Sejumlah orang
muslim dari semua lapisan masyarakat di seluruh dunia bersatu mengulurkan
donasi dan dukungan untuk mengatasi virus Covid-19.
Dilansir dari trtworld.com
(9/4/2020), laporan dari Inggris bahwa empat dokter muslim meninggal dunia
karena virus Corona adalah indikasi tentang pengorbanan yang dilakukan
komunitas muslim di seluruh dunia dalam upaya mengatasi pandemi.
Kematian para
dokter muslim juga merupakan teguran tragis terhadap beberapa retorika
anti-imigran yang menjadi pandangan mainstrem masyarakat Inggris dalam beberapa
tahun terakhir.
Baru-baru ini
seorang perawat muslim di Inggris meninggal karena virus corona, di antara
banyak tenaga kesehatan lainnya yang mempertaruhkan hidup mereka setiap hari.
Di luar profesi
medis, para ilmuwan muslim, bisnisman, dan olahragawan dengan cara mereka
sendiri berusaha membantu mengendalikan dan menanggulangi penyebaran virus
Corona.
Pemain depan
Liverpool Sadio Mane telah menunjukkan kemurahan hati yang luar biasa ketika
negara asalnya, Senegal, berupaya mengatasi wabah Covid-19.
Pria 27 tahun itu
menyumbangkan lebih dari 50.000 USD kepada Departeman Kesehatan Senegal dalam
upaya menopang pertahanan negaranya. Di Senegal, terdapat lebih dari 250 kasus
positif Covid-19 dan setidaknya dua kematian sudah terkonfirmasi.
Bagi Mane, ini
bukan pertama kalinya dia berkontribusi untuk negara asalnya. Pada 2019 lalu,
ia membantu membangun masjid, rumah sakit, dan sekolah senilai lebih dari
300.000 USD di kota asalnya, Bambali.
Muslim lain seperti
CEO Medtronic, Omar Ishrak, seorang pengusaha Bangladesh-Amerika, berada di
garis depan bekerja dengan bisnis Taiwan Foxconn untuk menghasilkan ventilator
pernapasan.
Memanfaatkan
teknologi open-source, dua perusahaan memulai memproduksi teknologi yang
menyelamatkan jiwa manusia ketika Covid-19 menyebar.
Dalam bidang sains,
dua ahli mikrobiologi klinis dari Universitas Johns Hopkins, dr. dan dr. Heba
Mostafa telah mengembangkan tes skrining virus corona yang akan memungkinkan
universitas melalukan uji kesehatan lebih dari 1.000 orang per hari.
dr. Mostafa lahir
di Mesir dan mendapatkan pelatihan dalam bidang kedokteran di Universitas
Alexandria sebelum meninggalkan negara itu pada tahun 2004 untuk mengejar karir
medisnya di luar negeri. Dia pakar dalam bidang influenza dan penyebaran
penyakit menular.
Ini juga kesempatan
bagi negara-negara muslim untuk mengakui bahwa dalam iklim akademik yang
menghormati dan mengembangkan kompetensi, mereka menyaksikan beberapa kader
bangsa berbakat pergi meninggalkan negara asal mereka.
Mesir saat ini
memiliki lebih dari 1.500 kasus positif Covid-19 dan 103 kematian, namun jumlah
sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi.
Sebaliknya, para
pemimpin muslim di Myanmar berani mendekati wabah ini sebagai kesempatan untuk
menjangkau negara yang sebagian besar beragama Budha itu.
Selama beberapa
tahun terakhir, Myanmar telah menarik perhatian dunia karena penderitaan umat
nuslim Rohingya oleh para ekstremis Buddha dengan dukungan diam-diam dari
pemerintah.
Tin Maung Than,
sekretaris Dewan Urusan Agama Islam Myanmar telah secara terbuka mengatakan
komunitas muslim siap untuk menjadi bagian dari solusi negara.
“Ada lebih dari 1.000 masjid di Myanmar serta
beberapa sekolah agama muslim. Ada juga hotel, apartemen, dan bangunan yang
dimiliki oleh pengusaha muslim. Tempat-tempat ini dapat digunakan sementara
dalam memerangi virus,” kata Than kepada Anadolu Agency.
Gerakan-gerakan
solidaritas seperti di atas, yang ditunjukkan oleh para pemimpin muslim,
akademisi dan pemain olahraga, memiliki peran penting untuk menyatukan
orang-orang dari semua latar belakang dalam rangka melawan masalah bersama.