Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Gagasan Islam Transformatif Moeslim Abdurrahman

Avatar photo
39
×

Gagasan Islam Transformatif Moeslim Abdurrahman

Share this article

Istilah Islam Transformatif dipelopori dan dipopulerkan oleh Moeslim Abdurrahman. Ia adalah seorang cendekiawan Muslim, intelektual dan aktivis masyarakat sipil, serta mentor gerakan intelektual muda Muhammadiyah yang progresif (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah).

Pria kelahiran 8 Agustus 1948 ini menempuh seluruh pendidikan dasarnya di dunia pesantren, yakni pesantren Kertosono Jawa Timur. Kemudian ia menyelesaikan studi sarjananya di bidang Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dengan jenjang pendidikannya yang lebih tinggi yaitu Master dan Ph.D., diraihnya di jurusan Antropologi the University of Illinois at Urbana-Champaight, Amerika Serikat.

Kang Moeslim, sapaan akrabnya, pernah menjabat sebagai salah seorang Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Bidang Pemberdayaan Buruh, Petani dan Nelayan. Ia tercatat pernah menjadi Ketua Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF); menjadi salah seorang pendiri dan penasehat, the Maarif Institute; penasehat di Center for Strategic and International Studies (CSIS); dan pendiri al-Ma’un Institute. Semua lembaga swadaya masyarakat tersebut, berkantor di ibu kota Jakarta.

Islam Transformatif

Pemikiran Teologi Islam Transformatif Moeslim Abdurrahman ini menekankan perhatian kepada soal kemiskinan dan ketidakadilan. Teologi ini berangkat dari paradigma bahwa arus besar modernisasi dengan ideologi pembangunannya telah menghasilkan eksploitasi dan marjinalisasi terhadap kaum miskin dan mustadh’afin.

Kemiskinan tersebut pada gilirannya mengakibatkan banyak umat manusia yang tidak mampu mengekspresikan harkat dan martabat kemanusiaannya. Arus besar modernisasi juga telah melahirkan struktur sosial yang tidak adil yaitu konsentrasi kekuasaan, modal dan informasi hanya terjadi pada segelintir kelompok elite.

Mereka inilah yang mengontrol sejumlah orang yang hidup tanpa kesempatan dan harapan untuk mengubah masa depannya. Dengan demikian diperlukan upaya transendensi untuk mengembalikan fungsi kritis agama terhadap struktur sosial yang timpang tersebut.

Bermula dari banyaknya kesalahan masyarakat dalam memahami pandangan hidup (worldview) yang dihasilkan dari pemahaman agama selama ini, mereka menganggap agama Islam yang rahmatan lil’alamin kini seakan sedang kehilangan idealismenya bahkan tidak jarang agama selama ini menjadi alat legitimasi kekuasaan bagi segelintir orang.

Alhasil, agama kini sudah tidak lagi ditoleh menjadi referensi moralitas dan daya gugah bagi Masyarakat. Kehidupan agama seakan hanya menjadi urusan individu dan Tuhan saja, tanpa harus memperhatikan hubungan kita dengan seksama manusia.

Gagasan Tansformatif

Dalam kontekstualisasinya, Kang Moeslim menekankan bahwa dalam persoalan keagamaan dan ibadat yaitu wilayah syari’ah/ubudiyah, bukan menjadi bidangnya.

Ia berpendapat bahwa kedua hal tersebut sudah bersifat muktamad sementara kita hanya perlu melaksanakannya dengan baik. Adapun jika ada perbedaan mengenai persoalan tersebut, bukanlah perbedaan fundamental karena menyangkut bidang furu’iyah dalam pemikiran keagamaan.

Secara lebih jauh, ia menyatakan, “Bagaimana agama sebagai wacana keimanan mampu melakukan pergulatan sejarah yang nyata dalam hal kehidupan sehari-hari sehingga agama tetap mempunyai kekuatan profetik untuk mengubah keadaan dan menjadi hidayah bagi terwujudnya masyarakat yang damai dan berkeadilan.”

Dari pemaparan tersebut Moeslim Abdurrahman mencoba memberikan persepsi baru pada fungsi agama melalui ide Islam Transformatifnya, yaitu bagaimana agar kita dapat menjadikan agama sebagai hal yang tidak hanya dikhususkan pada urusan–urusan akhiratya saja, akan tetapi bagaimana seharusnya juga mampu untuk masuk ke ranah urusan duniawi yang sehingga nantinya agama akan mampu difungsikan sebagai dasar-dasar dari terciptanya kehidupan sosial yang seimbang di masyarakat.

Hal ini juga menjadi jawaban atas permasalahan yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia mengenai perbincangan dunia intelektual Indonesia akhir-akhir ini.

Ketimpangan Sosial

Moeslim Abdurrahman mencoba memberikan solusi atas masalah ketimpangan sosial-ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Misalnya, menghadirkan Islam dengan kekuatan etisnya untuk mendorong kekuatan–kekuatan lintas sektor dalam penyelesaian kebangsaan dan keindonesiaan, juga dalam melakukan kerja praktis yang berpihak pada yang termarginalkan.

Dari gagasan tersebut, Moeslim Abdurrahman mengkritisi banyak aspek, terutama segi paradigma berpikir masyarakat Islam sendiri, yang menurut Moeslim sangat perlu untuk dikaji dengan teologi yang dianut oleh umat Islam selama ini,

Dalam konteks ini, tampak sekali kecenderungan untuk berpikir melalui pandangan dunia yang dualistik semata, seperti hanya menekankan persoalan “halal-haram”, “dosa-pahala”, serta “hitam-putih”. Sementara kenyataan sosial yang menunjukkan penderitaan umat, tidak dianggap sebagai sesuatu hal yang perlu diperhatikan. Padahal, ajaran agama yang paling esensial adalah meletakkan kedudukan harkat dan martabat kemanusiaan di tempat yang luhur.

Secara filosofis, ajaran ini merupakan hasil evaluasi kritis terhadap berbagai wacana teologi Islam. Kang Moeslim meyakini bahwa, di dalam sejarah Islam, risalah tauhid sebagai pesan-pesan ilahiah. Diturunkan bukan di ruang hampa, tetapi memiliki tujuan pragmatis yang mulia, antara lain untuk mendorong adanya humanisasi di tengah masyarakat Arab Jahiliyah yang penuh dengan krisis kemanusiaan pada saat itu

Ikhtiar Kang Moeslim untuk mereformulasi ajaran Islam ini adalah agar spirit dalam beragama setiap muslim mampu memberikan keberpihakan terhadap persoalan dalam keadilan sosial. Dengan demikian, hal ini dapat merupakan sikap simbolik dalam menghimpun kekuatan Islam yaitu berfungsi untuk mewujudkan segala perintah agama itu sendiri.

Kontributor

  • Qurrota A’yun

    Lulusan SMP Tambak beras Jombang, kemudian melanjutkan studi SMA hingga Strata 1 di Pondok Pesantren Gontor. Sekarang sedang menyelesaikan studi Strata 2 di Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.