Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Kiprah Al-Kindi Menyelaraskan Agama Dan Filsafat

Avatar photo
37
×

Kiprah Al-Kindi Menyelaraskan Agama Dan Filsafat

Share this article

Baik agama dan filsafat adalah dua entry
yang berbeda, namun tidak ada alasan keduanya tidak dapat bertemu. Sintesa agama
dan filsafat merupakan pekerjaan klasik untuk menyibak kebenaran keduanya. Tulisan
ini membahas upaya penyelarasan yang dilakukan oleh Al-Kindi, di mana warisan
Al-Kindi tersebut kemudian dilanjutkan oleh filsuf-filsuf setelahnya, seperti
Abu Nashr Al-Farabi, Abu Ali bin Sina dan seterusnya.

Bernama lengkap Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin
Sabbah bin Imran bin Ismail Al-Ash’ats bin Qais Al-Kindi, seorang filsuf Arab pertama.
Al-Kindi lahir tahun 801 M di Kufah, Iraq. Beruntung Al-Kindi lahir pada masa
Dinasti Abbasiyyah dalam keadaan intelektual dan sosial politik yang sangat
dinamis. Keadaan tersebut memberi keuntungan tersendiri baginya karena
kemapanan internal dan tidak terganggunya ekonomi keluarga membawanya dapat
mengakses dengan mudah literatur-literatur asli Yunani (Drajat, 2006: 9-10).

Di masa Al-Kindi, filsafat belum terlalu
dikenal dalam tradisi keilmuan Islam. Dalam hal ini, dia adalah orang pertama
yang mengenalkan pemikiran Yunani ke dunia Arab. Dia memang tidak dapat
mengakses bahasa Yunani, sehingga ia mengandalkan terjemahan dari penerjemah
Kristen, di antaranya: Abd Al-Masih bin Naiman (penerjemah Enneads),
Eustathius (penerjemah Metaphysic), dan Yahya bin Al-Bitriq (penerjemah De
Caelo
, De Anima).

Kekurangan dalam penguasaan bahasa Yunani
itu menjadikan Al-Kindi keliru dalam memilih sumber otentik Aristoteles. Seperti
buku Enneads yang dalam tradisi Islam dikenal dengan Teologi
Aristoteles
yang digunakan Al-Kindi ternyata bukan dari Aristoteles. Selain
itu, Peter Adamson dalam A History of Islamic Philosophy membandingkan
lembaga terjemah yang dipimpin Al-Kindi tidak seakurat lembaga terjemah yang
dipimpin rekan sejawatnya yaitu Hunain bin Ishaq Al-Ibadi (Adamson, 2016: 27).

Bagaimanapun sebagai seorang pertama kali
mempopulerkan filsafat, tentu Al-Kindi memiliki beberapa tantangan dan
kesulitan. Setidaknya ada 2 kesulitan yang dihadapinya:

Pertama, Al-Kindi kesulitan memaparkan gagasan filosofisnya ke dalam
bahasa Arab karena pada masa itu bahasa Arab masih kekurangan istilah-istilah
teknis yang tercantum dalam literatur Yunani.

Untuk menghadapi masalah tersebut, Al-Kindi
melakukan penerjemahan istilah-istilah bahasa Yunani sesuai dengan gramatika
yang ada dalam bahasa Arab, mengambil istilah bahasa Yunani (seperti philosophia)
yang dijelaskan dalam kata-kata Arab murni (falsafah), memberi makna
baru pada istilah-istilah yang telah lama dikenal (Atiyeh, 1983:10-12).

Kedua, adanya pertentangan dan serangan dari kalangan tertentu,
yang menganggap filsafat sebagai bid’ah dan kekufuran. Dalam hal ini, Al-Kindi
berupaya menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan penyelarasan antara
agama dan filsafat.

Untuk masalah kedua ini, hingga saat ini
pun dapat dijumpai segolongan dari umat Islam sendiri yang masih
mempertentangkan filsafat dan Islam itu sendiri.

Penyelarasan Agama dan
Filsafat

Sebagai penggemar Aristoteles, Al-Kindi
banyak sekali mencatut literatur filsafat dari Metaphysic Aristoteles untuk
mendeskripsikan terma-terma teologi. Di antaranya, Causa Prima atau First
Cause
Aristoteles (yang oleh Plotinus disebut First Agent) sebagai penggerak
utama, oleh Al-Kindi terminologi tersebut mengacu pada Allah swt. yang
merupakan penyebab utama. Menurut Al-Kindi, Allah atau Yang Esa adalah
merupakan penyebab dari segala penyebab (Klein-Franke dalam Nashr dan Leaman,
1996: 311-312).

Al-Kindi menyebut Allah swt. dengan
“Kebenaran” (Al-Haqq). Dalam agama Islam sendiri, Allah swt. adalah
yang maha “Pertama dan Pencipta” sehingga menurut Al-Kindi “satu yang benar (Al-Wahid
Al-Haqq
) adalah yang pertama” itu adalah Allah. Demikian Al-Kindi
memberi tafsiran definitif terhadap penggerak yang tidak tergerakkan (unmoveable
mover
) versi Aristoteles.

Selain itu, dalam Al-Falsafah Ûlâ di
buku Risalah al-Kindi ilâ Al-Mu’tashim, Al-Kindi menyukai sebutan Allah
dengan al-illah al-ûlâ atau penyebab pertama. Sejalan dengan pengertian
Penggerak Pertama yang tidak digerakkan dalam filsafat Aristoteles.

Teori emanasi Al-Kindi pun tidak lepas dari
muatan teologi. Teori emanasi yang diadopsi dari Plotinus itu menjelaskan rentetan
akal yang diawali dari akal pertama hingga akal kesepuluh atau akal aktif (al-aql
al-fa’âl
). Bagi Al-Kindi, kedudukan Akal Aktif sama seperti Malaikat Jibril
dalam teologi Islam.

Penyelarasan agama dan filsafat sebagaimana
dijelaskan dari penggunaan terminologi Al-Kindi di atas hanya bagian dari
langkah awal saja. Namun yang lebih prinsipil adalah pada substansinya,
bagaimanapun metafisika atau yang disebut filsafat pertama atau al-falsafah al-ûlâ
pada hakikatnya adalah ilmu tentang penyebab pertama. Pada titik ini, filsafat sama
sekali tidak bertentangan dengan agama.

Menurut Al-Kindi, sudah semestinya filsafat
diterima sebagai bagian dari peradaban Islam, konsep yang berasal dari
Aristotelianisme dan Neo-Platonisme dikemas dalam teologi Islam. Baginya,
kebenaran filsafat dan agama tidaklah bertentangan, karena itu upaya-upaya yang
Al-Kindi lakukan berpotensi memadukan dan menyelaraskan keduanya, inilah yang
menjadi cikal bakal ciri-ciri dari filsafat Islam (Drajat, 2006: 11-12). Bahkan
menurut Al-Kindi, kebenaran bisa datang dari manapun dan umat Islam tak perlu
takut ataupun ragu untuk mengambil dan mengakuinya sebagai sebuah kebenaran
(Soleh, 2016: 76).

Selanjutnya, Al-Kindi menyatakan bahwa
filsafat bukanlah suatu yang aneh atau kemewahan dan merupakan sarana serta
proses berpikir. Ini yang selalu ia tekankan kepada orang-orang konservatif
atau yang fanatik agama dan menentang kegiatan berfilsafat. Al-Kindi menunjukan
bahwa para filsuf dan filsafat sesungguhnya tidak merongrong wahyu dan agama,
justru memberi argumentasi filosofis kepada kebenaran dan menguatkan argumentasi
agama itu sendiri (Atiyeh, 1983: 21).

Al-Kindi juga menyatakan bahwa meskipun
metode yang digunakan agama dan filsafat itu berbeda tetapi tujuan yang ingin
dicapai keduanya itu sama, yaitu mendorong manusia untuk mencapai moralitas
yang lebih tinggi. Dan upaya terakhir dari Al-Kindi adalah memfilsafatkan
pengetahuan agama sehingga selaras dengan pemikiran filosofis dengan menafsirkan
teks yang secara tekstual kurang sesuai dengan pemikiran filosofis.

Muammar Iqbal Ma’arief, Mahasiswa Fakultas Filsafat
UGM, aktif di Pusat Kajian Filsafat Islam (PKFI), Fakultas Filsafat.

 

Referensi

Adamson, Peter. 2016, A History of Islamic Philosophy. Oxford UK:
Oxford University Press.

Atiyeh, George N. 1983. Al-Kindi Tokoh Filosof Muslim, terj. Kasidjo
Djojosuwarno.
Bandung: Pustaka.

Drajat, Amroeni. 2006. Filsafat Islam (Buat Yang Pengen Tahu). Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Klein-Franke, Felix. 1996. Histori of Islamic Philosophy (edited by
Seyyed Hossein Nasr and Oliver Leaman).
London: Routledge.

Soleh, Ahmad Khudori. 2006. Filsafat Islam (Dari Klasik Hingga
Kontemporer).
Sleman: Ar-Ruzz Media.

 

Kontributor

  • Muammar Iqbal Ma’arief

    Mahasiswa Fakultas Filsafat UGM, aktif di Pusat Kajian Filsafat Islam (PKFI), Fakultas Filsafat