Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Fatwa

Hukum Menggunakan Komputer Kantor untuk Kepentingan Pribadi

Avatar photo
32
×

Hukum Menggunakan Komputer Kantor untuk Kepentingan Pribadi

Share this article

Di
era pandemi ini banyak perusahaan yang mengaktifkan program Working from
Home
(WFH) bagi para pegawainya. Komputer yang dibawa ke rumah bisa
digunakan untuk kepentingan pribadi, apalagi jika aplikasi keamanan di komputer
tersebut belum atau sengaja tidak diatur oleh tim IT perusahaan.

Maka
sebenarnya bagaimana hukum menggunakan komputer kantor untuk kepentingan
pribadi? Jika kita memakainya untuk urusan pribadi sedangkan ada kontrak
tertulis untuk tidak boleh digunakan selain urusan pekerjaan, apakah masih
boleh?

Bagaimana
bila tidak ada peraturan tertulis seperti di atas dan kita menggunakannya untuk
kepentingan pribadi tanpa merugikan perusahaan, misalkan. Apakah hal tersebut
diperbolehkan?

Dilansir
dari Youm7, Majma Buhuts Al-Islamiyah Al-Azhar menerangkan bahwa
menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan atau keuntungan pribadi,
tidak diperbolehkan syariat. 

Islam
mengajarkan, haram hukumnya untuk menggunakan fasilitas umum untuk kepentingan
pribadi. Komisi Fatwa juga menjelaskan bahwa syariat mewajibkan untuk menaati
kesepakatan atau kontrak yang sudah ditanda tangani.

Menggunakan
fasilitas kantor di luar kepentingan pekerjaan dan menyalahi kontrak yang
berlaku, adalah penyimpangan syariat dan haram hukumnya. Terlebih jika
digunakan untuk kepentingan pribadi.

Pendapat di
atas diperkuat oleh beberapa hadits, yang pertama diambil dari Sunan Abi
Dawud
:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضى الله عنه،
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: الْمُسْلِمُونَ عَلَى
شُرُوطِهِمْ

Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda “(Wajib) bagi orang-orang Muslim untuk mematuhi syarat (atau ketentuan)
yang telah mereka buat dan sepakati bersama.”
(HR. Abu
Dawud)

Komisi Fatwa Al-Azhar juga mengutip sebuah hadits dari Fathul Bari
di bab Al-Ihtiyal Al-Amil Liyuhda Lahu:

 وعن أبى حميد الساعدي رضى الله عنه، قال: قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: والله لا يأخذ أحدٌ منكم شيئاً بغير حقٍ إلا لقي
الله تعالى يحمله يوم القيامة

Diriwayatkan
dari Abu Hamid Al-Sa’di ra., berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Dan tidaklah
Allah SWT mengambil sesuatu dari seseorang di luar hak mereka kecuali Allah SWT
akan mengembalikannya di hari kiamat kelak.”

Dalam
penjelasan fatwa mereka, komisi juga mengutip hadits lain dari Abu Hurairah
ra.,

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كل
المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap muslim terhadap
muslim lainnya haram dan terjaga darah, harta dan kehormatannya.” (HR. Muslim)

Lebih lanjut, Komisi Fatwa menyarankan
bagi pegawai yang sudah terlanjur menggunakan fasilitas kantor untuk
kepentingan pribadi mereka untuk segera bertaubat. Para pelaku juga dihimbau
untuk tidak mengulanginya lagi sampai taubat mereka benar-benar diterima.

Komisi Fatwa Al-Azhar juga mewanti-wanti
kepada setiap perusahaan yang mengaktifkan program WFH untuk turut memberikan
kompensasi bagi pegawai yang lembur kerja. Dana kompensasi ini harus berlaku
bagi setiap pegawai baik yang bekerja on-site di kantor atau off-site
alias di Rumah.

Begitu juga seperti yang dilansir dari
majalah resmi Al-Azhar, Komisi Fatwa Al-Azhar menyarankan bagi perusahaan untuk
memberikan akomodasi seperlunya sebagai biaya perawatan komputer atau laptop
yang dibawa para pegawai WFH.

Biaya perawatan laptop atau komputer
tersebut tidak bisa sepenuhnya dibebankan ke pegawai. Mereka tetap bekerja
untuk kepentingan perusahaan, maka sepatutnya perusahaan sebagai pemilik barang
memberikan imbalan yang setimpal sebagai biaya perawatan.

Tidak lain karena syariat mengajarkan
meski perawatan alat sewa adalah tanggung jawab penyewa, dalam kasus ini
pegawai, tetapi biaya perawatan tetap ditanggung oleh pemilik barang yaitu
perusahaan.

Di akhir penjelasan fatwanya, Komisi
mengutip perkataan Imam Al-Mardawi As-Sa’di, salah seorang ulama Hanbali.
Kutipan ini diambil dari bab Al-Syirkah dari kitabnya yang berjudul Al-Insaf
fi Ma’rifati Al-Rajih min Al-Khilaf

الثَانيةُ: ليس له أنْ يعْمَلَ لغيرِه في
مُدَّةِ المُسْتَأْجِرِ، فإنْ عَمِلَ وأضَرَّ بالمُسْتَأْجِرِ، فله قِيمَةُ ما
فوَّتَه

Dari matan di atas, Imam Al-Mardawi
menjelaskan bahwa seorang pekerja tidak boleh bekerja dengan pihak lain selama
masih terikat kontrak. Seorang pegawai di perusahaan A misalnya, tidak boleh
bekerja di perusahaan B selama dia masih bekerja di perusahaan A kecuali
kontrak antara dia dengan perusahaan A membolehkan bekerja di perusahaan lain.

Pada kenyataannya memang seorang
pegawai tidak boleh terdaftar di dua perusahaan yang berbeda karena khawatir
bisa membocorkan rahasia perusahaan ke sesama saingan bisnis.

Imam Al-Mardawi dalam matan di atas
juga menjelaskan, jika pegawai tersebut melakukan suatu perbuatan yang
merugikan pihak kontraktor alias perusahaan, maka pegawai tersebut harus siap
mengganti biaya kerugian atau  bahaya
lain yang menimpa perusahaan. 

Itulah alasan mengapa seorang pegawai
yang sedang WFH tidak boleh menggunakan komputer atau laptop perusahaan untuk
kepentingan pribadi. Kalau tidak, dia harus siap menanggung konsekuensi. Wallahu
a’lam bis shawab.

Kontributor

  • Umar Abdulloh

    Santri Al-Azhar alumni Fakultas Hukum yang senang menertawakan dunia dan seisinya.