Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Berita

Perang dan Pandemi Gebuk Ketahanan Pangan Timur Tengah

Avatar photo
19
×

Perang dan Pandemi Gebuk Ketahanan Pangan Timur Tengah

Share this article

Pandemi Covid-19 telah memicu ketakutan krisis pangan di pelbagai kawasan Timur Tengah. Sejauh ini banyak negara kawasan  telah mengambil langkah pencegahan mulai dari lockdown total, penutupan perbatasan dan pemberlakuan jam malam baik sebagian maupun keseluruhan. Sektor ekonomi paling terkena imbas dari kebijakan tersebut.

Sejumlah organisasi internasional telah memperingatkan krisis pangan yang makin buruk di berbagai wilayah di dunia. Mereka mengatakan bahwa 265 juta orang dikhawatirkan akan menghadapi krisis kurang pangan, dan 43 juta di antaranya berada di kawasan Timur Tengah dan Asia.

Karena keterbatasan lahan subur, kebijakan pemerintah yang lebih memihak industri dibanding petani, dan arus urbanisasi mayoritas masyarakat desa ke kota mengakibatkan hampir semua negara di kawasan Timur Tengah mengidap ketergantungan impor produk bahan pangan, tulis Albawaba Jumat (16/10).

Yordania, misalnya, mengimpor 97% kebutuhan gandum dan biji-bijian. UEA juga sama, negara yang baru saja melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel itu mengimpor sekitar 85% produk makanan.

Di samping itu, terjadinya kerusuhan politik dan konflik militan bersenjata di setidaknya empat negara Arab (Suriah, Irak, Yaman dan Lebanon) telah menghancurkan komunitas pertanian, yang berdampak pada menurunya produksi pangan di wilayah tersebut.

Baca juga: Hampir Setengah Pemuda Arab Ingin Pindah ke Negara Lain

Di tambah lagi, perubahan iklim yang buruk berdampak pada suhu cuaca yang telah membawa gelombang panas yang ekstrem. Badai salju, banjir, dan kebakaran hutan telah menghancurkan banyak sekali area pertanian dan tanaman, mengakibatkan sektor pertanian sulit pulih kembali.

Sebuah laporan yang diterbitkan oleh The Global Network Against Food Crises on Food Challenge pada tahun 2020, menyebutkan data krisis pangan masyarakat Timur tengah.

Sekitar 24 juta orang Yaman atau  80% dari jumlah penduduk negara itu membutuhkan bantuan kemanusiaan. Sementara di Palestina, 1,7 dari 5 juta warganya di Tepi Barat dan Jalur Gaza mengalami krisis pangan.

Di Suriah, lebih dari 9 juta orang rawan pangan, sementara 1,5 juta orang Lebanon dilaporkan berada di bawah garis kemiskinan.

Data-data krusial ini yang menjadi alasan utama penghargaan Nobel Perdamaian tahun ini dianugerahkan kepada Program Pangan Dunia. Lembaga ini berandil besar dalam memerangi kelaparan dan memiliki sumbangsih tidak kecil dalam memperbaiki perdamaian di wilayah-wilayah konflik. Hadir sebagai kekuatan pendorong, lembaga ini berupaya mencegah penggunaan kelaparan sebagai senjata perang dan siasat konflik.

Negara Arab lainnya, khususnya negara kaya minyak  yang tergabung dalam GCC (Gulf Cooperation Council), memiliki keuntungan karena mampu mengimpor berbagai produk makanan untuk memasok kebutuhan pangan warganya sendiri sepanjang tahun.

“Namun, tahun ini tetap beda, jatuhnya harga minyak dan penghentian pariwisata di setengah dunia membuat perekonomiannya kian tertekan dan mempengaruhi besarnya pengeluaran mereka,” tulis laporan itu.

Baca juga: Hipokritnya Macron dan Ketegasan Syekh Al-Azhar dalam Polemik Charlie Hebdo

Juni lalu, Menteri Lingkungan, Air, dan Pertanian Arab Saudi menyatakan bahwa negaranya telah mengalami pemulihan yang signifikan setelah kerusakan ekonomi akibat pandemi. Kerajaan Arab Saudi telah mencapai tingkat swasembada yang belum pernah terjadi sebelumnya di banyak produk pertanian. Surplus kurma sampai 125%, 60% pada sayuran dan unggas, 55% pada ikan, 116% pada telur, dan 109% pada susu.

Tahun-tahun ini menjadi tahun yang sangat penting. Negara-negara Arab di kawasan Timur Tengah harus menempuh jalan panjang untuk mencapai ketahanan pangan. Caranya adalah dengan melaksanakan program jangka panjang yang mendorong sektor pertanian pulih kembali dan mendukung industri pengolahan pangan. “Dengan itu perekonomian nasional akan tertolong,” ungkap media yang berbasis di Amman Yordania.

Kontributor

  • Redaksi Sanad Media

    Sanad Media adalah sebuah media Islam yang berusaha menghubungkan antara literasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Mengampanyekan gerakan pencerahan melalui slogan "membaca sebelum bicara". Kami hadir di website, youtube dan platform media sosial.