Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Tanya Jawab

Berikut Beberapa Hukum Kurban yang Penting Diketahui

Avatar photo
28
×

Berikut Beberapa Hukum Kurban yang Penting Diketahui

Share this article

Berikut beberapa permasalahan terkait kurban mulai
dari kurban kolektif, menjual kulit kurban hingga upah untuk pekerja.

Pertama, tentang kurban secara kolektif

A. Kalau hewan kurbannya adalah unta atau sapi
maka ia hanya boleh untuk (atas nama) tujuh (7) orang saja. Hal ini berdasarkan
hadits :

عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: «نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ،
وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ» (رواه مسلم رقم 1318
(

Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata : “Ketika masa
Hudaibiyyah, kami bersama Rasulullah Saw menyembelih unta untuk (atas nama)
tujuh orang, dan sapi juga untuk (atas nama) tujuh orang.”

Berdasarkan hadits ini maka dalam satu ekor sapi
tidak boleh berserikat lebih dari tujuh orang. Kalau ada sepuluh (10) orang
berserikat dalam satu ekor sapi maka kurban mereka tidak sah. Ia hanya akan
menjadi sedekah biasa saja.

Demikian juga melakukan subsidi silang dalam
kurban, tidak dibolehkan. Misalnya, panitia kurban mengumpulkan iuran dari
tujuh (7) orang peserta kurban untuk satu ekor sapi. Tiba-tiba harga sapi naik.
Untuk menutupi kekurangan tersebut, panitia tidak boleh mengambilnya dari
kelebihan uang yang ada di kelompok lain. Yang mesti dilakukan panitia kurban
adalah meminta iuran tambahan dari ketujuh peserta kurban tersebut, bukan
menutupinya dari sumber yang lain.

B. Kalau hewan kurbannya adalah kambing maka ia
hanya boleh untuk (atas nama) satu orang saja, tidak boleh lebih. Hal ini
berdasarkan hadits:

قَالَ
أَبُو أَيُّوْبَ الْأَنْصَارِيّ: «كُنَّا نُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ
يَذْبَحُهَا الرَّجُلُ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ
بَعْدَ ذَلِكَ، فَصَارَتْ مُبَاهَاةً» (رواه مالك فى الموطأ رقم 638
)

Abu Ayyub al-Anshari ra (seorang sahabat
Rasulullah Saw) berkata: “Kami berkorban dengan seekor kambing yang disembelih
oleh satu orang atas nama dirinya dan keluarganya. Tapi setelah itu banyak
orang yang berbangga-bangga sehingga ia sudah menjadi seperti perlombaan.” (HR.
Malik. Hadits ini dishahihkan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Muhadzdzab).

Berdasarkan hadits ini maka satu ekor kambing
hanya bisa dikorbankan atas nama satu orang. Ia bisa meniatkan kurban itu untuk
dirinya dan keluarganya sekaligus. Karena ibadah kurban itu hukumnya sunnah
kifayah yang kalau sudah dikerjakan oleh kepala keluarga maka anggota keluarga
lain sudah mendapatkan pahalanya.

Kedua, tentang menjual kulit hewan kurban

A. Tidak dibolehkan menjual kulit hewan kurban
berdasarkan hadits:

مَنْ
بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ (رواه الحاكم فى المستدرك)

“Siapa yang menjual kulit hewan kurbannya
maka tidak ada kurban untuknya (kurbannya tidak sah atau tidak sempurna).” (HR.
al-Hakim)

(Hadits ini dihukumi shahih oleh Imam al-Hakim dan
Imam as-Suyuthi. Namun Imam adz-Dzahabi menilai hadits ini tidak sampai ke derajat
shahih karena di dalam sanadnya ada rawi bernama Abdullah bin ‘Ayyash yang
dinilai lemah oleh beberapa ulama hadits).

B. Kulit hewan kurban hanya boleh disedekahkan
atau dimanfaatkan oleh peserta kurban. Kalau disedekahkan kepada fakir atau
miskin maka si fakir atau miskin tersebut boleh untuk menjualnya.

C. Dalam kondisi dimana tidak ada yang mau
menerima kulit hewan kurban sebagai sedekah, sementara peserta kurban juga
tidak mau untuk memanfaatkannya, maka kulit hewan kurban boleh dijual dan hasil
penjualannya disedekahkan kepada fakir atau miskin. Hal ini didasarkan kepada
pendapat Imam Awza’i, Imam Ahmad, Imam Ishaq dan Imam Abu Tsaur yang
membolehkan kulit hewan kurban untuk dijual sebagaimana yang dinukil oleh Imam
Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari (jilid 3 halaman 556).

Ketiga, tentang upah untuk pekerja dan tukang
jagal

A. Upah untuk pekerja dan tukang jagal tidak boleh
diambilkan dari daging kurban. Hal ini berdasarkan hadits berikut:

عَنْ
عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: «أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا
وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا، وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا» قَالَ:
«نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا» (رواه مسلم رقم 1317
)

Dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata: “Saya
diperintahkan oleh Rasulullah Saw untuk menyembelih unta kurbannya, lalu
menyedekahkan daging, kulit dan pelananya, dan aku tidak boleh memberi tukang
jagal dari daging kurban itu sedikitpun. Nabi Saw berpesan: “Kita akan beri
upah mereka secara terpisah.”

B. Larangan memberi daging kurban untuk tukang
jagal atau pekerja itu maksudnya adalah kalau daging tersebut diberikan sebagai
upah. Adapun kalau upah untuk pekerja atau tukang jagal sudah diberikan secara
penuh maka mereka boleh diberikan daging kurban sebagai sedekah atau hadiah.

Imam Ibnu Hajar berkata:

الْمُرَادُ
مَنْعُ عَطِيَّةِ الْجَزَّارِ مِنَ الْهَدْيِ عِوَضًا عَنْ أُجْرَتِهِ

“Yang dilarang adalah memberi tukang jagal dari
daging kurban sebagai upah.”

Ia juga menukil pendapat Imam al-Baghawi dalam Syarh
as-Sunnah
:

وَأَمَّا
إِذَا أَعْطَي أُجْرَتَهُ كَامِلَةً ثُمَّ تَصَدَّقَ عَلَيْهِ إِذَا كَانَ
فَقِيْرًا كَمَا يَتَصَدَّقُ عَلَى الْفُقَرَاءِ فَلاَ بَأْسَ بِذَلِكَ

“Kalau orang yang berkurban sudah memberi upah
pekerja secara sempurna, kemudian ia bersedekah pada tukang jagal (pekerja)
kalau ia seorang yang fakir sebagaimana ia bersedekah kepada orang-orang fakir
lainnya maka tidak apa-apa.” (Fathul Bari 3/556)

Imam Ibnu Daqiq al-‘Ied juga berkata:

أَمَّا
إذَا أَعْطَى الْأُجْرَةَ خَارِجًا عَنْ اللَّحْمِ الْمُعْطَى وَكَانَ اللَّحْمُ
زَائِدًا عَلَى الْأُجْرَةِ فَالْقِيَاسُ أَنْ يَجُوزَ

“Kalau pekerja sudah diberikan upah diluar dari
daging yang diberikan, artinya daging tersebut merupakan bonus di luar dari
upah maka secara qiyas hal itu boleh.” (Ihkam al-Ahkam 2/82).

والله
تعالى أعلم وأحكم

Kontributor

  • Yendri Junaidi

    Bernama lengkap Yendri Junaidi, Lc., MA. Pernah mengenyam pendidikan di Perguruan Thawalib Padang Panjang, kemudian meraih sarjana dan magister di Universitas Al-Azhar Mesir. Sekarang aktif sebagai Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Diniyyah Puteri Padang Panjang.