Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Larangan Mudik dalam Perspektif Maqashid Syariah

Avatar photo
37
×

Larangan Mudik dalam Perspektif Maqashid Syariah

Share this article

Ramadhan merupakan bulan yang menempati urutan ke 9 dalam
kalender Islam. Bulan ini merupakan bulan suci bagi masyarakat yang memeluk
agama Islam. Sebab, pada bulan Ramadhan umat muslim di seluruh dunia
melaksanakan ibadah puasa setiap hari pada bulan tersebut.

Selain berpuasa, bulan suci Ramadhan menjadi kesempatan
bagi setiap umat muslim untuk meningkatkan ketakwaan dengan cara ibadah shalat
Sunnah teraweh. Pelaksanaan shalat teraweh tersebut biasanya dilaksanakan
setelah shalat isya, ada yang melaksanakan 11 rakaat maupun 23 rakaat.

Ketika berbicara mengenai bulan Ramadhan, terasa kurang
jika kita tidak berbicara mengenai tradisi. Terlebih, Indonesia merupakan
negara yang memiliki suku yang beragam terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Sehingga, tradisi menyambut bulan Ramadhan setiap suku di Indonesia berbeda-beda
dan mempunyai ciri khas masing-masing.

Salah satu tradisi yang dilakukan masyarakat Indonesia
setiap bulan Ramadhan menjelang hari raya Idul Fitri yaitu kegiatan mudik atau
pulang kampung. Tujuan dari mudik sendiri agar dapat berkumpul, bertemu, dan
bersilaturahmi dengan keluarga yang berada di kampung halaman. Setelah sekian
lama tidak bertemu karena harus kerja, sekolah, dan kuliah di kota.

Larangan Mudik Perspektif Hukum Positif

Berbeda dengan mudik dua tahun yang lalu warga masih bisa
melaksanakan aktivitas mudik tanpa ada larangan dari Pemerintah. Sedangkan,
mudik tahun ini kembali lagi mendapatkan larangan dari Pemerintah seperti pada
tahun 2020. Hal ini dapat dilihat dalam Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan
Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan
Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah selama 6-17 Mei 2021.

Dalam surat edaran tersebut, pemerintah secara tegas
mengatakan tidak adanya mudik bagi masyarakat baik yang menggunakan
transportasi darat, laut maupun udara. Agar mobilitas pada bulan suci Ramadhan
kali ini dapat dikendalikan.

Larangan Mudik Perspektif Maqasid Syariah

Dengan adanya surat edaran dari Pemerintah di atas
merupakan langkah agar dapat memperkecil kasus penularan Covid-19 yang ada di
Indonesia. Selain tidak dibolehkannya masyarakat untuk mudik. Dalam surat
edaran itu juga dijelaskan bahwa agar masyarakat selalu mematuhi protokol
kesehatan yang telah ditetapkan Pemerintah.

Konsep Maqasid Syariah merupakan salah satu teori perumusan
hukum dengan menjadikan tujuan penetapan hukum syara’ sebagai sumbernya, dalam
hal ini tujuan utamanya yaitu Maslahah. Sebab, pada dasarnya ajaran keagamaan
dalam hukum Islam memiliki tujuan humanis agar dapat diwujudkannya kemaslahatan
baik secara khusus maupun universal.

Salah satu tokoh Islam yang membahas mengenai Maqasid
Syariah yaitu Imam A
sy
-Syatibi. Beliau menyatakan tujuan
pokok dari pembuat undang-undang ialah tahqiq masalih al-khalq
(merealisasikan kemaslahatan makhluk), dan pada dasarnya kewajiban-kewajiban
Syari’at dimaksudkan agar memelihara Maqasid Syariah.
[1]

Sebagaimana dijelaskan Imam Asy-Syatibi, bahwa
kemaslahatan dalam Maqasid Syariah mencakup lima hal dalam memberikan
perlindungan terhadap terjaganya (1) agama (hifz ad-din); (2) jiwa (hifz
an-nafs)
; (3) akal pikiran (hifz al-‘aql); (4) keturunan (hifz
an-nasl)
dan (5) harta benda (hifz al-mal).

Jika dikaitkan dengan pelarangan mudik yang dilakukan
oleh
pPemerintah, penulis melihat
surat edaran tersebut telah tepat. Sebab, salah satu tujuan dari Pemerintah
agar tidak terjadinya peningkatan kasus penularan Covid-19 di Indonesia.
Dalam hal ini kebijakan tersebut sesuai dengan kemaslahatan yang ada dalam
Maqasid Syariah, yaitu kemaslahatan jiwanya atau sering dikenal dengan istilah hifz
an-nafs.

Meskipun masyarakat muslim tidak dapat mudik, kegiatan
tersebut dapat digantikan dengan cara silaturahmi secara virtual. Dengan
demikian secara substansial kegiatan berkumpul, bertemu dan bersilaturahmi
dapat terealisasikan dengan adanya bantuan teknologi saat ini.


[1] Moh Nasuka, “MAQASID
SYARI’AH
SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SISTEM, PRAKTIK, DAN PRODUK PERBANKAN
SYARIAH”, Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum, Volume 15, Nomor 1, Juni 2017,  Hal 2.

Kontributor

  • Mualim

    Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan Hukum Tata Negara