Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Fatwa

Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki: Membaca Al-Qur’an di Kuburan Bukan Bid’ah

Avatar photo
60
×

Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki: Membaca Al-Qur’an di Kuburan Bukan Bid’ah

Share this article

Salah satu masalah yang sering memancing perdebatan yang berakhir kepada permusuhan adalah membaca Al-Qur’an di kuburan. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa ini adalah perbuatan bid’ah, ada juga yang menghukumi sebagai perbuatan haram.

Sebetulnya, pembahasan tentang membaca Al-Qur’an di kuburan ini tidak ada yang mengarah kepada bid’ah atau haram jika kita kembali melihat pendapat ulama-ulama salaf.

Sebelum terlalu jauh melihat pendapat ulama salaf, ulama yang biasa dijadikan rujukan oleh kalangan Wahabi, yakni Syekh Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah berkata:

ذكر عن جماعة من السلف انهم اوصوا أن يقرأ عند قبورهم وقت الدفن. قال عبد الحق الإشبيلي يروى أن عبد الله بن عمر أمر أن يقرأ عند قبره سورة البقرة، و كان الإمام أحمد ينكر ذلك اولا حيث لم يبلغه فيه اثر، ثم رجع عن ذلك

“Disebutkan bahwa sekolompok ulama salaf banyak yang memberikan wasiat untuk dibacakan Al-Qur’an di kuburan mereka ketika waktu pemakaman. Abdul Haq al-Isybili meriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar memerintahkan untuk membaca surat Al-Baqarah di kuburannya. Imam Ahmad bin Hambal sempat mengingkari masalah ini karena belum sampainya atsar, kemudian ia menarik pendapatnya.” Kitab Ar-Ruh hal 64.

Baca juga: Cara Memahami Konsep Bid’ah Imam Asy-Syafi’i dengan Tepat

Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki berkata bahwa para sahabat sudah menggunakan dan mengamalkan amalan ini.

Al-Khalal (W. 311 H) meriwayatkan dalam kitab Al-Jami’ bahwa Abdurrahman bin al-‘Ula al-Lajaj meriwayatkan dari ayahny: ayahku berkata, “Ketika aku wafat, letakkan aku di liang lahat dan katakanlah: Bismillah wa ‘ala Millati Rasulillah (Dengan menyebut nama Allah dan di atas Sunnah Rasulullah), dan bacakanlah di sisi kepalaku awal surah Al-Baqarah, karena aku mendengar bahwa sahabat Abdullah bin Umar melakukan itu.”

Al-Khalal juga meriwayatkan cerita dari Hasan bin Ahmad, dari Ali bin Musa al-Haddad dan beliau adalah orang yang jujur. Dia berkata, “Suatu hari aku bersama Imam Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Qudamah al-Jauhari menghadiri pemakaman satu jenazah. Seusai pemakaman, ada seorang laki-laki yang sedang membaca Al-Qur’an di sisi kuburan, Imam Ahmad berkata kepada laki-laki tersebut, “Wahai lelaki, membaca Al-Qur’an di sisi kubur adalah perkara bid’ah.”

Ketika kami keluar dari daerah perkuburan, Muhammad bin Qudamah berkata kepada Imam Ahmad, “Wahai Imam Ahmad, apa pendapatmu tentang seseorang yang bernama Mubasyyir al-Halabi?”

“Dia orang yang terpercaya,” jawab Imam Ahmad.

“Apakah kamu menulis hadits dari dia?” tanya Imam Ahmad.

“Ya, Mubasyyir memberikan kabar kepadaku, dari Abdurrahman bin al-‘Ula, dari ayahnya bahwa ayahnya mewasiatkan untuk membaca awal dan akhir surat Al-Baqarah ketika dimakamkan.” jawab Muhammad bin Qudamah.

Seketika Imam Ahmad pun menarik pendapat awalnya yang mengatakan membaca Al-Qur’an Bid’ah, dan menyuruh lelaki yang sedang membaca Al-Qur’an tadi untuk melanjutkannya.

Baca juga: Perbedaan Pendapat dan Pentingnya Persatuan: Perspektif Ibnu Taimiyah

Tidak hanya Imam Ahmad. Guru dia pun, Imam Asy-Syafi’i juga satu jalan dalam berpendapat tentang masalah ini.

Imam An-Nawawi berkata:

يستحب لزائر القبور أن يقرأ ما تيسر من القرأن و يدعو لهم عقبها، نص عليه الشافعي و اتفق عليه الاصحاب، و زاد في موضع آخر: و إن ختموا القران على القبر كان افضل

“Dianjurkan bagi penziarah kubur untuk membaca sesuatu yang mudah (sebagian) dari Al-Qur’an lalu diikuti dengan membaca doa untuk ahli kubur. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi’i dan para muridnya mensepakatinya. Dalam kitab yang lain ditambah: jika seandainya dikhatamkan Al-Qur’an, maka itu lebih bagus.” Kitab Majmu’ Syarh al-Muhazzab, jilid 5 hal 254.

Walhasil, dalam masalah membaca Al-Qur’an di kuburan sudah jelas bukan perbuatan yang bid’ah ataupun haram. Para salaf sendiri yang memberikan teladan dalam perbuatan ini, bahkan sahabat Abdullah bin Umar pun melakukannya.

Disarikan dari salah satu bab dari kitab Tahqiq al-‘Amal karya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki.

10 September, 2020.

Kontributor

  • Fahrizal Fadil

    Mahasiswa Indonesia di Mesir, asal dari Aceh. Saat ini menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Fakultas Bahasa dan Sastra Arab. Aktif menulis di Pena Azhary. Suka kopi dan diskusi kitab-kitab turats.