Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Ibadah

Tradisi Rajabiyah: Menyembelih ‘Athirah di bulan Rajab

Avatar photo
29
×

Tradisi Rajabiyah: Menyembelih ‘Athirah di bulan Rajab

Share this article
Tradisi Rajabiyah: Menyembelih ‘Athirah di Bulan Rajab
Menurut imam Thabari, tradisi Rajabiyyah sejatinya sudah ada sejak zaman Nabi Sulaiman bin Dawud as.

Bulan Rajab merupakan bulan yang istimewa. Bahkan sejak zaman Jahiliyah terdahulu, orang-orang Arab telah mengagungkan dan memuliakannya. Sehingga kemudian sebagaimana dijelaskan dalam ‘Ianah at-Thalibin (2/307), nama bulan Rajab ini diambil dari kata tarjib yang berarti mengagungkan, sebab pengagungan dari bulan-bulan lainnya.

Dalam Alquran sendiri, bulan Rajab juga disebutkan dalam surat at-Taubah ayat 36 sebagai salah satu bulan yang dimuliakan dari empat bulan haram.

Makna dan Praktik Tradisi Rajabiyyah di Bulan Rajab

Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya (8/123), menerangkan bahwa sebab keistimewaannya, bulan Rajab memiliki banyak nama, satu di antaranya ialah Munshilul Asinnah. Ia menukil riwayat Imam Bukhari dari Abi Raja’ al-‘Utharidi dari ‘Imran bin Milhan berkata, “Kami dulu menyembah batu. Apabila kami menemukan batu yang lebih baik darinya, maka kami membuangnya dan kami mengambil yang lain. Apabila kami tidak menemukan batu, maka kami kumpulkan jatswah dari tanah, lalu kami datangkan kambing, maka kami sembelih di atasnya, lalu kamu berthawaf dengannya. Maka apabila telah datang bulan Rajab kami katakan Munshilul asinnah.”

Penghormatan Orang-orang Arab terhadap bulan Rajab selain dengan tidak berperang, seperti disebutkan di atas, mereka juga melakukan tradisi unik yaitu menyembelih hewan ternak untuk dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan khusus di sepuluh hari pertama bulan Rajab. Tradisi ini disebut sebagai ‘athirah atau dikenal juga dengan Rajabiyyah.

Sementara menurut Imam Ibnu Jarir at-Thabari dalam Tafsir Jami’ al- Bayan (2/274), bahwa tradisi Rajabiyyah sejatinya sudah ada sejak zaman Nabi Sulaiman bin Dawud as. Sedangkan orang yang pertama kali mentradisikan untuk orang arab adalah Ibn Syuha. Sehingga dia sampai mendapat julukan Sa’du Rajab (Orang yang membuat bulan Rajab penuh dengan berkah).

Hukum Menyembelih ‘Athirah Menurut Para Ulama

Rasulullah saw. juga membenarkan dengan adanya tradisi ini. Dalam suatu kesempatan beliau pernah bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ وَعَتِيرَةٌ . هَلْ تَدْرُونَ مَا الْعَتِيرَةُ ؟ هِيَ الَّتِي تُسَمُّونَهَا الرَّجَبِيَّةَ (حسنه الألباني في صحيح أبي داود)

“Wahai manusia, dianjurkan atas setiap penduduk rumah setiap tahunnya  kurban dan ‘athirah. Apakah kalian mengetahui apa itu ‘athirah? ‘Athirah ialah yang kamu semua namakan dengan Rajabiyyah (sembelihan dibulan rajab). (H.R. Abu Dawud)

Sehingga dalam mazhab Imam Syafi’i, tradisi penyembelihan ‘athirah di bulan Rajab yang diniatkan karena Allah hukumnya adalah sunnah. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Kitab Fath al-Bari menjelaskan dalil kesunnahan ‘athirah berdasarkan hadis:

عَنْ أَبِي العَشَرَاء عَن أبِيْهِ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سُئِلَ عَنِ الْعَتِيْرَة فَحَسَنُهَا

Diriwayatkan dari Abu al-Asyara’ dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw. (pernah) ditanyai mengenai ‘athirah maka beliau menganggapnya sebagai kebaikan. (H.R. Abu Dawud)

Sementara menurut Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam Mausu’ah al-Fiqhiyyah (29/278), mayoritas ulama mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali menyatakan bahwa ‘athirah atau Rajabiyyah tidak disunnahkan. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah:

قَالَ رَسُوْلُ الله لاَ فَرَع وَلاَ عَتِيْرَة

Rasulullah bersabda, “Tidak ada (perintah) fara’ juga ‘athirah.” (H.R. Abu Dawud)

Sedangkan penjelasan Imam asy-Syafi’i terkait hadis di atas, memiliki tiga makna. Yakni tidak ada kewajiban ‘athirah, kemudian larangan ‘athirah dengan niat dipersembahkan kepada berhala sebagaimana tradisi orang-orang Arab Jahiliyah, yang ketiga taraf kesunnahan dan pahalanya tidak menyamai perintah berkurban karena ‘athirah dikategorikan sebatas sedekah. (Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh Muhadzab 8/445)

Akan tetapi, Rasulullah juga membebaskan para sahabat untuk melaksanakan athirah ataupun tidak melaksanakannya.

عن الحارث بن عمر وأنه لقي رسول الله صلى الله عليه وسلم في حجة الوداع، فقال أَنَّ رَجُلاً  مِنْ النَّاسِ قال : يَا رَسُولَ اللَّهِ، الْعَتَائِرُ ؟ قَالَ :مَنْ شَاءَ عَتَرَ ، وَمَنْ شَاءَ لَمْ يَعْتِرْ

Dari al-Harits bin Amr bahwa beliau bertemu Rasulullah pada haji wada’, maka bertanyalah seorang laki-laki dari manusia “Wahai Rasulullah (bagaimana hukum) ‘athirah?” Maka, Rasulullah menjawab” Barang siapa yang menginginkan (hendaknya) ia ber-‘athirah dan barang siapa yang tidak menghendaki (hendaknya) ia tidak ber-‘athirah.” (H.R. an-Nasa’i)

Walhasil, meskipun terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama terkait kesunnahan tradisi penyembelihan hewan ‘athirah di bulan Rajab. Hal ini semua adalah keberagaman ijtihad para ulama dalam ilmu fiqih yang harus kita hormati. Di samping itu bulan Rajab yang termasuk dari asyhurul hurum, memang menjadi momentum untuk lebih meningkatkan ibadah dan amal saleh. Di antaranya dengan sedekah dan berbagi, meningkatkan kepedulian terhadap sesama, serta berkontribusi untuk kesejahteraan sosial. Wallah a’lam.

Kontributor