Badan Penelitian Islam Al-Azhar atau Lembaga Fatwa Al-Azhar mendapat pertanyaan dari seseorang, “saya ingin berkurban, dan saya memiliki sapi yang gemuk akan tetapi usianya belum genap 2 tahun. Bolehkah berkurban dengannya?”
Lembaga Pusat Fatwa Al-Azhar tersebut memulai jawaban dengan menjelaskan bahwa berkurban telah disyariatkan oleh Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ (konsensus Ulama), dikutip dari Masrawy (12/6/2020).
Dalam al-Quran disebutkan,
فَصَل لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Sembahlah Tuhan kalian, lalu berkurbanlah.” (Al-Kausat: 2)
Sedangkan di beberapa Hadits ada yang menuturkan tindakan Nabi Saw. mengenai kurban, menjelaskan keutamaan kurban, mengajak untuk menyukainya, dan menghimbau agar tidak meninggalkannya.
Di antaranya sebagaimana Hadits Anas bin Malik,
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى
“Nabi Saw. berkurban dengan domba belang (berwarna putih ada hitamnya) dan bertanduk, beliau menyembelihnya menggunakan tangannya, menyebut nama Allah dan bertakbir, dan meletakkan kakinya di atas samping kambing” (HR. Muslim).
Berkurban telah disyariatkan pada tahun 2 Hijriyah, tahun di mana disyariatkan pula shalat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) dan zakat harta.
Lembaga Pusat Fatwa Al-Azhar meneruskannya dengan berfatwa bahwa ada beberapa syarat khusus dalam berkurban, semuanya terkelompokkan ke dalam 3 kategori. Pertama, kategori yang merujuk pada hewan kurban. Kedua, kategori yang merujuk pada orang yang berkurban. Ketiga, kategori yang merujuk pada waktu pelaksanaan kurban.
Kategori pertama, syarat-syarat yang berkenaan dengan hewan kurban itu sendiri. Syarat pertama, harus binatang ternak, seperti unta, sapi, kerbau, dan kambing, baik itu jenis domba (dha’n) atau kambing kacang (ma’z). Syarat ini disepakati oleh empat madzhab fikih.
Syarat kedua, usia binatang kurban. Binatang harus memiliki empat gigi seri (tsaniyyah) –dalam bahasa Jawa biasa disebut poel—atau lebih dari empat gigi untuk domba jadza’ah.
Tidak boleh berkurban selain domba poelbegitu pula domba jadza’ah.
Hal di atas sebagaimana sabda nabi,
لاَ تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَعَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضّــــَأْنِ
“Janganlah kalian menyembelih binatang kecuali yang musinnah (poel), hingga dapat mempersulit kalian. Sembelilah domba jadza’ah. (kitab shahih Muslim, Syarh Al-Nawawi. Bagian al-Adhâhi, bab sinn al-Udhhiyyah)
Pada redaksi hadits di atas menggunakan gaya Bahasa hasr (لا – إلا) yang memiliki indikasi makna tanpa terkecuali.
Musinnah dari semua jenis binatang adalah tsaniyyah dan di atasnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Saw.,
نِعْمَتِ الأْضْحِيَّةُ الْجَذَعُ مِنَ الضَّأْنِ
“Sebaik-baiknya binatang kurban adalah domba jadza’” (HR. At-Tirmidzi)
Syarat yang kedua ini disepakati oleh para fukaha. Perbedaan hanya pada masa poel (tsaniyyah) dan ‘jadza’ah’.
Pandangan Empat Madzhab
Pendapat pertama, madzhab Hanafi dan madzhab Hambali yang mengatakan bahwa domba jadza’ah adalah domba yang genap berusia 6 bulan, ada juga yang mengatakan 6 bulan lebih sedikit. Biar bagaimanapun, gigi seri tersebut haruslah besar, sekiranya masih dapat dilihat orang dari jarak jauh. Poel domba dan kambing kacang 1 tahun, poel sapi 2 tahun, Poel unta 5 tahun.
Pendapat kedua, madzhab maliki yang menyatakan bahwa domba jadza’ah adalah domba yang berusia setahun (hitungan bulan qomariyyah) dan memasuki dua tahun.
Madzhab ini menafsirkan masa poelnya kambing kacang mencapai setahun dan menginjak dua tahun, seperti satu tahun lewat satu bulan. Sedangkan masa poelnya sapi mencapai 3 tahun dan menginjak 4 tahun, meskipun belum begitu tampak jelas. Sedangkan unta masa poelnya 5 tahun dan menginjak usia 6 tahun, meskipun tidak begitu jelas.
Pendapat ketiga, madzhab Syafi’i yang mengemukakan bahwa jadza’ah adalah binatang yang berusia setahun, meskipun memungkinkan jadza’ahnya ditandai dengan copotnya gigi seri sebelum genap setahun.
Poelnya kambing kacang dan sapi 2 tahun, poelnya unta genap 5 tahun.
Madzhab ini mengetengahkan bahwa tidak boleh berkurban dengan kambing kacang yang baru berusia satu tahun, hal ini didasari dengan Hadits dari Al-Barra’ Al-‘Aqqal,
ضَحَّى خَالٌ لِي يُقَالُ لَهُ أَبُو بُرْدَةَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍفَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عِنْدِي دَاجِنًا جَذَعَةً مِنْ الْمَعَزِ قَـــــــالَ: اذْبَحْهَا وَلَنْ تَصْلُحَ لِغَيْرِكَ” ثُمَّ قَالَ: مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
Seorang paman hendak berkurban untukku. Hal tersebut dipaparkan Abu Burdah sebelum shalat. Kemudian Rasulullah Saw. menimpalinya, “kambingmu adalah dagingnya”.
Ia mengatakan, ‘’wahai Rasulullah, aku memiliki kambing kacang jadza’ah jinak.
Rasulullah menjawabnya, “Sembelilah, dan jangan peruntukkan untuk orang lain”
Tidak lama kemudian, Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang menyembelih sebelum shalat (Idul Adha), maka ia hanya bisa menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang menyembelih setelah shalat (Idul Adha), maka ibadah (kurban)nya telah sempurna dan mendapatkan sunnahnya orang-orang muslim.” (Shahih Al-Bukhari, bagian al-Aymaan wa an-Nudzur)
Kesimpulan Fatwa Al-Azhar
Pendapat yang rajih adalah yang pertama. Oleh karena itu, tidak boleh berkurban binatang yang belum mencapai usia yang telah ditahdid oleh mayoritas melalui fukaha sebagaimana yang telah mereka pahami dari hadis Nabi Saw. yang menggunakan gaya Bahasa hasr (لا – إلا) yang memiliki indikasi makna tanpa terkecuali.