Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Peristiwa Tendang Sesajen Perspektif Teori Hukum dan Toleransi Islam

Avatar photo
19
×

Peristiwa Tendang Sesajen Perspektif Teori Hukum dan Toleransi Islam

Share this article

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan konstitusi negara yang sah dan menjadi acuan dasar dalam setiap penyelenggaraan urusan kenegaraan.

Terbentuknya Konstitusi merupakan sebuah langkah progressif dalam konsep negara modern, yaitu sebagai landasan formal untuk membangun srtuktur kehidupan berbangsa dan bernegara yang kokoh berdasarkan nilai HAM Universal.

Selain itu, fungsi adanya konstitusi adalah berusaha memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak dasar seorang manusia supaya terhindar dari adanya pelanggaran yang dapat mengakibatkan seseorang gagal untuk mempertahankan eksistensi hidupnya serta tercipatanya suatu tatanan kehidupan yang harmonis.

Kebebasan Beragama Menurut Teori Hukum

Fungsi kontitusi sebagai pelindung HAM dan Kebebasan warga negara adalah bentuk penjabaran dari prinsip negara hukum yaitu equality before the law (persamaan di depan hukum), prinsip non-diskriminatif, dan keadilan hukum (legal justice), serta keadilan moralitas (social dan moral justice).[1] Salah satu aspek berkaitan dengan HAM yang diatur di dalam Konstitusi negara adalah prinsip kebebasan beragama. Hak seorang warga negara untuk menentukan urusan keyakinan dan menjalankan keyakinannya tersebut merupakan suatu hak yang tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun, prinsip tersebut disebut sebagai non-derogable rights. Di sinilah fungsi negara adalah memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak warga negaranya terkait urusan beragama dan/atau kepercayaan.

Poin kebebasan beragama yang diatur dan dijamin oleh negara di dalam UUD NRI 1945 Bab XI tentang Agama Pasal 29 Ayat (2) yang berbunyi:

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu”.[2]

Dari uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh kebebasan dalam beragama dan kepercayaan. Oleh karena itu, untuk merespon tentang penendangan sesajen yang memicu kontroversi dalam beberapa waktu ini, maka penulis berpendapat jika tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak patut untuk dilakukan baik secara hukum dan etika. Perihal tersebut mengingat bahwa hukum negara memberikan pengakuan dan jaminan terhadap eksistensi suatu agama atau kepercayaan, serta menjamin dan melindungi hak setiap pemeluknya untuk menjalankan agama dan/atau kepercayaannya itu.

Dari hal inilah, pentingnya menjaga prinsip toleransi dalam urusan kebebasan beragama dan kepercayaan. Sehingga mengapa urusan dalam hal beragama dan kepercayaan perlu dilindungi oleh hukum negara karena perihal tersebut merupakan urusan mendasar berkenaan dengan HAM seseorang. Namun dalam hal ini, pelaksanaan HAM tetap harus memperhatikan batasan yang telah ditentukan oleh hukum itu sendiri, sehingga peran hukum di sini adalah untuk menjadi penengah diantara berbagai perbedaan agar tetap sesuai koridor masing-masing tanpa saling menganggu dan/atau mencederai hak dari berbagai pihak. Mengingat tujuan hukum adalah untuk mencipatkan suatu kehidupan yang aman, tenteram dan sejahtera secara lahir dan batin.

Secara sederhana, uraian di atas juga dapat dilihat dari sudut pandang teori hukum alam. Salah seorang ahli hukum bernama Jacques Maritain memberikan definisi tentang urgensi dari hukum Alam yaitu:

“Hukum alam adalah suatu kebijakan dari hakikat kemanusiaan yang dapat dicapai oleh manusia yang mengarahkan bagaimana manusia harus bertindak agar dapat mencapai tujuan-tujuan kemanusiaan.”[3]

Penulis memiliki pandangan bahwa kehidupan umat manusia di dunia ini telah ditentukan batas-batas dan bagaimana mekanisme seorang manusia untuk dapat menjalankan perannya. Sehingga konsep tentang hukum alam dapat menjadi kaidah moral untuk setiap manusia berperilaku sesuai dengan kodratnya tanpa saling melanggar hak satu sama lain. Sehingga yang mejadi harapan adalah suatu kehidupan yang damai dan sejahtera, sesuai dengan prinsip kemanusiaan yaitu saling menghormati dan menjunjung tinggi hak dan martabat manusia di manapun berada. Mengingat bahwa konsep hukum alam berlaku universal.

Toleransi Perspektif Islam

Di dalam tulisan ini penulis juga menggunakan sudut pandang toleransi dalam perspektif Islam. Pada dasarnya konsep ajaran Islam menjunjung tinggi perdamaian dan toleransi dalam kehidupan umat manusia, perihal tersebut berkaitan dengan prinsip Rahmatan lil’ Alamin yaitu membawa kedamaian dan kasih sayang untuk seluruh alam semesta. Artinya terdapat kaidah-kaidah yang patut diperhatikan dalam bersikap maupun bertingkah laku terutama dalam hubungan antar sesama manusia.

Prinsip mengenai toleransi apabila ditinjau secara historis sudah dipraktikan sejak zaman Nabi Muhammad SAW yaitu dengan terbentuknya Piagam Madinah. Substansi dari Piagam Madinah di dalam butir-butir kesepakatannya menjelaskan tentang toleransi beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti, serta melindungi anggota terikat di dalam Piagam Madinah.[4] Sehingga di dalam tulisan ini akan dipaparkan mengenai perspektif Islam dalam toleransi beragama dan berkeyakinan.

Dalam hal kebebasan beragama dan berkeyakinan, mengutip pendapat dari Prof. Quraish Shihab pada intinya beliau menjelaskan bahwa di dalam suatu masyarakat terdapat apa yang dianggap baik oleh masyarakat tersebut maka tidak boleh diganggu.[5] Perihal tersebut di dasarkan kepada Al-Qur’an Surat Al-An’am Ayat (108) yang berbunyi :

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

108.  Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.[6] (Terjemah Kemenag 2002)

Menurut pendapat Prof. Quraish Shihab dari ayat di atas menjelaskan larangan memaki atau menghina sesembahan orang lain. Dalam hal ini, biarlah Tuhan yang menentukan di hari kemudian, apa pandangan dan keputusan Tuhan terhadap persoalan tersebut. Selain itu, beliau juga menjelaskan bahwa menghormati bukan berarti setuju, perihal tersebut di dasarkan kepada Q.S Surat Al-Baqarah Ayat 139 yang berbunyi:

قُلْ اَتُحَاۤجُّوْنَنَا فِى اللّٰهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْۚ وَلَنَآ اَعْمَالُنَا وَلَكُمْ اَعْمَالُكُمْۚ وَنَحْنُ لَهٗ مُخْلِصُوْنَ ۙ

139.  Katakanlah (Muhammad), “Apakah kamu hendak berdebat dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu, dan hanya kepada-Nya kami dengan tulus mengabdikan diri.[7] (Terjemah Kemenag 2002)

Dari ayat tersebut, dengan merujuk pendapat Prof. Quraish Shihab dapat dipahami tentang bagaimana menghargai kepercayaan setiap orang. Karena apabila tidak menghargai kepercayaan orang lain, maka perihal tersebut dikhawatirkan akan mengundang orang yang tidak sependapat dengan kepercayaan kita juga berlaku demikian (tidak menghargai).

Dalam hal ini, masih terkait konteks persoalan menendang sesajen yang memicu polemik, dalam penggalan video pelaku penendang sesajen tersebut mengatakan bahwa “Ini (Sesaji) yang membuat murka Allah jarang sekali disadari bahwa inilah yang mengudang murka Allah, sehingga Allah menurunkan azabnya”[8]. Prof. Quraish Shihab menegaskan bahwa dalam konteks persoalan yang terjadi (video pelaku penendang sesajen), pada dasarnya tidak akan terjadi suatu hal apapun tanpa seizin Allah. Dari pendapat beliau, maka dapat diartikan bahwa tidak boleh mendahului ketetapan yang telah Allah gariskan mengenai apa yang terjadi dan tidak akan terjadi.

Dari beberapa uraian di atas, pada hakikatnya menekankan pentingnya prinsip toleran di dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara, artinya jika terdapat suatu ketentuan hukum negara yang mengatur mengenai persoalan tentang kebebasan beragama maka wajib bagi semua warga negara untuk tunduk dan mematuhinya. Mengingat bahwa Islam sangat mengedepankan kemaslahatan bersama dalam hidup, yaitu mencegah kerusakan, untuk kehidupan yang aman dan bahagia sesuai dengan tujuan syariah (Maqashid Syariah). Artinya tidak dibenarkan untuk menganggu dan/atau menyinggung urusan agama dan kepercayaan lainnya, sehingga semua pihak harus patuh terhadap konsensus bernegara yang disepakati bersama.

Penulis berkesimpulan bahwa toleransi merupakan etika yang patut dijunjung tinggi yaitu memahami koridor atau batasan yang telah ditetapkan. Seorang manusia perlu memahami batasan bagaimana bersikap dan/atau menyikapi sesuatu persoalan yang berbeda atau tidak sepemikiran dengan dirinya sendiri. Karena pada intinya, semua yang terjadi di dunia ini sudah memiliki alur yang ditetapkan Tuhan. Sehingga sudah selayaknya sebagai manusia untuk bersikap memanusiakan manusia yang lain dengan tidak menghakimi suatu urusan yang bukan ranahnya, terlebih negara Indonesia adalah negara multikultural sehingga banyak perbedaan dalam berbagai unsur kehidupan seperti sosial, budaya, bahasa dan agama.

 


[1] King Faisal Sulaiman, “ TEORI dan HUKUM KONSTITUSI”, (Bandung: Nusa Media, 2017), Cet, 1, hlm. 27.

[2] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 29 Ayat (2)

[3] Munir Fuady, “TEORI-TEORI BESAR (Grand Theory) DALAM HUKUM”, (Jakarta: Kencana, 2013), Cet, 4, hlm. 13.

[4] Aslati, “TOLERANSI ANTARA UMAT BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Suatu Tinjauan Historis)”, Jurnal TOLERANSI, Vol 4, No 1 (2012) : Januari – Juni, hal. 54.

[6] Al-Qur’an Surat Al-An’am (6) : 108. Diakses dari Aplikasi Qur’an Kemenag In Word.

[7] Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2) : 139, Diakses dari Aplikasi Qur’an Kemenag In Word.

Kontributor

  • Enggar Wijayanto

    Asal Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Sekarang menempuh studi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan Program Studi Hukum Tata Negara. Hobi membaca buku, dan menulis puisi.