KHUTBAH PERTAMA
السّلاَ مُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ,
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالـحَمْدُ للهِ كَثـِيْرًا، وَسُـبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا ، لَاإِلهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْـبُـدُ إِلًّا إِيَّاهُ، مُخْلِـصِـيْنَ لَهُ الـدِّيْنُ وَلَوْ كَرِهَ الكَافِرُوْنَ. لَاإلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ ، صَدَقَ وَعْـدَهُ وَنَصَـرَ عَبْدَهُ ، َوأَعَـزَّ جُـنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْـدَهُ ، لَاإِلهَ إِلَّا اللهُ و اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ و للهِ الـحَمْدُ.
الـحَمْدُ للهِ اَّلذِيْ جَعَـلَ الأَعْيَادَ مُوْسِـمَ الخَيْرَاتِ، وَجَعَـلَ لَـنَا مَا فِي الأَرْضِ جَـمِيْعًا لِـلعَمَّارَةِ وَ زَرْعِ الحَسَنَاتِ. أَشْـهَـدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْـدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ خَالِـقُ الأَرْضِ وَالسَّمـوَاتِ، وَأَشْهَدَ أَنَّ سَيِّدَنَا محمدًا عـَبْدُهُ وَ َرسُوْلُهُ الـدَّاعِي إِلَى دِيْـنِهِ بِأَوْضَحِ البَـيِّنَات
الّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَـيِّدِنَا محمدٍ النَّبيِّ الـكَرِيْمِ وِعَلَى ألِهِ وَصَحْـبِهِ وَ التَّابِعِـيْنَ الـمُجْـتَهِـدِيْنَ لِـنُصْرَةِ الـدِّينِ وَ إِزَالَةِ الـمُنـكَرَاتِ، أمّا بَعْدُ. فَـيَا أَيُّهَا الـمُسْلِـمُوْنَ أَسْعَدَكمُ اللهُ عِيْدَكُمْ!
أُوْصِـيكمُ وَ إِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَـقَدْ فاَزَ الـمُتَّـقُوْنَ، اِتَّـقُوا اللَه حَقَّ تُـقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُـسْلِمُوْنَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ وَعِيْدٌ كَرِيْمٌ
وَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنّا أَعْطَيْنَاكَ الكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ
Jamaah sekalian kaum muslimin yang berbahagia!
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan kita kesempatan untuk melaksanakan shalat Idul Adha di Mushola yang insyaallah penuh berkah ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Hadirin sekalian!
Pada hari yang mulia ini, mari kita renungkan makna dari dua perayaan besar dalam Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, yang Allah jadikan berdekatan. Kedua perayaan ini tidak hanya untuk merayakan kemenangan spiritual kita, tetapi juga untuk menjaga kontinuitas iman dan ketakwaan kita sepanjang tahun. Lebih dari itu, momen ini adalah saat untuk mempererat kepedulian sosial dan berbagi rezeki dengan sesama secara konsisten.
Islam adalah agama yang menekankan kemanusiaan. Ketaatan kita kepada Allah tidak akan sempurna tanpa hubungan yang baik dengan sesama manusia. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
“Bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat, dan tunaikanlah zakat” (Al-Baqarah: 83)
Perintah untuk bertutur kata baik kepada sesama manusia diletakkan sebelum perintah mendirikan salat dan menunaikan zakat, menunjukkan pentingnya hubungan antar manusia dalam ajaran Islam. Ibadah kurban dalam Idul Adha juga memiliki dampak sosial yang besar, menunjukkan bahwa ibadah kita tidak hanya untuk Allah tetapi juga untuk kemaslahatan umat manusia.
Hadirin Jamaah Sekalian!
Idul Adha berasal dari kata ‘Ied’ yang berarti kembali dan ‘Adha’ yang berarti penyembelihan kurban. Secara umum, Idul Adha adalah momen untuk kembali merayakan nikmat Allah dengan cara berkurban, meneladani ketakwaan Nabi Ibrahim AS yang kemudian diikuti oleh Nabi Muhammad SAW. Salah satu kisah yang penting dalam sejarah kurban adalah ketika Nabi Ibrahim diuji untuk menyembelih putranya, Ismail.
Dalam sejarah umat manusia, praktik pengorbanan sering kali terjadi dalam berbagai peradaban kuno. Namun, dalam Islam, perintah kurban yang diberikan kepada Nabi Ibrahim AS adalah bentuk penentangan terhadap praktik pengorbanan manusia. Allah menggantikan anak Nabi Ibrahim dengan seekor domba, menunjukkan bahwa pengorbanan manusia tidak dikehendaki oleh-Nya. Ini adalah revolusi dalam pemahaman tentang pengorbanan, yang menolak praktik pengorbanan manusia dan menekankan pengorbanan yang dilandasi oleh niat tulus dan keikhlasan.
Dalam sebuah riwayat yang dinukilakan oleh Syekh Nawawi Al-Bantani dalam Kitab Misbahu Al-Dzalam dikisahkan bahwa suatu hari, saat Nabi Ibrahim diangkat ke alam malakut, terjadilah percakapan antara beliau dengan Allah SWT. Allah berfirman, “Wahai Ibrahim, banyak hamba-hamba-Ku yang durhaka dan tidak mengakui Aku sebagai Tuhan mereka. Bagaimana menurutmu wahai Ibrahim?”
Dalam keteguhan iman dan keprihatinannya, Nabi Ibrahim mengusulkan, “Ya Allah, mereka hidup di bumi-Mu, makan dari rezeki-Mu, namun mereka tidak sopan dan tidak mengenal-Mu. Mereka yang berdosa itu, azablah mereka atau siksa mereka.”
Tanpa sepengetahuan Ibrahim, Allah Swt sebenarnya memiliki rencana yang lebih mendalam untuk mengajarkan Nabi Ibrahim tentang kasih sayang dan pengorbanan. Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anaknya yang tercinta, Ismail. Mendengar perintah ini, Ibrahim merasa berat hati, karena Ismail adalah buah hatinya yang sangat ia kasihi.
Melihat keberatan Nabi Ibrahim, Allah berfirman, “Wahai Ibrahim, meskipun hamba-hamba-Ku yang engkau minta untuk Aku musnahkan dan siksa adalah ahli maksiat, mereka tetaplah ciptaan-Ku yang Aku cintai. Mengapa ketika Aku memintamu untuk menyembelih anakmu, yang juga merupakan ciptaan-Ku yang engkau cintai, engkau merasa berat hati? Namun, ketika hamba-Ku yang lain berbuat maksiat, engkau meminta-Ku untuk mengazab mereka?”
Semenjak itu menjadi sunnah muttaba’ah (Sunnah yang diikuti) bahwa agama ini adalah agama rahmatan li al-alamin, yang melihat kemungkaran, kebodohan, ketimpangan, dan kemaksiatan dengan komitmen untuk membenahi, bukan menghabisi atau memusnahkan.
Inilah manhaj dan metode Nabi Ibrahim yang menjadi landasan kita dalam beragama. Sebuah metode beragama yang bukan asal musnahkan, binasakan, bunuh, dll. Allah Swt berfirman:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ ٱتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًۭا
“Kami wahyukan kepadamu wahai Muhammad agar mengikuti millah/ajaran dan metode Nabi Ibrahim yang hanif” (QS. Al-Nahl: 123)
Metode beragama kita bukanlah metode beragama Nabi Nuh AS ketika mendoakan keburukan kepada umatnya yang durhaka saat Nabi Nuh berdoa kepada Allah:
رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى ٱلْأَرْضِ مِنَ ٱلْكَـٰفِرِينَ دَيَّارًا
“Ya Allah, jangan Engkau tinggalkan satu pun di muka bumi ini orang-orang yang kufur kepada-Mu.” (QS. Nuh: 26)
Doa itu diijabah Allah dengan mendatangkan banjir besar dan semua umat Nabi Nuh musnah. Metode seperti Nabi Nuh bukanlah metode beragama yang Allah minta kepada Nabi Muhammad untuk mengikutinya. Tapi Nabi Muhammad SAW diminta untuk mengikuti manhaj atau pola-pola sosiologi dakwah yang mengikuti Nabi Ibrahim S, orang yang sangat lemah lembut.
Itulah mengapa kita kenal ada sholawat Ibrahimiyah dan setiap kita sholat selalu mengucapkan “Kama shallayta ala sayyidina Ibrahim wa ala ali Sayyidina Ibrahim”Sebab kita dalam beragama mengikuti pola kelembutan yang dibawa oleh Nabi Ibrahim AS.
Hadirin sekalian!
Kisah di atas menunjukkan bahwa agama ini adalah agama kemanusiaan. Maka ibadah paling utama adalah ibadah yang menyertakan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Dalam kaidah fikih yang sering kami sampaikan dikatakan:
المُتَعَدِّي خَيْرٌ مِنَ القَاصِرِ
“Ibadah yang mendorong terciptanya kemaslahatan sosial lebih baik dari ibadah yang hanya menciptakan kemaslahatan dan kesolehan untuk pribadi saja.”
Kaidah ini memberikan isyarat kepada kita bahwa pengorbanan yang memberikan manfaat bagi orang lain, masyarakat, dan lingkungan sekitar adalah lebih utama. Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk tidak hanya fokus pada diri sendiri, tetapi juga memperhatikan dan membantu sesama.
Dari seorang Siti Hajar, lahir seorang anak mulia dan taat. Siti Hajar adalah seorang budak hitam, namun kemuliaan dan ketaatannya menjadikannya sosok yang agung dalam sejarah Islam. Dari sini kita belajar, jangan pernah memandang seseorang dari statusnya, tetapi dari ketulusan hati dan ketaatannya kepada Allah.
Kisah kurban Nabi Ibrahim mengajarkan kita tentang inti pengorbanan yang sejati. Pengorbanan bukanlah tentang materi yang kita berikan, tetapi tentang menyerahkan apa yang paling kita cintai kepada Allah. Nabi Ibrahim diperintahkan untuk mengorbankan putranya, Ismail. Dengan sepenuh hati dan tanpa ragu, Ibrahim melaksanakan perintah Allah. Dia tidak memikirkan gantinya dengan seekor domba. Karena ketaatan inilah, Allah menggantinya dengan balasan yang lebih hebat. Dari Ismail, lahirlah keturunan termulia, Nabi Muhammad SAW.
Ketika Ibrahim diminta untuk mengorbankan anak kesayangannya, yang ia nantikan di puncak kenabiannya, ia menunjukkan ketangguhan tauhidnya. Meskipun Ibrahim dapat berkorban untuk dakwah Allah dengan apapun, bahkan dirinya sendiri, ujian terbesarnya adalah mengorbankan anaknya. Kita bukan Ibrahim! Kita tidak diminta untuk menyemblih anak atau memberikan rumah, mobil atau tanah kita. Kita hanya diminta untuk shalat dan berkurban dengan sedikit harta yang kita miliki untuk berbagi dengan orang lain.
Hadirin Sekalian!
Dalam konteks lingkungan, pengorbanan yang kita lakukan bisa berupa upaya menjaga kebersihan, merawat tanaman, dan mengelola sampah dengan baik. Lingkungan yang bersih dan sehat adalah cerminan dari iman dan tanggung jawab kita sebagai hamba Allah. Ketika kita berkorban untuk menjaga lingkungan, kita sebenarnya sedang menjalankan amanah Allah untuk memelihara bumi yang telah diberikan-Nya kepada kita. Ini adalah pengorbanan nyata yang menunjukkan rasa syukur dan tanggung jawab kita terhadap anugerah alam yang telah Allah berikan.
Di lingkungan RT dan tetangga, pengorbanan dapat diwujudkan melalui sikap saling tolong-menolong, menjaga kerukunan, dan berbagi rezeki dengan sesama. Sebagaimana kita menyembelih hewan kurban dan membagikan dagingnya kepada tetangga dan mereka yang membutuhkan, kita diajarkan untuk selalu peka terhadap kebutuhan orang lain. Pengorbanan kita bisa berupa bantuan tenaga, waktu, maupun materi untuk membantu tetangga yang sedang kesulitan. Saling tolong-menolong, menjaga kerukunan, dan berbagi rezeki dengan sesama adalah wujud nyata dari pengorbanan yang dapat kita lakukan di lingkungan RT dan tetangga. Ini adalah bentuk pengorbanan yang memperkuat ikatan sosial dan mempererat tali persaudaraan di antara kita.
Hadirin Sekalian!
Di akhir khutbah Idul Adha kali ini, marilah kita mengakhiri dengan menyampaikan beberapa pesan penting yang dapat kita renungkan bersama:
Idul Adha bukanlah sekadar ritual penyembelihan hewan kurban semata, tetapi lebih dari itu, ia adalah momen untuk merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan, pengorbanan, dan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah SWT. Ibadah kurban mengajarkan kepada kita tentang ketakwaan, kesabaran, dan pengorbanan yang tulus, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS.
Ketika kita berkurban, kita tidak hanya menyempurnakan ketaatan kepada Allah, tetapi juga menyebarkan kebaikan kepada sesama. Pengorbanan kita dalam menjaga lingkungan, membantu tetangga, dan berkontribusi dalam masyarakat adalah wujud nyata dari ajaran Islam yang mengedepankan kemanusiaan.
Marilah kita terus memperkokoh tali persaudaraan, menjaga kebersamaan, dan saling berbagi dalam kebaikan. Semoga segala amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT, dosa-dosa kita diampuni, dan kita senantiasa mendapat ridha-Nya.
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِوَالِدَيْكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
أللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلعَظِيْمِ: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَأًصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِماَتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ اْلحَاجَاتِ. رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِاْلحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ اْلفَاتِحِيْنَ اَللهُمَّ إِنَّا نَسْـأَلُكَ اِيْمَانًا دَائِمًا، وَنَسْأَلُكَ قَلْبًا خَاشِعًا، وَنَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَنَسْأَلُكَ يَقِيْنًا صَادِقًا، وَنَسْأَلُكَ عَمَلاً صَالِحًا، وَنَسْأَلُكَ دِيْنًا قَيِّمًا، وَنَسْأَلُكَ خَيْرًا كَثِيْرًا، وَنَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ وَنَسْأَلُكَ تَمَامَ الْعَافِيَةِ، وَنَسْأَلُكَ الشُّكْرَ عَلَى الْعَافِيَةِ، وَنَسْأَلُكَ الْغِنَاءَ عَنِ النّاس اَللّٰهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَتَخُشُّعَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَنَا يَا اللهُ يَا اللهُ يَا اللهُ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ
Ya Allah, Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, kami memuji-Mu atas segala nikmat yang Engkau limpahkan kepada kami. Kami bersyukur atas kesempatan yang Engkau berikan kepada kami untuk melaksanakan shalat Idul Adha di tempat ini yang penuh berkah. Kami juga bersyukur atas hidayah dan petunjuk-Mu yang senantiasa menghampiri kami dalam setiap langkah hidup kami.
Ya Allah, limpahkanlah rahmat, salam, dan keberkahan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Ya Allah, hari yang mulia ini mengingatkan kami akan makna dari perayaan Idul Fitri dan Idul Adha yang Engkau anugerahkan kepada umat-Mu. Kami bersyukur karena Engkau menjadikan kedua perayaan ini sebagai momen untuk merayakan kemenangan spiritual, menjaga kontinuitas iman, dan meningkatkan ketakwaan kami kepada-Mu.
Ya Allah, perintahkan kami untuk bertutur kata baik kepada sesama manusia sebagaimana yang Engkau firmankan dalam Al-Qur’an. Bantulah kami untuk senantiasa melaksanakan salat dan menunaikan zakat dengan ikhlas dan tulus. Jadikanlah hubungan kami dengan sesama manusia selalu berdasarkan rahmat dan kasih sayang.
Ya Allah, dalam Idul Adha ini kami mengenang pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail. Engkau uji mereka dengan ujian yang berat, tetapi Engkau juga mengajarkan kepada mereka dan kepada kami tentang arti sejati dari pengorbanan yang tulus dan penuh keikhlasan.
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu agar segala amal ibadah kami diterima dengan baik di sisi-Mu. Ampunilah dosa-dosa kami, terimalah ibadah kurban kami sebagai bentuk taat dan pengabdian kepada-Mu. Bantulah kami untuk senantiasa menjaga lingkungan, membantu sesama, dan berkontribusi positif dalam masyarakat.
Ya Allah, perkuatlah tali persaudaraan di antara kami, jaga kebersamaan, dan saling tolong-menolong dalam kebaikan. Jadikanlah kami umat yang selalu mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap langkah hidup kami.
Ya Allah, terimalah doa kami ini, ampunilah dosa-dosa kami, dan limpahkanlah rahmat-Mu kepada kami, kepada keluarga kami, kepada umat Islam di seluruh dunia, dan kepada seluruh makhluk-Mu. Amin ya Rabbal ‘alamin.
رَبَّنَا أَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهىَ عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
جَعَلَناَ الله ُوَإِياَّكُمْ مِنَ العاَئِدِيْنَ وَالفَآئِزِيْنَ وَأَدْخَلَناَ وَاِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِباَدِهِ المُتَّقِيْنَ والشّاكِرِيْنَ واَلْحَمْدُ ِللّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
والسّلاَ مُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ