Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Berita

Isi Lengkap Pertemuan Grand Syekh Al-Azhar dan Menteri Luar Negeri Perancis

Avatar photo
10
×

Isi Lengkap Pertemuan Grand Syekh Al-Azhar dan Menteri Luar Negeri Perancis

Share this article

Grand Syekh Al-Azhar Ahmed Al-Tayeb menerima kedatangan Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Yves Le Drian beserta rombongan di kantor Masyikhah Al-Azhar Kairo Mesir. Kunjungan Le Drian bertujuan untuk meredakan ketegangan antara negaranya dan masyarakat muslim dunia akibat publikasi kartun Nabi Muhammad oleh Charlie Hebdo.

Dalam kunjungannya ke Mesir Minggu (8/11), Menlu Jean-Yves Le Drian sebelumnya bertemu dengan Presiden Abdel Fattah el-Sisi dan Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shourky. Dia menyampaikan pesan bahwa negaranya amat menghormati agama Islam.

Pertemuan dengan Grand Syekh Al-Azhar menjadi penting karena sedari awal Syekh Ahmed At-Tayeb dengan tegas bersikap dan mengecam klaim kebebasan berekspresi yang dilakukan majalah satir mingguan itu. Beliau pun menolak istilah “Terorisme Islam” yang digunakan Presiden Emmanuel Macron dan pada saat yang sama, juga mengecam aksi pembunuhan penuh kebencian terhadap guru sejarah Samuel Paty.

Al-Azhar Meluruskan Perspektif Barat tentang Islam

Dalam pertemuan itu, Syekh Al-Azhar mengatakan bahwa kaum muslimin baik pemimpin maupun rakyatnya memaklumatkan penolakan terhadap terorisme yang mengibarkan bendera Islam. “Islam, Nabi, dan muslim berlepas dari terorisme. Saya telah mengucapkan kata-kata ini di kota-kota utama di Eropa, di London, Paris, Jenewa, dan Roma, di pertemuan PBB dan negara-negara Asia,” tegas beliau dikutip Almasry Al-Youm Minggu (8/11).

Imam Besar Al-Azhar menambahkan, “Kami tidak bertanggung jawab atas mereka, dan kami tidak mengatakan ini sebagai permintaan maaf dari Islam karena Islam tidak bersalah dan tidak bertanggung jawab atas tindakan siapa pun.”

Baca juga: Reaksi Al-Azhar atas Ketegangan yang Terjadi di Perancis

“Saya dengan memakai serban Al-Azhar ini membawakan karangan bunga mawar di luar teater Bataclan, menolak terorisme, dan menyampaikan belasungkawa kepada para korban,” lanjutnya.

Selama kunjungan ke Paris pada 2016 untuk bertemu Mantan Presiden Perancis Francois Hollande, Grand Syekh Ahmed At-Tayyeb juga meletakkan bunga di luar teater Bataclan untuk menghormati para korban serangan teroris pada 13 November 2015. Sejumlah pria bersenjata melepaskan tembakan ke tempat itu selama konser berlangsung, menyebabkan 90 orang tewas dan ratusan terluka.

Beliau menambahkan bahwa para pemimpin di Eropa perlu untuk meyakini dan menyadari bahwa terorisme tidak mewakili Islam atau kaum muslimin. “Justru umat Islam adalah korban pertama terorisme, negara kami adalah korban terorisme, dan ekonomi kami memburuk dipengaruhi terorisme. Terorisme ada di antara pengikut setiap agama dan sistem,” kata beliau kepada menteri luar negeri Perancis itu.

Grand Syekh Al-Azhar Ahmed At-Tayeb menghadiahi Menteri Jean-Yves Le Drian Piagam Persaudaraan Kemanusiaan.

“Jika kita mengatakan bahwa Kristen tidak bertanggung jawab atas serangan terorisme di Selandia Baru,” ujar beliau, “maka kita juga harus mengakui bahwa Islam tidak bertanggung jawab atas tindakan terorisme membunuh orang yang diatasnamakan Islam.”

Kepada Le Drian, Syekh Al-Azhar menegaskan, “Selamanya saya tidak menerima Islam dituduh sebagai agama terorisme.” Beliau dengan bijak mengapresiasi pernyataan Menteri Luar Negeri Perancis selama ketegangan yang terjadi di sana, yang dianggapnya “bijak dan rasional”.

Syekh Al-Azhar menekankan, “Ketika berbicara tentang Islam dan Nabi, saya tidak pandai berdiplomasi. Saya akan selalu menjadi orang pertama yang memprotes penghinaan terhadap agama dan Nabi kami.”

Beliau kemudian mengaku terkejut dengan pernyataan-pernyataan menyakitkan dan justru mencerminkan “ujaran kebencian” selama ketegangan ini, karena justru akan berbalik menyerang Perancis dan mengukuhkan tembok kebencian antara negara itu dan masyarakat Arab Islam. “Pernyataan ini kemudian dieksploitasi oleh ekstremis untuk melakukan tindakan terorisme,” imbuhnya.

“Ketika sebuah surat kabar menyinggung sekitar dua miliar muslim di dunai, ini bukanlah kebebasan berekspresi, melainkan kejahatan yang melukai perasaan kaum muslimin dan semua orang moderat dan merugikan kepentingan Perancis di negara-negara Arab dan Islam.” tandasnya.

Baca juga: Berikut Enam Pertanyaan yang Jelaskan Ketegangan di Perancis

Syekh Al-Azhar menekankan, “Kami akan membawa orang yang menyinggung Nabi kami ke pengadilan internasional bahkan jika kami menghabiskan seluruh hidup kami. Saya meminta negara-negara yang selama ini mengagungkan hak dan kebebasan untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam menghentikan setiap pernyataan yang mengaitkan terorisme dengan Islam.”

“Semua istilah ini melukai perasaan kaum muslimin,” kata beliau beralasan.

Syekh Al-Azhar menunjukkan bahwa terorisme adalah rekayasa ciptaan internasional, dan dunia Arab adalah teater di mana kejahatan teroris dilakukan. “Jika ada keinginan serius untuk memberantas terorisme, mereka pasti akan melakukan. Menurut saya, terorisme adalah senjata sewaan di mana negara-negara berkepentingan bermain dan mengedarkannya. Dan yang menjadi korban adalah masyarakat muslim dan Arab.” ujar beliau.

Pesan Khusus Al-Azhar untuk Perancis

Kemudian Grand Syekh Al-Azhar menyatakan bahwa pihaknya siap diajak bekerja sama untuk memerangi terorisme dan ekstremisme. “Al-Azhar siap untuk bekerja sama dengan Perancis bahkan mengeluarkan dananya sendiri untuk meluruskan
perspektif keliru tentang Islam dan memerangi ekstremisme di sana.” imbuh beliau.

“Kami tidak menginginkan imbalan atau pujian, karena yang kami lakukan adalah kerja perdamaian. Kami juga siap untuk menyediakan portal khusus berbahasa Perancis untuk menjembatani dialog, menebarkan moderatisme dan kerja sama, sebagaimana yang telah kami lakukan dengan Vatikan, Dewan Gereja dan organisasi-organisasi besar keagamaan dunia. Piagam Persaudaraan Kemanusiaan adalah bukti terbaik dari kerjasama ini yang seandainya dibaca para pejabat, niscaya dunia akan terhindar dari masalah.”

Baca juga: Dari Pemakai Narkoba Berubah Religius, Riwayat Pelaku Serangan Nice Perancis

Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Yves Le Drian menggelar jumpa pers seusai dialog dengan Grand Syekh Al-Azhar

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Perancis menegaskan bahwa negaranya sangat menghormati Islam dan posisinya dalam kebudayaan, sejarah, dan ilmu pengetahuan Perancis. Negaranya berharap dapat mendorong kajian, pendidikan dan kebudayaan Islam terutama yang terkait langsung dengan instansi Al-Azhar. “Penting sekali sosok Syekh Al-Azhar dan media Shout Al-Azhar dalam menyuarakan toleransi dan moderasi,” ujarnya.

Kemudian dalam konferensi pers yang digelar Minggu sore sesuai bertemu Grand Syekh Al-Azhar Ahmed At-Tayeb, Le Drian mengatakan bahwa masyarakat muslim Perancis adalah bagian tak terpisahkan dari warga negara Perancis dan mereka dapat menjalankan syiar agama mereka di bawah jaminan perlindungan negara.

“Satu-satunya perang yang harus kita perangi bersama mitra negara seperti mesir adalah terorisme dan ekstremisme serta mereka yang mencoreng agama untuk tujuan politik.” kata Le Drian.

Mantan Menteri Pertahanan Perancis itu menegaskan, “Kami membedakan antara Islam dan mereka para ekstremis. Umat Islam adalah korban pertama terorisme.”

“Bersama institusi besar seperti Al-Azhar, kami harus memerangi ujaran kebencian terhadap Islam dan pemeluknya serta memerangi penyimpangan para ekstremis agama.” tandasnya dalam konferensi pers di kantor Masyikhah Al-Azhar.

Kontributor

  • Redaksi Sanad Media

    Sanad Media adalah sebuah media Islam yang berusaha menghubungkan antara literasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Mengampanyekan gerakan pencerahan melalui slogan "membaca sebelum bicara". Kami hadir di website, youtube dan platform media sosial.