Darul
Ifta Mesir menerima pertanyaan tentang hukum zakat dalam usaha ternak ayam.
Bagaimana menghitung zakat
peternakan ayam?
Pertanyaan bermula ketika sekelompok
orang menjalankan usaha ternak ayam untuk digemukkan dan
dijual telurnya, atau menjual anak ayam setelah telur menetas. Apakah terdapat kewajiban
zakat dalam
usaha peternakan ini? Jika ada, bagaimana cara
penghitungannya?
Dilansir dalam laman resminya,
Lembaga
Fatwa Mesir menjelaskan bahwa zakat merupakan syiar
agama yang mengandung spirit solidaritas dan penyucian harta. Namun sebagai ibadah,
pelaksanaan zakat harus berdasarkan ittibâ`, alias mengikuti tuntunan
yang ditetapkan syariat.
Dengan demikian, zakat harus
dikeluarkan dari harta tertentu dengan syarat-syarat tertentu dan
dalam kadar tertentu serta didistribusikan
kepada orang-orang tertentu pula. Syariat Islam telah menjelaskan emua itu dengan jelas.
Kemudian di
antara jenis harta yang wajib
dikeluarkan zakatnya adalah barang dagangan. Jika berlangsung aktivitas perniagaan atas suatu benda, maka wajib
mengeluarkan zakat dari aktifitas itu.
Sedangkan jika aktivitas
itu adalah industri, produksi atau layanan jasa, maka tidak ada kewajiban zakat
di dalamnya.
Jika demikian, maka aktifitas
yang dilakukan seseorang bisa berbentuk perniagaan dan bisa juga berbentuk
produksi. Adapun perbedaan
keduanya terletak pada hal-hal
berikut:
Pertama, perniagaan adalah proses
kegiatan bisnis dengan membeli suatu barang kemudian menjualnya kembali dengan tujuan
mendapatkan keuntungan dari penjualan itu.
Kegiatan ini tanpa diselingi dengan
kegiatan-kegiatan industri, produksi atau eksploitasi. Jika suatu aktivitas bisnis mempunyai
ketiga unsur itu (membeli
barang, dengan maksud untuk dijual dan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan), maka aktifitas itu
dinamakan perniagaan.
Jika suatu barang dijadikan sebagai
obyek kegiatan perniagaan,
maka kategori zakatnya adalah zakat barang dagangan.
Cara penghitungannya adalah dengan
menggabungkan seluruh modal dan keuntungan ketika selesai satu haul tahun
qamariyah, lalu dikurangi aktiva tetap (modal tetap) dan tanggungan-tanggungan
yang ada. Setelah itu dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari hasil bersihnya.
Kedua, adapun
barang-barang produksi adalah harta yang dimiliki bukan untuk diperdagangkan,
melainkan untuk dikembangkan sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya
dengan menyewakannya (seperti menyewakan flat atau apartemen dan kendaraan) atau
menjualnya (seperti menjual produk
pabrik, unit-unit rumah yang dijual oleh perusahaan properti, binatang ternak
yang menghasilkan susu, bulu atau daging, atau juga unggas yang dipelihara
untuk menghasilkan telur dan daging.
Fatwa yang diambil Darul Ifta berkaitan dengan
barang-barang produksi adalah tidak ada kewajiban zakat di dalamnya. Walaupun
sebagian ulama kontemporer–yang cenderung memperluas cakupan harta yang wajib
dizakati—berpendapat bahwa semua itu harus dikeluarkan zakatnya.
“Namun
dalam hal ini kami lebih memilih untuk mengikuti nash sebagai bentuk pemberlakuan
secara umum terhadap ruh ittibâ’” terangnya.
Alasan lainnya adalah
karena secara hukum asal tidak ada kewajiban dalam sesuatu yang tidak
diwajibakan oleh nash.
Hukum ini juga mengandung suatu malhazh
syar’i (pandangan syariah) penting dalam mendorong aktivitas produksi dan
memberikan motivasi kepada masyarakat untuk menggalakkannya.
Hal ini tidak berarti bahwa kebutuhan
orang fakir dan miskin telah luput dari pemikiran para mujtahid yang tidak
mewajibkan zakat dalam kegiatan industri dan produksi. Karena pengembangan dan
perluasan kegiatan industri ini memicu pertambahan lapangan kerja dan semakin
memperluas perputaran uang.
Pada akhirnya, hal ini dapat
menggerakkan ekonomi masyarakat dalam seluruh lapisan, termasuk di dalamnya
para fakir miskin. Maka hal ini merupakan perhatian para ulama kepada mereka
secara tidak langsung.
Berdasarkan penjelasan di atas, tidak
diwajibkan zakat atas peternakan ayam
untuk digemukkan atau dijual telur dan anak-anaknya. Namun, zakat wajib
dikeluarkan dari harta yang terkumpul dari penjualan itu dan dari harta peternak
lainnya ketika telah mencapai nisab dan mencapai satu haul tahun qamariyah. Wallahu
a’lam.