Nama lengkap Fakhruddin ar-Razi ialah Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan bin Ali at-Tiyami al-Bakri ath-Thabari. Julukan yang populer dan biasa untuk menyebutkan nama Muhammad bin Umar seperti yang tercantum dalam kitab-kitab sejarah ialah “al-Imam, Fakhruddin, ar-Razi dan Syaikhul İslam”.
Ar-Razi lahir di kota Ray pada tahun 544 H, bagian dari negeri Daylam dekat dengan Khurasan. Ar-Razi memiliki postur tubuh yang tegak, agak gemuk dan jenggotnya tebal. Suaranya besar dan berwibawa.
Perjalanan keilmuan Ar-Razi dimulai dari belajar pada ayahnya, Syekh Dhiyauddin Umar. Ayahnya ini termasuk ulama agung Ray. Dia menimba ilmu pada ayahnya hingga wafat.
Ar-Razi hidup pada separo abad 6 hijiriah. Masa di mana kehidupan umat Islam baik secara politik, kemasyarakatan, keilmuan dan akidah sedang semrawut. Pemerintahan Abbasiyah sedang dalam masa kritis. Kabar perang Salib di Syam dan pasukan Tartar di Timur membuat umat Islam saat itu bersusah payah.
Baca juga: Imam Fakhruddin Ar-Razi, Ikon Puncak Keemasan Mazhab Asy’ari
Pada saat itu juga terjadi banyak perselisihan mazhab baik dalam permasalahan fikih maupun akidah. Di Ray dalam fikih terdapat 3 kelompok mazhab: Syafi’iyah, Hanafiyah dan Syi’ah.
Terlebih dalam permasalahan İlmu kalam, umat Islam terpecah menjadi banyak kubu dan menghasilkan perdebatan yang sangat panjang. Dalam hal ini, kelompok yang paling masyhur dari mereka ialah: Syi’ah, Muktazilah, Bathiniah, Murjiah dan Karamiyah.
Meski demikian, menurut Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah, pergolakan tersebut tidak membuat ilmu-ilmu praktis duniawi seperti ilmu logika, arsitektur, musik dan lainnya mengalami kemunduran. Ilmu-ilmu tersebut tetap mengalami perkembangan yang baik. Terlebih di Irak dan wilayah sekitarnya.
Dalam pergolakan politik, logika dan keagamaan ini, Imam Ar-Razi tumbuh dan mengambil bagiannya dalam setiap permasalahan.
As-Subuki menyebutkan bahwa Ar-Razi yang telah mahir ilmu pernah menemui Khawarizmi yang pada saat itu bagian dari Muktazilah. Telah terjadi perdebatan antara Khawarizmi dan kaum Muktazilah yang mengakibatkan dia keluar dari Muktazilah. Bahkan disebutkan bahwa ar-Razi sempat berseteru dengan kelompok Karamiyah yang mengakibatkan ia disiksa karenanya.
Ar-Razi mahir di banyak bidang disiplin keilmuan. Di antara yang masyhur dan tercatat dalam buku-buku sejarah ialah fikih, ushul, kalam, filsafat, kedokteran dan tafsir.
Ar-Razi sebagai Fakih
Imam Ar-Razi adalah seorang ahli fikih. İa belajar fikih pada İmam Samnani. Dan ketika ia membandingkan fikihnya (dengan fikih Hanafiyah), tampaklah kecondongannya pada pendapat-pendapat Hanafiyah yang memiliki banyak kesamaan dengan penafsiran ayat-ayat hukum dalam penafsirannya.
Baik ar-Razi dan Hanafiyah memang sama-sama memiliki kecondongan untuk menggunakan hujah-hujah aqliyah (argumentasi logika) dalam memahami ayat al-Qur’an dan hadits Nabi.
Di antara kitab fikih yang ia tulis ialah Fath al-Ala’iyah 4 Jilid, dan syarah atas al-Wajiz milik al-Ghazali.
Ar-Razi sebagai Ahli Ushul Fikih
Ar-Razi juga seorang yang pakar dalam bidang ushul fikih. İa hafal diluar kepala isi kitab al-Mustashfa milik Al-Ghazali, juga al-Mu’tamad milik Abu Al-Husain Al-Basri.
Pengarang kitab Mir’at al-Jinan menyebutkan bahwa saat Ar-Razi hidup, para cendekiawan sedang gencar-gencarnya mengkaji dua ushul (ushul fikih dan ushuluddin) dan Ar-Razi mengambil bagiannya dalam disiplin ilmu ini secara sempurna.
Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah berkata, “Para cendekiawan saat itu sedang gencar-gencarnya mempelajari ushul fikih versi mutakallimin. Dan kitab yang terbaik saat itu ialah al-Burhan milik Al-Haramain, al-Mustashfa milik Al-Ghazali dari kalangan Asy’ariah, kitab al-‘Ahd milik Abdul Jabbar dan syarahnya, al-Mu’tamad milik Abi Al-Husain Al-Basri dari kalangan Muktazilah. Keempat kitab itu merupakan kunci dari disiplin ilmu ini. Kemudian keempat kitab tersebut diringkas oleh dua orang: Ar-Razi dengan al-Mahsul dan Saifuddin al-Asadi dengan kitab al-Ahkam.”
Ar-Razi sebagai Ahli Kalam
Ar-Razi seorang ulama pakar ilmu Kalam. Ar-Razi bermazhab Asy’ari dalam ilmu Kalam. Bahkan disebutkan dia lebih masyhur dengan ilmu kalamnya ketimbang ilmu ushul dan fikihnya.
Ar-Razi belajar pada beberapa guru dalam disiplin ilmu kalam. Salah satunya ialah al-Majd al-Jayli.
Di antara kitab karangan Ar-Razi dalam ilmu Kalam ialah Ta’sis at-Taqdis dan Asrar at-Tanzil wa Anwar at-Ta’wil.
Ar-Razi sebagai Filsuf
Imam Ar-Razi adalah seorang filsuf. Di antara karyanya dalam bidang filsafat ialah Syarh al-İsyarat, Lubab al-İsyarat dan al-Mulakhas fi al-Falsafah.
Ar-Razi sebagai Dokter
Imam Ar-Razi juga seorang dokter. Al-Qufti dalam kitab Uyun al-Anba’ fi Thabaqat al-Thiba’ mengatakan bahwa Ar-Razi adalah orang yang baik, tajam pemikirannya, baik penyampaiannya, banyak melakukan kebaikan serta memiliki analisa yang kuat dalam permasalahan kesehatan.
Di antara kitabnya dalam bidang kesehatan ialah Masail at-Tib, al-Jami’ al-Kabir fi at-Tib, at-Tasyrih min al-Ra’s ila al-Khaliyah dan yang lainnya.
Ar-Razi sebagai Mufassir
Ar-Razi juga merupakan ahli tafsir. Para sejarawan juga sepakat memasukkan Ar-Razi ke dalam bagian dari ahli tafsir.
Namun dengan keluasan ilmu yang dimiliki Ar-Razi, sejarawan berbeda pendapat terkait disiplin ilmu mana yang lebih melekat kemasyhurannya pada sosok dirinya.
Kitab Tafsir Al-Kabir Mafatih Al-Gaib
Fakhruddin Ar-Razi termasuk ulama yang mutabahhir, paham secara mendalam ilmu-ilmu naqliyah (riwayat) dan aqliyah (logika).
Salah satu karya Ar-Razi dalam bidang tafsir yang fenomenal adalah kitab Mafatih al-Ghaib yang sering disebut dengan Tafsir Al-Kabir.
Namun, banyak pendapat yang mengatakan bahwa Ar-Razi belum sempat menyelesaikan ketika menuliskannya. Pendapat ulama pun berbeda terkait tulisan terakhir Ar-Razi dalam kitabnya ini.
Imam Adz-Dzahabi berpendapat: akhir surat yang ditulis Ar-Razi ialah surat Al-Anbiya sebelum kemudian dilanjutkan oleh Syihabuddin Al-Khubi dan Najmuddin Al-Qumuli.
Saking miripnya, orang yang membaca tafsir ini tidak akan menemukan ketimpangan dalam konsep serta manhaj di dalamnya dan tidak mampu membedakan yang asli (milik Ar-Razi) dan penulis setelahnya.
Di dalam kitabnya ini, Ar-Razi banyak menjelaskan munasabah, kesesuaian antar ayat dan surat, juga banyak mengaplikasikannya pada ilmu-ilmu filsafat, falak, tabiat, pembahasan-pembahasan ketuhanan dengan menggunakan metode istidlal filsafat aqliyah (pengambilan dalil dengan nalar filsafat) dan pembahasan lainnya. Wallahu a’lam.
Referensi:
- Muqaddimah Mafatih Al-Ghaib, karya Imam Ar-Razi, 1981 (Beirut: Daar Al-Fikr).
- Mabahis fi Ulum Al-Qur’an, karya Syekh Manna Al-Qattan, 1973 (Surabaya: Al-Hidayah).