Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Ibadah

Hukum dan panduan bersiwak, lengkap dengan doa dan artinya

Avatar photo
34
×

Hukum dan panduan bersiwak, lengkap dengan doa dan artinya

Share this article

Siwak secara bahasa bermakna menggosok atau alat siwak itu sendiri. Adapun secara istilah, siwak adalah menggosokkan kayu dan semisalnya di area gigi dan sekitarnya, guna menghilangkan bau dan semisalnya, yang disertai dengan niat tertentu.

Rukun siwak ada 3, yaitu: orang yang bersiwak, alat siwak, dan tempat yang disiwaki.

Siwak merupakan syariat para nabi terdahulu, Rasulullah saw bersabda:

هذا سواكي وسواك الأنبياء من قبلي

“Ini adalah siwakku dan siwaknya para nabi terdahulu.”

Siwak merupakan syariat yang berlaku sejak Nabi Ibrahim As. Beliau orang yang pertama kali bersiwakan. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa siwak ini merupakan khasais (ciri khas, identik) umat islam, jika ditinjau dari umat terdahulu, bukan para nabi. Sebab syariat siwak di era sebelum Nabi Muhammas Saw itu hanya untuk Nabi,, bukan umatnya. (Hasyiyah Al-Baijuri, 1/79)

Fadilah siwak sangat besar. Banyak sekali hadis yang menerangkan keutamaan bersiwak. Antara lain:

رَكْعَتَانِ بِسِوَاكٍ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِينَ رَكْعَةً بِغَيْرِ سِوَاكٍ

“2 rakaat dengan bersiwak itu lebih baik (tinggi dan bagus kualitas ibadahnya) daripada 70 rakaat yang tidak disertai dengan siwakan.”

Bayangkan, 70 banding 2. Yang demikian adalah penggambaran saking besarnya fadilah siwak. Para fuqaha masih memberikan jalan bagi mereka yang lupa bersiwak ketika shalat, ia boleh melakukannya di tengah-tengah shalat. (Fath Al-Muin, h. 52)

Faidah dari bersiwak banyak sekali, bahkan ada yang menyebutkan sampai 70 faidah. Di antaranya adalah: membersihkan bau mulut, mendapatkan ridha Allah, memutihkan gigi, membersihkan pikiran, melipat gandakan pahala, mempermudah menghadapi sakaratul maut, mempermudah rezeki, menghilangkan penyakit dan dahak yang ada di kepala, memperkokoh gigi, menghindarkan dari penyakit lepra, membuat ia nyaman ketika di kuburan, malaikat maut ketika hendak mencabut nyawanya itu dengan rupa baik, mempermudah keluarnya ruh dan lain-lain. (I’anah al-thalibin, 1/77-78)

Hukum bersiwak itu ada 5 macam, yaitu sebagai berikut:

1. Wajib, ketika tidak bisa menghilangkan barang najis di mulut, ketika untuk menghilangkan bau yang tidak sedap saat shalat jumat, dan ketika seseorang bernazar.

2. Sunnah, yang demikian adalah hukum asalnya. Namun hukumnya bisa naik menjadi muaakkad, ketika hendak wudhu, shalat, membaca al-Quran, hendak tidur, bangun tidur dan ketika berubahnya bau mulut.

3. Makruh, bagi orang yang berpuasa dan ia bersiwak setelah tergelincirnya matahari. Namun versi Imam Al-Nawawi tidak makruh.

4. Khilaful aula, yaitu bersiwak dengan siwaknya orang lain, meskipun ia mengizininya. Namun jika diniati tabarruk, maka sunnah.

5. Haram, yaitu ketika bersiwak dengan siwaknya orang lain, yang mana belum diketahui kerelaannya. (Al-taqrirat al-sadidah1/76)

Tidak ada hukum mubah dalam siwak, sebab hukum asalnya sunnah, sedang setiap perkara yang hukum asalnya sunnah, tidak akan bisa berubah menjadi mubah. (Hasyiyah Al-Baijuri, 1/81)

Alat yang bisa dijadikan siwak adalah setiap sesuatu yang kasar, semisal kain atau kayu. Di antara kedua alat tadi, yang lebih utama adalah kayu. Dan kayu yang paling utama adalah kayu  yang memiliki bau harum, afdalnya adalah kayu arok.

Kesunnahan siwak tidak bisa didapatkan, jika alat siwaknya adalah tangannya sendiri, meski kasar. Lain halnya dengan Imam an-Nawawi, beliau menyatakan bahwa boleh bersiwak dengan tangan sendiri yang kasar. (Fath al-Muin, h. 52)

Bahkan bagi orang yang tidak punya gigi sekalipun, ia tetap mendapatkan kesunnahan bersiwak ketika bau mulutnya berubah. (Hasyiyah Al-baijuri, 1/83)

Ketika alat siwaknya adalah kayu, maka disunnahkan untuk tidak melebihi dari satu jengkal tangan, dan tidak kurang dari (sepanjang) 4 jari.

Cara memegangnya adalah dengan meletakkan kelingking tangan kanan berada di bawah kayu, jari ibu juga berada di bawah kayu, namun di bagian atas. Adapun jari sisanya itu diletakkan di atas kayu. (I’anah al-thalibin, 1/78)

Cara mengoperasikannya adalah dengan menggosokkan kayu di mulut bagian kanan, kemudian beralih ke langit-langit rongga mulut, terus ke lisan, kemudian menggosok gigi di bagian yang kiri. Ketika bersiwak, disunnahkan untuk niat siwakan dan memegangnya itu dengan tangan kanan. (Fath al-Qarib al-Mujib, h. 30)

Namun, sebelum bersiwak, disunnahkan untuk berdoa terlebih dahulu. Berikut doanya:

اَللَّهُمَّ بَيِّضْ بِهِ أَسْنَانِيْ وَشُدَّ بِهِ لِثَاتِيْ وَثَبِّتْ بِهِ لَهَاتِي وَأَفْصِحْ بِهِ لِسَانِيْ وَبَارِكْ لِيْ فِيْهِ وَأَثِبْنِيْ عَلَيْهِ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

“Ya Allah putihkanlah gigiku dan kokohkan lahatku (daging yang tumbuh di atas langit-langit mulut), fasihkan lisanku, berkatilah aku, dan berikan aku istiqomah wahai Dzat yang paling mengasihi di antara para pengasih.” (Hasyiyah Al-Baijuri, 1/84)

Demikianlah penjelasan umum mengenai siwak, semoga dengan mengetahuinya membuat kita menjadi konsisten melakukannya. Amin ya rabb.

Kontributor

  • Ahmad Hidhir Adib

    Asal dari Pasuruan. Sekarang menempuh studi program Double degree di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada program studi PAI dan Fikih Muqaran dan tinggal Wisma Ma’had Aly UIN Malang.