Jagat online beberapa tahun belakangan dibuat heboh dengan penemuan aplikasi Deepfake. Teknologi ini dapat mengganti wajah manusia, termasuk dengan mimik yang diciptakan dalam video. Ia juga dapat menciptakan wajah seseorang lewat gestur yang diperagakan oleh seorang model.
Deepfake adalah manipulasi foto atau video yang memanfaatkan kemampuan kecerdasan buatan untuk menyatukan kemiripan seseorang ke dalam wajah orang lain. Teknologi ini dapat memanipulasi gambar atau video seseorang supaya terlihat seakan-akan sedang melakukan atau mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Teknologi Deepfake saat ini berkembang semakin canggih. Di sosial media kita bisa menemukan berbagai gambar dan video palsu yang terlihat sangat asli.
Namun dalam perkembangannya, tidak jarang rekayasa kecerdasan buatan ini merugikan banyak orang terutama tokoh publik dan selebritis. Jika dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, Deepfake dapat dipermainkan untuk menciptakan video rekayasa yang tampak real untuk tujuan-tujuan negatif.
Teknologi Deepfake menarik perhatian publik pertama kali pada April 2018 saat beredar video mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang tampak mengucapkan kata-kata kasar kepada Donald Trump. Video yang dibuat komedian Jordan Peele itu sejatinya tidak pernah ada.
Tidak sedikit contoh kasus yang menggunakan teknologi ini untuk merusak citra dan reputasi seseorang. Para aktris Hollywood dan K-Pop sering menjadi korban teknologi ini. Dari total video deepfake yang beredar, 96% berisi konten pornografi. Banyak ditemukan wajah selebritas yang diambil menggantikan wajah pelaku video pornografi. Para peneliti menemukan bahwa penyanyi aktris Amerika, Inggris, dan K-Pop Korea Selatan banyak dimasukkan ke dalam video palsu.
Teknologi Kecerdasan Buatan Deepfake dalam Pandangan Islam
Darul Ifta Mesir menyatakan bahwa tidak diperbolehkan menurut syariat penggunaan teknologi Deepfake untuk memanipulasi potongan audio atau video mili seseorang dengan menggunakan artificial intelligence (kecerdasan buatan) sehingga mereka tampak sedang melakukan atau mengucapkan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka lakukan atau katakan secara real.
“Perbuatan itu mengandung unsur pembohongan, hoaks dan pemutarbalikan fakta,” terang Lembaga Fatwa Mesir dikutip dari lama resmi facebooknya Kamis (6/1/2022).
Otoritas fatwa Mesir itu mengutip hadits Nabi,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa mencurangi (membohongi) kami, maka bukan termasuk golongan kami.” (HR. Muslim)
“Hadits itu merupakan nash yang jelas dan lugas melarang dan mengharamkan pembohongan dalam pelbagai bentuknya,” lanjutnya.
Islam ketika menganjurkan untuk berinovasi, tidak lantas menjadikannya sebagai tujuan tetapi saranan untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, Islam mengawal inovasi dan kreativitas ilmiah dalam bingkai moral yang berlandaskan pada prinsip perbaikan dan tidak merugikan diri sendiri serta orang ain.
“Ketika sebuah penemuan digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan sesuatu yang diperintahkan atau dianjukan, maka dia dihukumi sama dengan tujuan tersebut. Adapun jika ia dijadikan sebagai alat untuk melakukan sesuatu yang dilarang, maka hukumnya disamakan seperti tujuan tersebut,” imbuhnya.
Membuat potongan suara atau video dengan teknologi Deepfake ini mengandung unsur merugikan orang lain. Sesuatu yang dilarang oleh Rasulullah saw. dalam salah satu hadits,
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.”
Keberadaan teknologi Deepfake ini justru menimbulkan ketakutan dalam bentuk intimidasi dan mengancam ketenangan kehidupan bermasyarakat.
Darul Ifta Mesir pada akhir penjelasan menegaskan, “Syariat Islam menjadikan penjagaan jiwa termasuk salah satu poin primer maqashid syariah. Sampai-sampai sangat keras Islam melarang segala bentuk intimidasi walaupun ditampilkan sebagai lelucon dan hiburan.”