Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Ibadah

Apakah haji anak kecil dapat menggugurkan kewajiban hajinya setelah balig?

Avatar photo
27
×

Apakah haji anak kecil dapat menggugurkan kewajiban hajinya setelah balig?

Share this article

Haji merupakan salah satu komoditas ibadah yang menjadi prioritas dalam Islam. Karena banyak syarat yang harus dipenuhi oleh seseoarang yang melaksanakannya maka tak ayal tidak banyak orang yang bisa melakukannya berkali-kali. Oleh karenanya momen sekali seumur hidup tersebut terkadang dilakukannya bersama keluarganya.

Termasuk di dalamnya orang tua yang melaksanakan ibadah haji. Tak jarang mereka juga membawa anak-anaknya. Apakah hanya sekadar ikut atau memang akan mengikuti juga rangkaian ibadah haji di dalamnya.

Lantas apakah haji yang telah dilaksanakan oleh anak kecil dapat menggugurkan kewajiban haji Islam, sehingga ketika ia telah balig tidak wajib melaksanakannya?.

Haji yang dilakukan oleh anak kecil meski dianggap sah, namun belum menggugurkan kewajiban haji baginya. Karena belum dalam keadaan matang  (sempurna; balig) pada saat melakukannya. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Abi Ishak al-Syirazi dalam kitabnya al-Muhadzab Juz II hal 663 sebagai berikut:

فإن حج الصبي ثم بلغ أو حج العبد ثم أعتق, لم يجزه ذلك عن حجة الاسلام. لما روى ابن عباس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صم: ” أيم صبي حج ثم بلغ, فعليه حجة أخرى, وأيما عبد حج ثم أعتق, فعليه أن يحج حجة أخرى.

“Apabila anak kecil melaksanakan ibadah haji kemudian ia balig atau seorang hamba sahaya kemudian ia merdeka, maka haji yang dilakukannya (pada saat belum balig ataupun belum merdeka) tidak mencukupinya dari menggugurkan kewajiban haji Islam. Hal tersebut sebagaimana riwayat Ibnu Abbas Ra berkata: Rasulullah Saw bersabda, ‘Apabila anak kecil melaksanakan ibadah haji kemudian ia balig maka wajib baginya haji yang lain (ketika telah balig), dan apabila seorang hamba sahaya haji kemudian ia merdeka maka wajib baginya haji yang lain (seusai merdeka).’”

Lantas bagaimana jika anak kecil tersebut balig pada saat ihram haji. Apakah kewajiban hajinya belum gugur dan ia masih tetap diwajibkan untuk haji lagi ketika telah balig?

Lebih lanjut al-Syirazi menjelaskannya demikian:

وإن بلغ الصبي, أو أعتق العبد في الإحرام نظرت, فإن كان قبل الوقوف بعرفة أو في حال الوقوف بعرفة, أجزأه عن حجة الإسلام, لأنه أتى بأفعال النسك في حال الكمال, فأجزأه. وإن كان ذلك بعد فوات الوقوف لم يجزه

“Apabila anak kecil balig atau hamba sahaya merdeka pada saat ihram, maka dilihat; jika hal tersebut sebelum wukuf di Arafah atau dalam keadaan wukuf di Arafah maka ia dianggap cukup untuk menggugurkan kewajiban haji Islam. Karena ia dianggap telah melaksanakan ibadah haji dalam keadaan sempurna, maka hal tersebut mencukupkannya. Dan jika hal tersebut setelah terlewatnya wukuf di Arafah maka tidak mencukupkan.”

Berbeda halnya jika ia balig setelah wukuf sebelum selesainya waktu wukuf. Ada dua pendapat yang menjadi bagian di dalamnya. Abul Abbas mengatakan hal tersebut mencukupkannya sedangkan mazhab sendiri menyatakan hal tersebut tidaklah mencukupkan. Berikut penjelasan al-Syirazi:

 وإن كان بعد الوقوف قبل فوات وقته, ولم يرجع إلى الموقف فقد قال أبو العباس: يجزه لأن إدراك وقت العبادة في حال الكمال كفعلها في حال الكمال. والدليل عليه أنه لو أحرم ثم كمل جعل كأنه بدأ بالإحرام فى حال الكمال, ولو صلى فى أول الوقت ثم بلغ فى أخر الوقت جعل كأنه صلى في حال بلوغه. والمذهب: أنه لا يجزئه, لانه لم يدرك الوقوف فى حال الكمال, فأشبه إذا كمل في يوم النحر, ويخالف الإحرام, لأن هناك أدرك الكمال والإحرام قائم فوزانه من مسألتنا أن يدرك الكمال وهو واقف بعرفة فيجزئه, وههنا أدرك الكمال وقد انقضى الوقوف فلم يجزه, كما لو أدرك الكمال بعد التحلل عن الإحرام, ويخالف الصلاة فإن الصلاة تجزئه بإدراك الكمال بعد الفراغ منها ولو فرغ من الحج ثم أدرك الكمال لم يجزه.

“Dan Apabila hal tersebut (balig) setelah wukuf di Arafah namun sebelum terlewatnya waktu wukuf, dan ia tidak kembali ke tempat wukuf maka Abu Abbas dalam hal ini berpendapat: hal tersebut mencukupkannya. Karena menemukan waktu ibadah dalam keadaan sempurna sama halnya dengan melakukannya dalam keadaan sempurna.

Adapun dalilnya ialah apabila ia ihram kemudian ia sempurna (balig) maka ia seakan memulai kembali ihram pada saat sempurna. (Sama halnya) apabila ia shalat di awal waktu kemudian ia balig di akhir waktu maka ia dianggap seakan shalat dalam keadaan balignya.

Sedangkan pendapat mazhab: mengatakan bahwa hal tersebut tidak mencukupkannya. Karena ia tidak menemukan wukuf dalam keadaan sempurna (balig). Serupa dengan ketika ia balig pada saat hari raya Idul Adha. Tidak sama dengan ihram. Karena dalam hal ini ia menemukan kesempurnaan dan ihram sedang dilakukan.

Barometer (tolok ukur) dari masalah kami ialah ketika ia menemukan kesempurnaan (balig) pada saat ia wukuf di Arafah, maka itu mencukupkannya. Dan dalam kasus ini, ia menemukan kesempurnaan sedang waktu wukuf telah selesai, maka hal tersebut tidak mencukupkannya. Sama halnya dengan apabila ia menemukan kesempurnaan setelah tahallul dari ihram.

Beda halnya dengan shalat, karena shalat dianggap cukup dengan menemukan kesempurnaan setelah selesai darinya. Apabila ia telah selesai dari haji kemudian ia baru menemukan kesempurnaan (balig) maka hal tersebut tidak mencukupkannya”.

Wallahu a’lam

Kontributor

  • Alwi Jamalulel Ubab

    Alumni Khas Kempek, Cirebon. Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.