Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Fatwa

Fatwa Al-Azhar: Vaksin Tidak Membatalkan Puasa

Avatar photo
300
×

Fatwa Al-Azhar: Vaksin Tidak Membatalkan Puasa

Share this article

Al-Azhar
Fatwa Global Center merilis fatwa terbaru terkait status puasa seseorang yang
sedang divaksin.  

Pusat Fatwa
Al-Azhar pertama-tama menyatakan bahwa semua vaksin Covid-19 yang diproduksi
oleh perusahaan internasional bekerja dengan cara menyuntikkan sebagian kode
genetik virus ke dalam tubuh (lengan).

Penyuntikan
ini bertujuan untuk menstimulasi sistem kekebalan dan mempersiapkan daya tahan
tubuh untuk menghadapi infeksi.

Dilansir Yaum7.com (6/3), Pusat Fatwa
Al-Azhar menegaskan bahwa vaksin dan vaksinasi dengan cara ini bukan tergolong
makanan dan minuman atau yang semakna (dihukumi sama) dengan keduanya.

Vaksin
diberikan melalui suntikan jarum ke pembuluh darah atau otot (humerus, paha,
atau kepala mekanisme) atau di mana saja dari area tubuh bagian luar yang
notabenenya bukan merupakan saluran keluar alami yang biasa, seperti mulut dan
hidung terbuka.

Dari sana,
orang yang berpuasa tidak lantas batal puasanya jika dia disuntik vaksin. Sebab
syarat batalnya puasa adalah sampainya sesuatu yang masuk ke dalam jauf
(saluran dalam yang sampai ke lambung) dari saluran keluar alami yang terbuka
dan dapat dilihat secara kasat mata. Bukan dari saluran keluar yang tidak biasa
seperti  pori-pori dan pembuluh darah,
yang secara adat kebiasaan tidak disebut sebagai saluran keluar yang terbuka.

Lebih
lanjut, Al-Azhar Fatwa Global Center menukil pernyataan Ibnu Najim sebagai
berikut:

“Atau
mengurapi, berbekam, memakai celak atau mencium; semua itu tidak membatalkan
puasa. Dengan alasan urapan atau olesan minyak tidak berseberangan dengan makna
puasa dank arena tidak adanya benda dalam bentuk fisik dan pengertiannya yang
membatalkan puasa. Zat yang masuk ke dalam tubuh itu melalui pori-pori, bukan
dari jalur lubang keluar-masuk yang ada dalam tubuh manusia. Kegiatan ini tidak
bertentangan dengan puasa. Sebagaimana jika seseorang mandi dengan air dingin
lalu dia merasakan embun di dalam hatinya.” Lihat Al-Bahr ar-Raiq Syarh Kanz
ad-Daqaiq
karya Ibnu Najim (2/293).

Abu al-Baqa
ad-Darimi ketika menjelaskan tentang syarat menahan atau mencegah masuknya
benda ke dalam apa yang disebut dengan jauf sebagai salah satu syarat puasa
sebagai berikut:

“Dikecualikan
dari jauf adalah jika menyuntikkan cairan ke pangkal paha atau betis atau
mengobati luka yang sekiranya bisa sampai ke otak atau daging. Begitu pula jika
dilakukan pembedahan sampai ke urat pembuluh darah. Semua itu tidak membatalkan
puasa, karena tidak termasuk jauf.” Lihat An-Najm al-Wahhaj fi Syarh
al-Minhaj
(3/295).

Pusat Fatwa
Al-Azhar berkesimpulan bahwa menerima vaksin pada siang bulan Ramadhan, lewat
suntikan jarum di lengan tidak membatalkan puasa, karena ia masuk ke dalam
tubuh melalui (pori-pori) kulit, dan kulit tidak termasuk jalan masuk menuju jauf.

Meskipun
demikian, yang lebih baik adalah menunda suntik vaksin sesudah berbuka puasa,
karena terkadang seseorang membutuhkan nutrisi (makan) atau penanganan tertentu
sesudah menerima vaksin.

Kontributor

  • Abdul Majid

    Guru ngaji, menerjemah kitab-kitab Arab Islam, penikmat musik klasik dan lantunan sholawat, tinggal di Majalengka. Penulis dapat dihubungi di IG: @amajid13.