Tinggal bersama di suatu daerah tentu mengharuskan adanya kesepakatan-kesepakatan yang dibuat demi meraih hidup yang harmoni. Dan ketika kesepakatan itu dibuat, maka keberkahan akan dilimpahkan oleh Allah SWT.
Sebagaimana firman-Nya dalam hadits qudsi:
“Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang melakukan persekutuan (kesepakatan baik) selama salah satu pihak tidak mengkhianati yang lain. Jika ada yang khianat maka Aku akan keluar dari mereka.”
Al-Munawi dalam At-Taisir bi Syarh Al-Jami’ Ash-Shaghir, menerangkan bahwa keterlibatan Allah di situ adalah dalam bentuk pertolongan dan keberkahan persekutuan dan kesepakatan. Sedangkan makna Allah keluar di situ adalah tidak ada lagi keberkahan dalam persekutuan sehingga akan terjadi perselisihan, pertengkaran dan sebagainya.
Dalam hadits lain, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barang siapa memisahkan diri dari kelompoknya maka dia akan mati seperti mati jahiliyah. Barang siapa yang melanggar perjanjian dan meninggal dalam keadaan melanggar perjanjian, maka pada hari kiamat dia datang tidak mempunyai pembelaan sama sekali (pasti dihukumi salah dan berdosa).”
Dalam kehidupan berumah tangga, bermasyarakat, berkelompok, berbangsa barangkali, ada hal-hal yang tidak menguntungkan kita. Itu adalah ujian yang tidak kemudian disikapi dengan keluar dari kesepakatan. Tapi justru untuk menunjukkan seberapa besar kesetiaan kita pada kesepakatan itu dan seberapa besar perjuangan yang pengorbanan yang telah kita berikan.
Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 246-251 menceritakan bagaimana Bani Israel setelah mangkatnya Nabi Musa AS, meminta kepada nabi mereka agar diberikan raja yang memimpin mereka dalam membela negeri. Setelah raja ditentukan dan dipilih, yakni Raja Talut dan peperangan dimulai, sebagian besar dari meraka mengkhinati kesepatan itu. Akhir cerita kemenangan ada pada Raja Talut dan sisa pasukannya dengan hadirnya sosok menonjol di dalamnya, yakni Daud (nabiyullah AS), sementara mereka yang berkhianat akhirnya gigit jari.
Cerita ini, di samping memberi pelajaran untuk setia pada kesepakatan, sabar dalam ujian, teguh dalam pendirian juga mensinyalir perlunya pemimpin di suatu wilayah, di luar kepemimpinan nabi, yang mengatur urusan-urusan dunia. Dan yang lebih penting dari itu, rakyat harus mentaatinya.