Artikel
Benarkah Konsep Kalam Asy'ariyah Membuat Penganutnya Jumud?
Sudah sejak lama kita mendengar tuduhan-tuduhan para sarjana baik internal Muslim maupun Barat kepada Kalam Asy'ariyah.
Mereka berasumsi bahwa konsep Kalam Asy'ariyah adalah sumber kejumudan dan kemandekan berpikir yang menyebabkan penganutnya mengalami kemunduran.
Apakah benar begitu? Tulisan sederhana ini akan mengulas sedikit dari fakta-fakta konsep Kalam Asy'ariyah yang telah terbukti bertahan lebih dari satu milenium ini.
Dalam membaca konsep Kalam Asy'ariyah kita seharusnya tidak melihatnya secara sepotong, tapi keseluruhan. Dari awal dibangun oleh Abu Hasan Al-Asy'aryi sampai masa sekarang.
Jika membaca kita membaca konsep Kalam Asy'ariyah dari awal sampai sekarang, kita justru akan menemukan "fleksibilitas" Kalam yang lentur namun tidak bertentangan dengan Nash Al-Qur'an dan Sunnah.
Hal ini yang membuat kalam Asy'ariyah bertahan hingga masa sekarang sementara Mu'tazilah justru ditinggalkan. Kalam Mu'tazil memang dibangun di atas fondasi rasionalitas namun di situ letak kelemahannya. Akal memiliki keterbatasan, apa saja yang dibangun di atas akan sebenarnya akan menjadi terbatas. Akal juga akan bekerja berdasarkan ruang, waktu, dan lingkungan yang membangun nalarnya.
Contoh sederhana, jika kita diminta untuk mengomentari perbudakan dengan nalar kita yang dibangun oleh lingkungan di era 2021, kita akan melihat perbudakan di zaman Nabi itu tidak manusiawi.
Hal itu karena nalar kita dibangun oleh lingkungan hari ini dan berdasarkan paradigma yang dipakai hari ini. Padahal jika kita adalah manusia yang dilahirkan di abad ke-6 atau 7 Masehi, nalar kita juga dibangun dari lingkungan masa itu, kita akan melihat perbudakan adalah hal biasa, bahkan beberapa orang rela jadi budak daripada menjadi orang miskin. Ini contoh sederhana.
Baca juga:
Metode rasional yang digunakan Mu'tazilah untuk membangun konsep kalam mereka, justru menjadi bumerang bagi mereka karena nalar manusia berkembang sesuai zaman sementara teks-teks Kalam karya-karya ulama-ulama Mu'tazilah itu memakai nalar era abad ke-8 Masehi. Silahkan baca kitab Risalah al-'Adl wa At-Tauhid karya Qadhi Abdul Jabar, lalu kita baca dengan nalar hari ini, kita akan kesulitan menerima konsep-konsep Kalam dalam kitab tersebut.
Sementara jika kita membaca kitab-kitab karya ulama-ulama Asy'ariyah, kita akan menemukan konsep global yang fleksibel yang bisa dicerna di setiap zaman berdasarkan nalar-nalar yang berkembang di zaman tersebut. Mengapa bisa demikian? Ada beberapa faktor yang membuat Kalam Asy'ariyah menjadi fleksibel.
Pertama, Kalam Asy'ariyah dibangun di atas fondasi teks Al-Qur'an dan Sunnah, dan tidak melakukan takwil teks kecuali dengan kaidah-kaidah global yang baku dan disepakati para sarjana Muslim dari awal Islam.
Kedua, Kalam Asy'ariyah tetap menggunakan akal dan rasio, namun hanya menempatkannya sebagai alat bukan sebagai sumber. Hal-hal yang tidak terjangkau akal akan dibiarkan (tawaqquf) namun tidak ditetapkan maknanya.
Ketiga, Kalam Asy'ariyah akan menyesuaikan diri dengan lawan pemikiran yang dihadapinya. Saat lawannya adalah Mu'tazilah, ulama-ulama Asy'ariyah menyodorkan dalil-dalil yang menjelaskan keutamaan tawaqquf (menyerahkan makna teks pada Allah SWT.). Di saat lawan pemikirannya adalah penganut tekstualis, ulama-ulama menyodorkan takwil yang tidak keluar dari kaidah-kaidah dasar penafsiran.
Keempat, Kalam Asy'ariyah bukanlah Kalam yang "berhenti". Tidak seperti kebanyak anggapan orang pada umumnya, penulis termasuk orang-orang yang meyakini bahwa Kalam Asy'ariyah belum selesai. Para sarjana ilmu Kalam Asy'ariyah seharusnya masih terus mengkaji kemungkinan-kemungkinan konsep-konsep cabang yang baru yang tidak keluar dari pakem yang dibangun generasi awal Asy'ariyah.
Keempat, Kalam Asy'ariyah bukanlah Kalam yang "berhenti". Tidak seperti kebanyak anggapan orang pada umumnya, penulis termasuk orang-orang yang meyakini bahwa Kalam Asy'ariyah belum selesai. Para sarjana ilmu Kalam Asy'ariyah seharusnya masih terus mengkaji kemungkinan-kemungkinan konsep-konsep cabang yang baru yang tidak keluar dari pakem yang dibangun generasi awal Asy'ariyah. Wallahu a'lam bish shawab.
Banyumas, 4 November 2021.
Alumni Universitas al-Azhar Mesir. Suka menerjemah kitab-kitab klasik. Sekarang tinggal di Banyumas Jawa Tengah.
Baca Juga
Adakah dusta yang tidak berdosa?
23 Nov 2024