Alasan Islam mengajarkan untuk membagi harta warisan
dengan adil dan bagi mendiang agar tetap boleh berwasiat adalah untuk mencegah
terjadinya perseteruan sedarah. Tetapi bagaimana jika isi wasiatnya malah
menyuruh untuk memutuskan hubungan darah sesama keluarga?
Kasus unik ini diterima oleh Darul Ifta Mesir. Si
penanya mengeluh bahwa dia tidak bisa bertemu saudarinya hingga akhir hidup
saudari tersebut.
Dia bertanya, “Suami saudariku tidak mengizinkan saya
untuk menjenguk saudariku di rumah sakit bahkan saat saudari saya berada di
ruang ICU. Dia berdalih bahwa saudari saya langsung yang meminta hal ini.
“Lima hari kemudian saudari saya meninggal dunia, lalu
dimakamkan bahkan tanpa sepengatuhan saya! Dia juga berkata kepada orang-orang
bahwa ini adalah salah satu wasiat dari mendiang saudari saya.”
Seperti dilansir dari Mesrawy, dalam menanggapi
pertanyaan di atas Darul Ifta Mesir langsung mengutip firman Allah SWT yang
berbunyi,
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ
الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ
بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
“Diwajibkan
atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia
meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan
cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah: 180)
Diriwayatkan oleh Imam Ibn
Majah dari Jabir ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ مَاتَ عَلَى وَصِيَّةٍ مَاتَ عَلَى
سَبِيلٍ وَسُنَّةٍ، وَمَاتَ عَلَى تُقًى وَشَهَادَةٍ، وَمَاتَ مَغْفُورًا لَهُ
“Barangsiapa
yang meninggal dalam keadaan berwasiat maka dia meninggal di atas jalan yang
benar dan sesuai sunnah. Meninggalnya juga berada dalam keaadaan taqwa dan
syahid serta berada dalam pengampunan.”
Ayat dan hadits di atas menjelaskan
bahwa wasiat merupakan anjuran syariat. Hukumnya juga beragam tergantung dengan kondisi, bisa jadi mubah,
halal, sunnah bahkan haram.
Contoh, jika seseorang
mewasiatkan anaknya untuk meminum arak atau melakukan perbuatan maksiat,
jelas wasiat itu haram hukumnya untuk dipatuhi dan malah wajib untuk
ditinggalkan.
Untuk kasus di atas, jika
benar mendiang berwasiat demikian, isi wasiat itu bertentangan dengan syariat
Islam. Agama kita memerintahkan umatnya
untuk saling menjalin silaturahmi sebagaimana terkutip dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim r.a.:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رجلًا قال: يا رَسُولَ اللهِ،
إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُم وَيَقْطَعُونِي، وأُحسنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ
إلَيَّ، وأَحْلُمُ عَنهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ، فَقَال: «لَئِنْ كُنْتَ كَمَا
قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ، وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ
ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ» رواه مسل
Dari Abu
Hurairah r.a., ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi SAW: “Ya
Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai beberapa kerabat. Saya dekati mereka
tapi mereka malah menjauh. Saya berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka
berlaku buruk ke saya saya. Saya berusaha selalu memikirkan mereka, tetapi
mereka melupakan saya,” Rasulullah SAW pun menjawab, “Jika yang kamu
katakan itu benar, maka seolah-olah mereka itu kau beri makan dari makanan yang
terbuat dari abu. Kamu akan senantiasa berada dalam naungan Allah SWT dalam
menghadapi mereka itu selama kamu memang benar berada dalam kondisi seperti
itu.” (HR. Muslim)
Dalam syarahnya, Imam Nawawi
berkata bahwa dalam hadits ini Rasulullah SAW menganalogikan orang-orang yang
memutus silaturahmi seperti orang yang disuapi dengan abu yang panas. Ibarat
semua kebaikan orang lain yang mereka acuhkan menjadi hinaan bagi mereka sendiri.
Mengutip dari pernyataan
Darul Ifta di portal resminya, jika terbukti bahwa wasiat itu benar adanya,
maka wajib bagi sang suami untuk tidak mematuhinya. Apabila dia memenuhi wasiat
itu, maka ia ikut berdosa karena membantu perbuatan maksiat termasuk dalam
bentuk maksiat juga.
Darul Ifta juga menjelaskan
bahwa memaafkan adalah perbuatan yang sangat mulia. Allah SWT berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ
وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah
engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang baik, serta berpalinglah dari
orang-orang yang bodoh.”
(QS. Al-A’raf: 199)
Alangkah indahnya jika kita bisa meninggalkan kekhilafan-kekhilafan di
masa lampau dan memulai lembaran baru yang dimulai dengan kasih sayang dan
persaudaraan. Seringkali perselisihan bahkan peperangan itu berasal dari adanya
kesalahpemahaman yang enggan diklarifikasi.