Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Berita

Dari Pemakai Narkoba Berubah Religius, Riwayat Pelaku Serangan Nice Perancis

Avatar photo
29
×

Dari Pemakai Narkoba Berubah Religius, Riwayat Pelaku Serangan Nice Perancis

Share this article

Pelaku dalam serangan Nice Perancis Kamis, Ibrahim Issaoui (21 tahun), tiba di Perancis pada malam sebelum serangan itu. Dia menjadi religius sejak hampir dua tahun lalu, menurut penuturan cerita dari keluarganya.

Aksi Ibrahim dalam serangan Nice Perancis itu, menewaskan tiga orang. Salah satu korban adalah wanita dengan kepala dipenggal.

“Aneh,” kata saudaranya, Yassin karena heran dengan apa yang dilakukan Ibrahim, Annahar melaporkan.

“Dia mengirim foto di depan gereja Notre Dame pada Rabu malam,” ujar Yasin. Dia diberitahu oleh saudaranya kalau dia akan bermalam di depan gereja.

Qamarah, ibu pelaku kaget melihat aksi penyerangan merenggut nyawa orang itu dilakukan oleh putranya. Dia sempat berbicara kepada anaknya lewat telepon, menanyakan alasan dia pergi ke Perancis. Sama sekali dia tidak tahu apa yang bakal dilakukan anaknya di sana.

Terlebih dahulu Ibrahim pergi ke Lampedusa Italia pada 20 September lalu. Lampedusa adalah titik pendaratan bagi para migran yang datang dari Afrika Utara lewat jalur laut. Dia kemudian tiba Bari pada 9 Oktober. Banyak warga Tunisia bermigrasi ke Italia karena tekanan ekonomi akibat Covid-19.

Ibrahim adalah putra dari keluarga dengan 10 anak yang tinggal di sebuah distrik kampung di dekat kawasan industri di provinsi Sfax, sebuah provinsi di tengah Tunisia.

Ibunya bercerita bahwa Ibrahim telah menabung hingga 1200 dinar (sekitar 400 euro) dan membuka kios kecil untuk berjualan bensin layaknya pemuda di kampungnya. Ibrahim Isaoui juga bekerja serabutan sebagai mekanik mesin sepeda motor.

Baca juga: Syekh Al-Azhar: Jangan Memicu Konflik dengan Alasan Kebebasan Ekspresi

“Beberapa tahun belakangan dia tekun shalat dan rajin pergi ke masjid,” kenang Qamarah.

“Selama dua setengah tahun, kegiatan dia adalah pergi ke masjid, lalu bekerja kemudian pulang ke rumah. Dia tidak bergaul dengan para pemuda sebayanya,” lanjut ibunya.

Sebelum itu, Ibrahim suka mabuk dan mengkonsumsi narkoba. “Mengapa kamu habiskan uangmu seperti ini padahal keluargamu amat membutuhkan?” tanya ibunya suatu kali.

“Jika Allah memberi hidayah, pasti akan Dia berikan,” jawab Ibrahim.

Setibanya di Italia, Ibrahim menelepon ibunya memberitahukan bahwa dirinya bekerja sebagai buruh petik zaitun. Dia juga mengatakan telah sampai di Perancis pada hari Rabu, sehari sebelum dia melancarkan serangan teror.

Kementerian Dalam Negeri Tunisia menunjukkan bahwa sejak awal tahun 2020 hingga pertengahan September, 8.851 orang berupaya menyeberangi perairan Tunisia menuju pantai Eropa, termasuk 2.104 warga negara asing.

Setelah revolusi 2011, fenomena ekstremisme agama meningkat di Tunisia .Berbagai kelompok melakukan serangan bersenjata menargetkan aparat keamanan, polisi, tentara dan turis asing. Sejak saat itu pihak berwenang memperketat kontrol di tempat-tempat ibadah.

Baca juga: Muslim Council of Elders Bentuk Komite Hukum Internasional untuk Gugat Charlie Hebdo

“Dia pergi meninggalkan kami,” pungkas ibu Ibrahim, dengan air mata tidak meninggalkan matanya.

Serangan Nice Perancis terjadi selang dua minggu sesudah seorang guru sekolah dipenggal usai memperlihatkan karikatur kontroversial Charlie Hebdo.

Dirayakan Komunitas Jihadis Online

Menurut Kelompok pemantau pergerakan online gerakan supremasi kulit putih dan organisasi-organisasi teroris,  Search for International Terrorist Entities (SITE), serangan Nice Perancis dirayakan besar-besaran di seluruh komunitas jihadis pada Kamis malam.

Direktur SITE Rita Katz mengatakan, “Sulit untuk mengingat perayaan media sosial besar-besaran untuk terorisme.” Dia merujuk tiga episode kekrasan dalam waktu beberapa jam di Nice, Avignon dan Jeddah.

“Para jihadis sangat bergembira dengan apa yang terjadi,” katanya dikutip Albawaba.

Di Avignon Perancis, seorang pria ditembak mati oleh aparat kepolisian lantaran mengancam pengguna jalan yang lewat. Kemudian di Jeddah, seorang penjaga konsulat Perancis diserang dan dilukai oleh seorang pria setempat.

Belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas aksi penyerangan tersebut. Namun rentetan tiga kejadian itu terjadi di tengah gelombang kemarahan masyarakat muslim atas kartun Charlie Hebdo dan kebijakan politis Presiden Perancis. Negara-negara Islam bahkan sampai melakukan protes dan menyerukan boikot atas kartun kontroversi majalah satir itu.

Baca juga: Bagaimana Mencegah Diri Menjadi Teroris

Gelombang terorisme di seluruh Prancis.diawali dari serangan Charlie Hebdo pada 2015. ISIS dan Al-Qaeda mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.

Presiden Emmanuel Macron berjanji membela kebebasan berekspresi dan hak untuk menghina agama, tetapi para pemimpin negara muslim telah memperingatkan bahwa pendiriannya dapat menyebabkan kekerasan.

Kontributor

  • Abdul Majid

    Guru ngaji, menerjemah kitab-kitab Arab Islam, penikmat musik klasik dan lantunan sholawat, tinggal di Majalengka. Penulis dapat dihubungi di IG: @amajid13.