Di Indonesia, pemerkosaan dalam
rumah tangga atau yang bisa juga disebut marital rape mendapat
perhatian dengan dikeluarkannya UU PKDRT Nomor 23 Tahun 2004.
UU tersebut dipertegas kembali dalam pasal 5 UU PKDRT bahwa setiap orang dilarang melakukan
kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangga, yang meliputi:
- kekerasan
fisik; - kekerasan
psikis; - kekerasan
seksual; atau - penelantaran
rumah tangga.
Hal ini pun turut dibahas oleh Darul Ifta
Mesir, ketika mendapat pertanyaan serupa dan juga tentang
konsep qawwamah yang disebutkan dalam Al-Qur’an yang kerap kali
dijadikan kambing hitam dalam KDRT.
Sebagaimana yang dilansir dari laman
resmi Darul Ifta, para ulama mendeskripsikan marital rape pemaksaan
dalam berhubungan intim pada saat istri menstruasi atau dengan posisi seksual
yang tidak normal atau pada waktu puasa di bulan Ramadhan.
Pada saat-saat demikian, istri
mempunyai hak untuk menolak suaminya untuk berhubungan intim, Allah SWT. berfirman,
وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟
ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا
تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ
ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.
Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri. (QS. Al-Baqarah: 222)
Istri mempunyai hak menolak untuk berhubungan
intim dengan suaminya jika sang suami memiliki penyakit. Sang istri juga boleh
menolak jika suaminya menggunakan kekerasan ketika berhubungan intim.
Jika sang suami memaksa istri untuk
berhubungan intim dengan kekerasan, maka ia telah berbuat dosa. Istri memiliki
hak untuk mengajukan pengaduan ke pengadilan untuk memberi hukuman ke suami.
Syariat Islam menetapkan bahwa berhubungan
antara suami dan istri harus dilakukan dengan keintiman dan cinta, juga
bersanding dengan ketakwaan.
Sebagaimana firman Allah SWT,
نِسَاۤؤُكُمْ
حَرْثٌ لَّكُمْ ۖ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ اَنّٰى شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوْا
لِاَنْفُسِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ مُّلٰقُوْهُ ۗ
وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ
Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka
datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan
utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah
bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada
orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah: 223)
Rasulullah SAW juga turut menjelaskan akan
tiga hal yang termasuk perbuatan keji, salah satunya adalah ketika pasutri akan
berhubungan badan, sang suami tidak mengirimkan sinyal-sinyal seperti candaan
dan ciuman.
Rasulullah SAW melarang seorang suami
langsung menyetubuhi istri layaknya seekor kerbau.
Meski hadits yang diriwayatkan oleh sayyidina
Anas ibn Malik ra. ini tergolong dlaif, namun tetap dapat dijadikan
acuan sebagai fadhilah amal dan beretika.
Dalam penjelasan fatwanya, Darul Ifta juga menjelaskan, jika istri membenci suaminya, syariat menyarankan
agar tidak tergesa-gesa memilih untuk berpisah. Islam mengajarkan untuk bersabar
terlebih dahulu demi keutuhan keluarga.
Allah SWT berfirman,
و عسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وهُوَ خَيْرٌ لكَمْ وَعَسى أَنْ
تُحِبُّوْا شَيْئا وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا تَعْلمُوْنَ
“Bisa jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216)
Baru ketika sang isri memang sudah tidak bisa bertahan
lagi dan tidak ada keinginan dari suami untuk berubah, syariat memberikan
keluasan baginya untuk berpisah dari suaminya (Khala’). Khala’
dalam Islam berfungsi untuk menghindari permusuhan dan pertengkaran di antara
kedua belah pihak.
Dalam kasus ini, bercerai lebih
sedikit mudlaratnya dibanding bertahan.
Sedangkan definisi qawwamah
yang Allah SWT sebutkan dalam firmannya,
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ
بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi
perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki)
atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah
memberikan nafkah dari hartanya.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Ayat ini menjelaskan kewajiban tanggung jawab
bagi para suami dan memenuhi hak kebutuhan istri mereka. Karena itu, di dalam
Islam, lelaki yang membayar mas kawin dan tunjangan kehidupan.
Sang istri juga memiliki hak waris setelah suaminya
wafat. Maka sebenarnya, menolak konsep qawwamah adalah bentuk diskriminasi
terhadap perempuan.
Islam juga tidak menganjurkan konsep equality
(kesetaraan) secara menyeluruh antara suami dan istri, melainkan menganjurkan
equity (keadilan). Hal ini didasari perbedaan spesifikasi dan peran dari
masing-masing gender.
Allah SWT. berfirman,
وَلَيْسَ الذَّكَرُ
كَالْاُنْثٰى
“Dan laki-laki tidak sama dengan
perempuan.” (QS. Al-Maidah: 36)
Begitu juga dalam ayat lain,
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ
لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا
اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيْمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap
karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang
lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan
bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada
Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(QS. Al-Nisaa: 32)
Qawwamah yang disebutkan di dalam Al-Qur’an terletak di pundak
lelaki. Dengan kata lain, setiap gender mempunyai peranan alamiah masing-masing.
Hubungan antar suami-istri bukanlah kompetisi, melainkan untuk saling
melengkapi.
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى
وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti. (QS.
Al-Hujurat: 13)