Tafsir populer mengenai hadis prediksi Rasulullah saw. atas perpecahan yang akan terjadi pada umatnya, telah menimbulkan retaknya persatuan dan ukhuwah antar Umat Islam. Mereka sibuk berlomba-lomba untuk mengklaim sebagai golongan tunggal yang selamat (firqah nājiyah) yang dimaksud dalam hadis.
Berikut redaksi hadis terkait:
افترقَتِ اليهودُ على إحدى وسبعين فرقةً، وتفرَّقت النَّصارى على اثنتين وسبعين فرقةً، وتَفتَرِقُ أمَّتي على ثلاث وسبعين فرقةً كلها في النار إلا واحدة، قيل: من هي يا رسول الله؟ قال: ما كان أنا عليه وأصحابي. وفي رواية: وهي الجماعة.
Artinya: “Orang Yahudi telah terpecah belah menjadi 71 golongan, Orang Nasrani telah terpecah menjadi 72 golongan, dan Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke Neraka kecuali satu. Sahabat bertanya: “Siapa itu gerangan wahai Rasulullah?” Rasululullah saw. menjawab: “Orang yang mengikuti ku dan para sahabatku.” Dalam riwayat lain: “Mereka adalah al-Jamā’ah.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
Abu Manshur al-Baghdadi di dalam Al-Farqu bayna Al-Firaq, menjelaskan dengan runtut bagaimana Umat Islam terpecah menjadi sejumlah golongan, hingga kesemuanya berjumlah 72 – sebagaimana disebutkan dalam hadis – serta hanya satu golongan yang dinyatakan selamat. Tafsiran inilah yang kemudian diadopsi oleh mayoritas Umat Islam dalam menyikapi hadis ini.
”...فهذه الجملة التي ذكرناها تشمل على اثنتين وسبعين فرقة. . .فأما الفرقة الثالثة والسبعون فهي أهل السنة والجماعة…“
“…Demikian rentetan yang sudah kami sebutkan, seluruhnya mencakup tujuh puluh dua golongan…adapun golongan yang ke tujuh puluh tiga adalah ahlussunnah wal jama’ah…” [1]
Berbagai macam pendapat dan tafsiran dikemukakan oleh para Ulama dalam rangka mencari solusi untuk menepis potensi perpecahan dan saling klaim antar Umat Islam. Diantaranya, sebagian Ulama memvonis lemah (dla’īf) atas redaksi tambahan (ziyādah) yang terdapat pada sebagian riwayat yang berbunyi:
كلها في النار إلا واحدة
“Semuanya masuk Neraka kecuali satu.”
Dengan begitu, maka redaksi hadis yang disepakati oleh para Ulama hanya sampai pada lafadz:
وتَفتَرِقُ أمَّتي على ثلاث وسبعين فرقةً
“Dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan.”
Tanpa adanya tambahan penghakiman atas 73 golongan tersebut. Namun sayangnya, vonis dla’īf atas ziyādah terkait tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, hal itu dikarenakan ziyādah tersebut telah diriwayatkan lebih dari tiga jalur dengan makna serupa.
Ada suatu pendapat non-populer atas tafsiran hadis ini, yang berhasil disampaikan dengan sistematis dan ilmiah, yaitu pendapat yang dikemukakan oleh Ramadan Al-Buthy dalam kitabnya al-Madzāhib at-Tauhidiyah.
Al-Buthy menuturkan bahwa redaksi “أمتي” maknanya adalah Ummah ad-Da’wah (أمة الدعوة) bukan Ummah al-Istijābah (أمة الاستجابة). Ummah ad-Da’wah ialah setiap orang yang hidup di zaman paska diutusnya Rasulullah saw. hingga hari kiamat, baik muslim maupun non-muslim, semuanya masuk ke dalam kategori tersebut.
Oleh karenanya, makna al-Firaq (golongan-golongan) di dalam hadis bukan berarti golongan seperti Muktazilah, Qadariyah, Jabbariyyah dsb yang ada dalam Islam, melainkan adalah seluruh agama-agama yang batil selain dari Agama Islam.
Setidaknya ada dua faktor yang menunjukkan hal tersebut. Pertama, redaksi ziyādah dalam riwayat Imam Tirmidzi
كلها في النار إلا ملة واحدة
“Semuanya di neraka kecuali satu agama.”
Frase al-Millah (الملة) memiliki arti ad-Dīn (الدين) yang berarti ‘agama’, dan frase al-Millah memiliki arti yang berbeda dengan al-Firqah yang berarti golongan, maka satu agama yang dimaksud dalam ziyādah tersebut adalah Agama Islam, yang mencakup seluruh golongan yang ada di dalamnya.
Kedua, pada permulaan hadis, Nabi saw. bersabda:
افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة…وتفرقت النصارى…الخ
“Orang-orang Yahudi telah terpecah belah menjadi 71 golongan, Orang-orang Nasrani telah terpecah menjadi 72 golongan…”
jika memang yang dihendaki dari al-Firaq adalah golongan-golongan pecahan dalam Islam, padanan kata yang semestisnya digunakan adalah ويفترق المسلمون (orang-orang muslim terpecah belah). Namun ternyata Nabi saw. memilih untuk menggunakan frase أمتي (umatku) sebagai pengganti المسلمون (orang-orang muslim), hal ini mengindikasikan bahwa yang dikehendaki Nabi adalah Ummah ad-Da’wah secara global.
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dalam hadis sebagai 72 golongan yang akan masuk ke Neraka adalah agama-agama selain Islam, dan satu golongan yang masuk ke dalam Surga adalah Agama Islam itu sendiri, termasuk golongan-golongan yang ada di dalamnya.
Pendapat al-Buthy ini selaras dengan apa yang diutarakan oleh Abdul Qadir al-Kattani, salah seorang pakar hadis asal Maroko. Menurutnya, redaksi hadis dengan ziyādah (كلها في النار إلا واحدة) jika ditafsiri sebagaimana pendapat populer, maka maknanya telah menyalahi banyak hadis lain yang lebih sahih dan diriwayatkan secara mutawatir. Di antaranya dua hadis riwayat Bukhari dan Muslim.
Pertama, hadis riwayat Sahabat Anas ra:
من لقي الله لا يشرك به شيئا حرمت عليه النار
“Barang siapa meninggal dalam kedaan tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, maka diharamkan Api Neraka atasnya.” (muttafaqun ‘alaih)
Hadis tersebut telah diriwayatkan dari banyak jalur dengan makna serupa hingga mencapai derajat mutawatir secara makna, bahwa seorang Muslim selama dia meninggal dalam keadaan mengesakan Allah swt, maka akan diharamkan neraka baginya. Walaupun golongan-golongan Islam; seperti Muktazilah, Murjiah, Jabbariyyah dst, telah melakukan penyimpangan dan kebid’ahan, semuanya tetap berikrar atas keesaan Allah swt.
Kedua, hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa’id ra:
إني لأطمع أن تكونوا شطر أهل الجنة
“Sungguh aku akan memohon agar kalian (umatku) menjadi separuh penduduk surga.” (muttafaqun ‘alaih)
Hadis ini menegaskan, bahwa Umat Nabi Muhammad saw. kelak akan menjadi setengah dari jumlah penduduk Surga. Jika dikatakan bahwa 72 golongan dari umatnya masuk ke dalam neraka, maka itu berarti hanya sebagian kecil saja yang akan masuk ke dalam surga. Hal ini tidak sesuai dengan makna dari kedua hadis di atas yang lebih unggul derajatnya dibanding hadis Iftirāqul Ummah.
Oleh karenanya, meski para Ulama telah memaparkan berbagai penyimpangan golongan dalam Islam, bahkan mewanti-wanti agar tidak terjerumus ke dalam penyimpangan tersebut, tidak ada satu pun di antara mereka yang mengeluarkan golongan-golongan itu dari lingkup Agama Islam.
Dengan berpegangan kepada pendapat Al-Buthy dan al-Kattani di atas, agaknya semoga dapat mengikis ajang saling klaim yang terjadi di tubuh Umat Islam, serta memperkokoh Ukhuwah Islamiyyah di bawah panji keimanan dan ketakwaan.
WalLāhu a’lam bis-shawāb
[1] Al-Farqu bayna Al-Firaq, Abu Manshur Al-Baghdadi, Tahqiq: Muhammad Utsman al-Khasyat, Maktabah Ibnu Sina – Kairo, tanpa tahun, hal. 38-39.
Lihat: al-Fashl ats-Tsānī, fī bayan kayfiyah ikhtilāf al-ummah wa tahshil ‘adad firaqihā ats-tsalāts wa as-sab’īn.