Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Membincang Bentuk Bumi Dalam Al-Quran

Avatar photo
32
×

Membincang Bentuk Bumi Dalam Al-Quran

Share this article

Kata bumi dalam al-Quran disebut dengan istilah أرض. Kata ini disebutkan lebih dari 400 kali dalam berbagai konteks
dan kasus.

Untuk memahami kata ini atau pun semua kata lainnya dalam al-Quran,
tidaklah sesederhana dengan melihat kamus yang ada sekarang karena kamus
menulis makna suatu kata serta perkembangan maknanya, baik itu perluasan atau
penyempitan. Karena itu, makna yang ada dalam kamus sekarang, bukan berarti
makna yang ada di masa lalu.

Sama seperti kata “Qahwah” dalam sebuah hadis yang
apabila kita cari di kamus maka akan ditemukan artinya adalah kopi, padahal
dalam hadis tersebut yang dimaksud adalah khamer. Sedangkan biji kopi belum
dikenal oleh Nabi atau pun para sahabat. Bila salah memaknai, bisa-bisa ada
yang berfatwa bahwa kopi adalah haram.

Untuk secara akurat melihat makna tertentu yang dikehendaki oleh
al-Quran, mau tidak mau kita harus kembali ke masa 15 abad lalu saat al-Quran
diturunkan.

Untuk kata أرض yang biasa diartikan sebagai bumi, bila
kita lihat secara teliti, maka akan tampak bahwa yang dimaksud adalah tanah
tempat manusia tinggal.

Ungkapan seperti Allah Tuhan langit dan bumi, maksudnya adalah
Tuhan segala apa yang tinggal di atas tanah dan di atas langit dan sekaligus
pencipta keduanya.

Ungkapan seperti jangan berjalan dengan sombong di bumi atau
jangan berbuat kerusakan di bumi, artinya jangan bersikap sombong atau berbuat
zalim selama hidup berinteraksi di atas tanah. Demikian untuk ungkapan lain
dapat dikiaskan.

Dengan makna seperti ini kita menjadi tahu bahwa ungkapan al-Quran
bahwa bumi ini dihamparkan, dijadikan seperti karpet bagi manusia atau dibuat
datar/rata adalah ungkapan yang merujuk pada kondisi tanah yang lapang.

Manusia hendaknya bersyukur Allah menyediakan tanah-tanah yang
datar serta lapang sehingga bisa digunakan sebagai arena bercocok tanam dan
mudah ditumbuhi tumbuhan atau ditinggali. Bayangkan bagaimana kesulitan manusia
apabila tanah yang ada semua berupa tebing-tebing terjal, jurang dan kawah.

Saya tidak menemukan satu pun dari kata أرض yang bisa dimaknai sebagai planet bumi. Koreksi jika saya salah.
Sudah maklum bahwa kata “planet” baru ada belakangan dalam sejarah
manusia. Kata ini tidak ada dalam pengetahuan manusia 15 abad lalu. Semua kata
“bumi” dalam dialog masa itu merujuk pada makna tanah di mana manusia
tinggal dan bercocok tanam di atasnya. Bedakan makna ini dengan makna sebuah
planet biru yang ada dalam urutan ketiga dalam tata surya.

Jadi, ketika sebagian kaum muslim bersikukuh bahwa planet bumi
berbentuk datar dengan alasan bahwa ada ayat al-Quran yang menyebut bumi datar
dan lapang, maka itu karena mereka menyisipkan makna “planet” dalam
kata “bumi”. Padahal kita tahu bahwa kata yang dipakai al-Quran
hanyalah “bumi” saja yang artinya adalah tanah tanpa ada imbuhan kata
“planet”.

Soal bentuk planet bumi ini bagaimana, al-Quran tidak
membahasnya, sama seperti bagaimana bentuk langit juga tidak disebutkan. Dalam
ratusan kata “langit” dan “bumi” dalam al-Quran, tidak ada
satu pun yang isinya membahas bagaimana bentuk planet bumi dan bentuk langit,
apakah datar, bulat, persegi, segitiga atau apa pun. Yang ada hanya informasi
bahwa Allah menggulung siang pada malam dan menggulung malam pada siang yang
secara implisit menunjukkan bahwa planet ini berbentuk bulat sebab kalau datar
tidak akan terjadi “gulungan waktu siang malam”.

Namun ini pun makna implisit, bukan makna eksplisit sebagaimana
kita baca di buku-buku sains sebab al-Quran memang bukan buku sains. Karena
hanya makna implisit, maka ayat tersebut juga tidak bisa dibuat untuk memvonis
sesat mereka yang tidak sependapat dengan tafsiran bumi bulat tersebut. Apalagi
memakai ayat “bumi datar” untuk memvonis orang yang mengatakan bahwa
bentuk planet bumi bulat. Ini jauh sekali dari kebenaran.

Lalu bagaimana sebenarnya bentuk bumi? Jawabannya tidak perlu
dicari dalam al-Quran dan bukan pada tempatnya membawa-bawa al-Quran yang
memang tidak membahas itu. Kalau ingin tahu jawabannya, maka bacalah buku-buku
sains yang kredibel.

Sudah jelas bahwa bumi ini bulat berdasarkan banyak bukti yang
tidak menyisakan celah kecuali bagi orang-orang yang terbiasa menolak khabar
mutawatir dan pembuktian empiris.

Pola pikir seperti ini berbahaya bagi nalar sehat sebab dengan
mudah menuduh orang yang tidak terhitung jumlahnya salah semua dan bersepakat
berbohong. Nalar semacam inilah yang dipakai beberapa orientalis untuk menuduh
al-Quran sebagai teks korup dan hadis beserta sanad-sanadnya sebagai data
rekaan muslim belakangan.

Dalam berbagai tulisan sebelumnya saya telah menyinggung betapa
berbahayanya nalar teori konspirasi ini karena ketika pintu ini dibuka, maka
semua data termasuk data agama akan termakan oleh hasutan su’uzhonnya.

Semoga bermanfaat.

Kontributor

  • Abdul Wahab Ahmad

    Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah LBM Jawa Timur. Menulis sejumlah buku di antaranya Kerancuan Akidah Wahabi.