Di antara persoalan yang sering diabaikan di masyarakat ialah berlebih-lebihan dalam berkumur dan menghirup air melalui hidung ketika wudhu. Kebanyakan berasumsi bahwa bahwa hal itu tetap sunnah meski dilaksanakan ketika berpuasa.
Menanggapi masalah ini, para ulama fikih menguraikan hukum dengan kembali merujuk kepada hadits Nabi. Pada dasarnya berlebihan dalam madhmadhah (berkumur) dan istinsyaq (menghirupa ir melalui hidung) tidaklah dilarang di dalam wudhu, bahkan sunnah. Namun, kemudian mereka membaginya ke dalam dua hukum secara terperinci: sunnah jika dilakukan bagi orang yang tidak berpuas; dan dilarang jika dilakukan oleh orang yang sedang puasa.
Rujukan dalilnya ialah riwayat yang dinukil oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya,
عن عمرو بن عبسة: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم مضمض واستنشق في رمضان (رواه أحمد)
Dari Amr bin Abasah ra, ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah Saw berkumur dan menghirup air (istinsyaq) ketika wudhu di bulan Ramadhan.”
Adapun dalil yang menerangkan larangan berlebihan dalam melakukan hal tersebut ialah,
قال رسول الله صلى عليه وسلم: أسبغ الوضوء، وخلل بين أصابعك، وبالغ في الاستنشاق إلا أن تكون صائما. (رواه أحمد وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه)
“Sempurnakanlah wudhumu, dan bersihkanlah sela-sela jarimu, pula lebihkanlah (air) ketika berkumur dan menghirupnya kecuali bila kamu dalam keadaan berpuasa.”
Dalam kitab Mughni Al-Muhtaj, Imam Khatib Syarbini menyebutkan,
(ولو سبق ماء المضمضة أو الاستنشاق) المشروع (إلى جوفه) من باطن أو دماغ (فالمذهب أنه إن بالغ) في ذلك (أفطر)؛ لأن الصائم منهي عن المبالغة كما سبق في الوضوء (وإلا) أي وإن لم يبالغ (فلا) يفطر؛ لأنه تولد من مأمور به بغير اختياره
“Bila seseorang kemasukan air ketika madhmadhah dan istinsyaq ketika berwudhu hingga air tersebut sampai ke bagian dalam tubuh, entah itu melalui jalur dalam mulut pun jalur otak, maka menurut pendapat yang dikukuhkan oleh mazhab: bila dia berlebih-lebihan waktu melakukannya, maka dipastikan puasanya batal, sebab orang yang puasa dilarang untuk berlebihan dalam hal tersebut. Beda halnya bila ia tak berlebih-lebihan, maka puasanya tetap sah dan tidak batal, sebab hal itu dihasilkan dari perkara yang dianjurkan oleh syariat dan terjadi tanpa kehendaknya.”
Mufti Hadramaut Sayyid Dr. Abdullah bin Mahfudz Al-Haddad ikut berkomentar: “Beginilah yang diyakini oleh ulama kami, bahwa siapa saja yang kemasukan air secara tak sengaja dan tak berlebihan dalam melakukannya, tidak mampu membatalkan puasa. Namun, bila ia lakukan secara berlebihan hingga air itu masuk ke dalam tubuhnya maka sudah jelas puasanya batal dan wajib mengganti di hari lain.”
Kesimpulan di atas ialah selama sebab yang menjadikannya kemasukan air adalah perkara yang dianjurkan (tidak berlebihan dalam melakukannya ketika berpuasa), maka tidak membahayakan puasa. Beda halnya jika disebabkan karena perkara yang dilarang seperti berkumur yang keempat kali, maka mutlak bagi dirinya untuk mengganti puasa.”
Pernyataan ini serupa dengan apa yang diambil oleh Darul Ifta Jordania dalam kitab Mukhtasar Ahkam As-Shiyam. Mereka juga menerangkan bahwa yang dimaksud dengan berlebih-lebihan dalam berkumur dan menghirup air ketika berwudhu ialah dengan memasukan banyak air ke dalam mulut atau hidung, atau bisa juga dengan melakukannya secara berturut-turut.
Hikmah yang dapat dipetik dari adanya larangan berlebihan dalam berkumur dan menghirup air ketika berwudhu adalah menjaga dirinya agar terhindar dari sebab-sebab yang memungkinkan menjadikan puasanya batal. Jika seorang muslim mengetahui cara yang dirasa tepat sesuai syariat, hendaknya ia selalu mewanti-wanti dirinya dan lebih cermat dalam bertindak. Wallahu a’lam bisshowab.
Referensi:
1. Al-Wajiz fii Ahkam As-Shiyam, karya Sayyid Dr. Abdullah bin Mahfudz Al-Haddad.
2. Mughni Al-Muhtaj syarah Minhaj, karya Imam Muhammad bin Ahmad Khatib Asy-Syarbini.
3. Mukhtasar Ahkam As-Shiyam, kumpulan fatwa-fatwa seputar puasa karya Daar Ifta Aam Jordania.