“Lembaga fatwa Masjid Istiqlal bakal mengadaptasi teknologi digital untuk memudahkan masyarakat dalam mendapat fatwa dari ulama kompeten dengan cara cepat dan akurat sesuai masalah yang diajukan.”
Jakarta – Masjid Istiqlal bakal bertransformasi menjadi lembaga fatwa yang inklusif untuk menjawab kebutuhan masyarakat Islam di tengah derasnya arus informasi seiring kemajuan teknologi digital.
Lembaga fatwa Masjid Istiqlal bakal mengadaptasi teknologi digital untuk memudahkan masyarakat dalam mendapat fatwa dari ulama kompeten dengan cara cepat dan akurat sesuai masalah yang diajukan.
Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan Masjid Istiqlal, Dr. Mulawarman Hannase, Lc., MA.Hum. mengatakan Masjid Istiqlal telah menyiapkan infrastruktur digital dan sumber daya manusia (SDM) untuk mewujudkan lembaga fatwa ini.
Menurut dia, saat ini masyarakat membutuhkan jawaban dari ulama kompeten untuk persoalan keagamaan yang bersifat praktis dan aplikatif namun infrastruktur lembaga fatwa yang ada saat ini belum memenuhi kebutuhan itu.
“Persoalan keagamaan sekecil apapun bisa langsung dijawab oleh ahlinya jika kita mampu menyediakan infrastruktur digital yang baik. Saat ini lembaga fatwa di Indonesia belum ada yang seperti itu,” kata Dr. Mulawarman saat ditemui di kompleks Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (22/1/2025).
Bila mengaca bagaimana lembaga fatwa di Mesir, lanjut dia, akses ke lembaga fatwa sangat mudah karena telah mengadaptasi teknologi digital. Masyarakat bisa mengadukan persoalan mereka hanya dengan telepon genggam.
“Lembaga fatwa di Mesir menyediakan hotline dan aplikasi yang dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat,” ucap dosen Middle East And Islamic Studies di Universitas Indonesia ini.
Dengan begitu, masyarakat merasa tenang karena mendapat jawaban dari lembaga fatwa kompeten yang tentu saja digarap oleh tenaga ahli dalam berbagai bidang ilmu keislaman. Sehingga masyarakat punya pijakan hukum yang sah sesuai syariat agama.
Alumni Universitas Al Azhar Mesir ini menegaskan bahwa fatwa harus mudah diakses oleh masyarakat karena mereka berhak mendapat informasi hukum yang valid dari para ahli yang memang bergelut di bidang agama.
“Jangan sampai masyarakat mendapat informasi keagamaan dari lembaga yang tidak kompeten, apalagi hanya dari media sosial yang memang saat ini laju informasinya semakin disruptif,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Dr Mulawarman menyinggung perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang saat ini mulai digunakan masyarakat untuk mendapat informasi keagamaan.
“Penggunaan AI dapat menjadi berkah jika digunakan dengan baik, tetapi juga bisa menjadi musibah kalau digunakan tanpa pengawasan ahli. Kita bisa lihat bagaimana AI menjawab persoalan agama saat ini,” ucap dia.
AI itu menjawab persoalan atas tulisan yang beredar di internet. Mengumpulkan data yang ada, paling banyak, dan paling relevan menurut standar algoritma masing-masing penyedia layanan AI.
“Bayangkan jika informasi yang dianggap kredibel menurut algoritma AI itu bersifat ekstrem dan radikal, maka akan menjadi informasi yang menyesatkan,” katanya.
Untuk itu, pihaknya mengajak kepada masyarakat agar berhati-hati dalam menggunakan AI untuk menjawab persoalan-persoalan keagamaan, terlebih pada persoalan yang bersifat ushuli atau mendasar.
“Lembaga fatwa Masjid Istiqlal telah mengantisipasi persoalan itu dengan mengaplikasikan AI dalam aplikasi aduan yang akan segera diluncurkan. Semoga ini menjadi jawaban atas persoalan zaman yang terus berubah,” pungkasnya.