Salah satu hal yang harus diimani oleh kaum Muslim adalah peristiwa perjalanan Nabi dari Masjidil Haram Mekkah menuju Masjidil Aqsha Palestina dalam 1 malam sebab kejadian ini termaktub dalam QS. al-Isrā’ [17]: 1.
Perjalanan yang umumnya dibutuhkan waktu berminggu-minggu kala itu, hanya dilakukan oleh Nabi saw. dalam waktu semalam saja, sebagaimana firman Allah swt. dalam ayat tersebut. Tidak mempercayai kejadian itu berarti tidak mempercayai firman Allah swt, bisa berakibat kufur.
Berbeda halnya menyikapi Mikraj, perjalanan Nabi saw. dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha tidak ada dalil ayatnya. Kejadian itu berlandaskan Hadis dan hanya tersirat dalam QS. al-Najm [53]. Maka, menurut Syeikh Hisyam Kamil al-Azhari jika ada yang mengimani Isra namun mengingkari Mikraj, orang tersebut telah fasiq.
Syeikh Ahmad Umar Hasyim, mantan Rektor Univ. al-Azhar menyatakan bahwa meragukan peristiwa Isra Mikraj yang telah ada dalil Ayat, Hadis Sahih Mutawatir dan Ijmaknya berakibat pada manjauhnya diri orang tersebut (keluar) dari Islam, sebab peristiwa Isra Mikraj merupakan perkara yang maklum dan pokok dalam ajaran Islam.
Berbicara mengenai peristiwa Isra, saat itu baginda Nabi saw. ditampakkan berbagai macam kejadian gaib baik yang bersifat balasan kenikmatan maupun balasan kemaksiatan. Salah satu yang ditampakkan oleh Allah swt. pada baginda Nabi saw. saat peristiwa Isra adalah siksa barzakhiyah bagi pengamal dan pemakan harta Ribawi.
Ada beberapa riwayat mengenai apa yang dilihat oleh baginda Nabi saw. saat itu tentang pengamal dan pemakan harta ribawi. Di antaranya adalah Hadis yang dihukumi Sahih riwayat Imam Ahmad dan al-Baihaqi dari sahabat Samurah bin Jundub ra. yang mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda:
رَأَيتُ لَيلةَ أُسريَ بي رَجُلًا يَسبَحُ في نَهرٍ ويُلقَمُ الحِجارةَ، فسَأَلتُ: ما هذا؟ فقِيلَ لي: آكِلُ الرِّبا
Artinya: “Pada malam diisrakan, saya melihat seseorang sedang berenang di sebuah sungai, dan disuapi dengan batu. Setelah saya tanyakan, disampaikanlah kepadaku, ‘Itu adalah orang yang suka makan riba.’”
Kemudian dalam riwayat Imam Ibnu Majah, adz-Dzahabi, Ibnu Abi Syaibah, al-Haitsami dan juga Ahmad yang dihukumi Dhaif sebab ada perawi yang tidak tsiqah, diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda:
أَتَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ كَالْبُيُوتِ فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ بُطُونِهِمْ فَقُلْتُ مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرَائِيلُ قَالَ هَؤُلَاءِ أَكَلَةُ الرِّبَا
Artinya: “Pada malam diisrakan, saya mendatangi suatu kaum, perut mereka seperti rumah-rumah yang dihuni oleh banyak ular yang terlihat dari luar perut-perut mereka. Aku pun bertanya, ‘Wahai Jibril, siapakah mereka itu?’ Dia menjawab, ‘Mereka adalah pemakan riba.’”
Lalu Hadis yang terdapat dalam Sīrah Ibnu Hisyam, diceritakan oleh sahabat Abu Sa‘id al-Khudri ra., bahwa Nabi saw. bersabda:
رَأَيْتُ رِجَالًا لَهُمْ بُطُونٌ لَمْ أَرَ مِثْلَهَا قَطُّ بِسَبِيلِ آلِ فِرْعَوْنَ يَمُرُّونَ عَلَيْهِمْ كَالْإِبِلِ الْمَهْيُومَةِ حِينَ يُعْرَضُونَ عَلَى النَّارِ يَطَئُونَهُمْ لَا يَقْدِرُونَ عَلَى أَنْ يَتَحَوَّلُوا مِنْ مَكَانِهِمْ ذَلِكَ .قَالَ : قُلْتُ : مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ ؟ قَالَ : هَؤُلَاءِ أَكَلَةُ الرِّبَا
Artinya: “Saya melihat orang-orang dengan perut yang belum pernah saya lihat padanannya sama sekali berada di jalan (siksaan bagi) keluarga Firaun, mereka sedang melewati keluarga Firaun layaknya Unta yang kehausan, saat mereka dihadapkan pada api, mereka (coba) padamkan (api itu), namun mereka tidak kuasa untuk mengubah dari tempat mereka itu, saya bertanya, ‘Siapa ini, Jibril?’ Dia berkata, ‘Ini adalah pemakan riba.’”
Dari berbagai riwayat tentang model siksaan pemakan riba di tiga Hadis di atas dapat ditarik pelajaran tentang bagaimana dasyatnya siksa pelaku ribawi di alam barzakh. Tidak hanya itu perbuatan ribawi (dan zina) juga mengundang azab dunia sebagaimana Hadis Sahih riwayat Imam Hakim, dari sahabat Ibnu Abbas ra. Bahwa Nabi saw. bersabda:
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
Artinya: “Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.” Wal ‘Iyādzu bilLlāh.