Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

KH. Afifuddin Muhajir dan diskursus pemikiran ushul fikih (2): Mashlahah dan Istihsan

Avatar photo
39
×

KH. Afifuddin Muhajir dan diskursus pemikiran ushul fikih (2): Mashlahah dan Istihsan

Share this article

Kemanfaatan yang bisa dikatakan kemaslahatan adalah, jika tujuannya menjaga lima induk maqashid tersebut. Jika tidak bertujuan menjaga induk maqashid maka, tidak bisa dinamakan maqashidusy syariah. Selain induk maqashid ini, berkembang maqasid lainnya seperti, seperti kemuliaan manusia (كرامة الانسان), persamaan (مساواة), pendidikan anak (تربية اخلاق الولد), keadilan (عدالة), dan lain-lain.

Kajian maqashid tidak bisa dilakukan tanpa menghubungkan dengan nash, karena hubungan keduanya bersifat timbal balik. Maqashid membutuhkan nash, dan nash membutuhkan maqashid. Nash menjadi sumbernya maqashid.

وجوب رباط المقاصد بالنصوص لان المقاصد تحتاج الي النصوص والنصوص تحتاج الي المقاصد ومقاصد الشريعة لا مصدر لها إلا من النصوص

“Fungsi maqashid adalah menjawab masalah-masalah yang tidak ada nash-nya, baik dalam al-Quran atau hadits. Imam Syafi’i berkata:

الأحكام انما توءخذ من نص أو حمل علي نص

“Hukum sesungguhnya diambil dari nash (al-Quran dan hadits) atau menyamakan diri dengan nash.” Ada ungkapan lain:

الأحكام لابد من نسب الى القراءن والسنة فورا أو باطنا

“Hukum harus mempunyai afiliasi kepada al-Quran dan Sunnah, baik secara langsung atau tidak langsung.”

Pada level pertama (al-Quran dan hadits), sudah menjadi kesepakatan ulama. Sedangkan level kedua (menyamakan diri dengan nash), ada perbedaan pendapat. Mayoritas pengikut Imam Syafi’i membatasi level kedua ini hanya pada qiyas yang terbatas. Selanjutnya adalah, golongan pengikut Imam Hanafi yang memperluas pengertian level kedua pada makna qiyas secara luas yang mencakup pengertian istihsan dan mashlahah. Imam Syafi’i berkata:

من استحسن فقد شرع

“Siapa yang menetapkan hukum berdasarkan istihsan maka, ia telah membuat syariat baru.”

Banyak ulama, seperti Wahab Khallaf, menyatakan, statemen Imam Syafi’i tersebut hanya pada sebatas tataran paradigma, bukan pada tataran aplikasi, karena banyak produk pemikiran Imam Syafi’i yang menggunakan istihsan.

Mashlahah dan Istihsan

Kemaslahatan dibagi menjadi tiga: pertama, mashlahah mutabarah (المصلحة المعتبرة). Kemaslahatan yang diakui oleh syara’, seperti haramnya khamar karena memabukkan yang secara eksplisit dijelaskan dalam nash. Kedua, mashlahah mulghah (المصلحة الملغاة), yaitu kemaslahatan yang diingkari oleh syara’, seperti memberikan warisan yang sama antara laki-laki dan perempuan.

Ketiga, mashlahah mursalah (المصلحةالمرسلة), yaitu kemaslahatan yang tidak diakui secara eksplisit dan tidak diingkari secara eksplisit oleh syara’. Kemaslahatan ini secara umum masuk dalam kandungan kemaslahatan, yaitu mendatangkan kemanfaatan dan menolak kerusakan yang menjadi tujuan syariat Islam. Contohnya: aturan lalu lintas, pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA), kodifikasi al-Quran dalam satu mushaf, membakar al-Quran pada waktu Khalifah Utsman bin Affan Ra. untuk menghilangkan banyak kebingungan sehingga, hanya ada Mushaf Utsmani yang menjadi pegangan umat Islam yang disebar ke seluruh wilayah Islam.

Sementara adapun istihsan dibagi menjadi dua bagian: pertama (عدول المجتهد عن قياس جلي الي قياس خفي للمصلحة) pindahnya seorang mujtahid dari qiyas yang jelas menuju qiyas yang samar karena ada mashlahah. Kedua (عدول المجتهد عن حكم جلي الي استثنائي للمصلحة) pindahnya seorang mujtahid dari hukum yang umum menuju pengecualiannya karena ada mashlahah. Contohnya, pertama, kebolehan akad ijarah (sewa). Nabi Muhammad Saw bersabda:

لاتبع ما ليس عندك

“Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” (HR. Abu Dawud)

Menurut hadits ini, akad ijarah tidak boleh karena, ketika transaksi dan sudah dibayar lunas, tetapi barang atau manfaat belum digunakan. Ulama membolehkan akad ijarah karena kemaslahatan yang menuntut manusia melakukan itu untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Kedua, asas pembuktian terbalik. Selama ini, di Indonesia, yang dianut adalah asas praduga tak bersalah. Hal ini sesuai hadits:

ولكن البينة على المدعي واليمين علي من انكر

“Dan, tetapi alat bukti harus dihadirkan bagi pihak yang menuduh dan sumpah diberikan kepada pihak yang dituduh yang mengingkari tuduhan.” (HR. Baihaqi)

Saat ini, mendesak diberlakukan asas pembuktian terbalik, misalnya pada kasus pidana korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Dalam kasus ini, koruptor dituntut untuk menunjukkan bukti dari mana ia mendapatkan uang yang besar yang ada di rekening. Asas pembuktian terbalik ini, boleh dilakukan dengan dasar istihsan. Umar bin Khathab Ra. pernah menyita sebagian kekayaan seseorang yang dicurigai melakukan hal yang tidak benar.

Ketiga, Umar bin Khathab Ra. tidak membagi zakat mualaf. Ia berkata:

اني لا أجد من االف قلبه

“Sesungguhnya, aku tidak menemukan orang yang aku manjakan/taklukkan hatinya.”

Menurut Umar bin Khathab Ra, mualaf qulubuhum diberi bagian zakat karena mengagungkan Agama. Ketika kepemerintahan umat Islam sudah kuat, ia berpandangan bahwa tujuan memberikan zakat kepada mereka sudah tidak relevan. Sebab, secara umum, Islam ketika dalam posisi politik yang kuat tidak membutuhkan peran dan kontribusi mualaf karena tidak ada alasan yang digunakan.

Keempat, bolehnya negara melakukan intervensi harga. Pada masa Nabi Muhammad Saw, ketika diminta tolong untuk menetapkan harga, nabi menolak supaya masalah harga menjadi mekanisme pasar. Hal ini disebabkan masih normalnya moralitas manusia. Mereka tidak bermain untuk menumpuk kekayaan dengan menggunakan segala cara. Dalam hadits dijelaskan:

يا رسول الله غلا السعر فسعر لنا فقال رسول الله: ان الله هو المعسر

Wahai Rasulullah, harta mahal. Maka tetapkanlah harga pada kami?” Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya, Allahlah yang menetapkan harga.” (HR. Imam Lima kecuali Nasa’i)

Dalam konteks sekarang, ketika harga di pasar sudah dipermainkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti para spekulan, maka ulama memperbolehkan pemerintah menetapkan harga demi stabilitas ekonomi rakyat. Wallahu a’lam bisshawab.

Kontributor

  • Salman Akif Faylasuf

    Sempat nyantri di PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di PP Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.