubuh hewan karena di luar kendali.

Apabila hewan mati tanpa ketiga cara di atas, maka dagingnya tidak halal dimakan. Baik disembelih orang muslim, ahli Kitab atau selain mereka.

Ketiga: Penyembelihnya adalah orang muslim atau ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani). Syariat membolehkan (menghalalkan) sembelihan muslim dan ahli Kitab. Allah SWT berfirman,

وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ

“Makanan orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.” (QS. Al-Maidah [5]: 5)

Kata Tha’am (makanan) secara bahasa mencakup hewan-hewan sembelihan dan makanan yang terbuat dari bahan-bahan halal. Mayoritas ulama Tafsir dan ahli Fikih menyatakan bahwa yang dimaksud Tha’am pada ayat tersebut adalah hewan-hewan sembelihan atau daging, karena jenis makanan itulah yang menjadi tempat munculnya keragu-raguan.

“Para ulama bersepakat membolehkan memakan sembelihan ahli Kitab.” kata Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (23/293).

Oleh karena itu, tidaklah halal daging dari hewan yang disembelih oleh siapa saja di luar muslim dan ahli Kitab.

Baca juga: Mengenal Grand Syekh Al-Azhar dari Prespektif Mahasiswa

Bila diterapkan pada status daging impor, maka dapat diperinci sebagai berikut:

1. Jika daging itu berasal dari hewan yang halal dikonsumsi dan disembelih dengan cara-cara syari’ oleh orang Islam atau ahli Kitab, maka daging itu halal.

Patokan dalam mengetahui apakah penyembelihnya itu orang muslim atau ahli Kitab, memakai dugaan kuat (ghalabah azh-zhann). Sebagai contoh, mayoritas penduduk negara asal daging impor itu beragama Islam, Nashrani atau Yahudi, dan secara populer mereka mempraktikkan penyembelihan, meskipun tidak diketahui secara yakin kalau hewan itu disembelih oleh muslim atau ahli Kitab.

“Seumpama orang fasik atau ahli Kitab memberitahu telah menyembelih seekor kambing, maka kami menerima ucapannya (halal) karena dia termasuk orang yang memiliki hak sembelih.” kata Imam Ar-Ramli dalam Nihayah Al-Muhtaj (8/113).

Label tulisan yang berbunyi “disembelih dengan cara Islam,” sudah menjadi bentuk pemberitahuan bahwa daging impor itu berasal dari hewan yang disembelih oleh orang yang memiliki hak sembelih.

Adapun jika daging impor itu berasal dari negara yang penduduknya bukan muslim atau ahli Kitab, seperti negara-negara atheis, maka tidak boleh dimakan. Begitu juga bila daging impor berasal dari hewan yang haram dikonsumsi meski disembelih secara syar’i, atau dari hewan yang dimatikan dengan sengatan listrik, cekikan atau pukulan.

“Jika yang terakhir tadi diketahui secara yakin, jelas tidak boleh dimakan karena berstatus bangkai,” papar Darul Ifta.

Kontributor

  • Abdul Majid

    Guru ngaji, menerjemah kitab-kitab Arab Islam, penikmat musik klasik dan lantunan sholawat, tinggal di Majalengka. Penulis dapat dihubungi di IG: @amajid13.